1. Startup

Mungkinkah Samsung Menjadi Ancaman bagi Google?

Minggu ini, artikel di Monday Note yang ditulis oleh Jean Louis Gassée memicu pemikiran yang menarik serta kemungkinan tentang Samsung yang semakin serius mengambil peran di 'dunia' Android dan mungkin menggunakannya sebagai perang terhadap Google. Kira-kira untuk apa Samsung melakukan itu?

Saat ini, Samsung mungkin tidak akan melakukan apapun untuk membahayakan hubungannya dengan Google, lagi pula, Samsung menjual banyak sekali ponsel Android di seluruh dunia dan karenanya telah menjadi produsen smartphone nomor satu di dunia. Samsung berhutang banyak pada Google.

Di sisi lain, justru posisi yang sekarang ini memungkinkan Samsung untuk memberikan tekanan pada Google. Samsung cukup besar dibandingkan pesaing terdekat mereka dan memiliki pengaruh yang cukup untuk menghasilkan dua dari tiga ponsel seri Nexus - tahta tertinggi untuk ponsel Android- menjadi milik mereka.

HTC dan Motorola adalah produsen terbesar berikutnya, namun penjualan mereka sama sekali tidak mendekati Samsung dan pada kenyataannya telah dikanibalisasi oleh pesaing asal Korea ini. Kedua perusahaan tersebut sedang menderita.

Perubahan Lanskap

Erik Sherman di CBS MoneyWatch memperkirakan pangsa pasar ponsel Android milik Samsung pada kisaran 55%. Mengingat bahwa itu adalah perkiraan, kemungkinan ada koreksi sedikit, namun tetap saja memperlihatkan angka yang mengesankan. Karena Samsung tidak lagi secara resmi mengumumkan angka penjualan untuk perangkat mobile mereka, sulit untuk memastikan seberapa besar keunggulan jumlah produk mereka dibandingkan dengan para kompetitor, baik di dalam maupun di luar ekosistem Android.

Android masih menjadi mesin uang bagi perangkat smartphone Samsung, tetapi mereka juga memiliki Bada, sistem operasi mobile-nya sendiri serta Windows Phone sebagai cadangan jika suatu hari ada permasalahan dengan Android, dan siapa tahu apa yang akan terjadi di industri ini. Lihat saja Palm, Apple, RIM, Nokia. Dalam lima tahun terakhir, industri mobile telah berubah begitu cepat.

Melihat apa yang berhasil dilakukan oleh Amazon dan beberapa produsen smartphone Cina dengan Android, tidak menutup kemungkinan bahwa Samsung mempertimbangkan untuk membuat dan mengembangkan Android versi mereka sendiri terlepas dari Google, sehingga menciptakan ekosistem mandiri.

Untuk apa Samsung mau melakukan itu? Jawabannya adalah kontrol. Google mulai menegaskan tingkat kontrol tertentu yang sebelumnya tidak pernah diminta. Ice Cream Sandwich, rilis keempat OS Android, akan meminta mitra Google untuk memasukkan tema default Holo sebagai pilihan atau akan kehilangan akses ke Android Market.

Hal ini awalnya mungkin tidak terdengar sebagai sebuah masalah besar tetapi bisa membuat cekcok Samsung, HTC, dan perusahaan Android lainnya. Alasan produsen ini menggunakan tema mereka sendiri adalah untuk membedakan diri dari pesaing mereka dan sekarang Google ingin menyamakan semua (meskipun sebagai pilihan) dan akan memberikan sanksi bagi mitra yang tidak mematuhi. Setelah ini, apa lagi yang akan Google lakukan untuk menegaskan kontrol atas Android? Itulah pertanyaan yang kemungkinan muncul di sekitar di markas perusahaan-perusahaan tersebut.

Google mungkin tidak ingin menindaklanjuti lebih jauh ketentuan ini, melihat bahwa Microsoft belum berhasil menjalankan strategi serupa yaitu pendekatan hampir seragam pada fitur di Windows Phone, walaupun masih banyak tantangan lain yang dihadapinya. Microsoft juga tampaknya akan bergantung cukup besar pada Nokia untuk mendorong platform mobile mereka dibandingkan mitra lainnya.

Menjalankannya dengan Benar

Jika Samsung menjalankan strategi ini, mereka bisa menghadapi serangan balik dari konsumen kalau mereka gagal mengeksekusinya dengan benar. Sebuah varian dari perangkat Android yang dirilis Samsung awalnya harus kompatibel dengan aplikasi di Android Market, seperti Kindle Fire milik Amazon. Namun bisa saja Samsung memutuskan untuk memindahkan seluruh platform ke marketplace mereka sendiri. Samsung sendiri telah memiliki Samsung Apps sebagai tempat penyimpanan aplikasi ekskusif dari Samsung, dan aplikasi ChatOn bisa menjadi satu langkah menuju pembentukan ekosistem sendiri.

Pada saat ini, pasar smartphone dijalankan oleh empat sistem operasi utama, Symbian, Android, iOS, dan BlackBerry. Windows Phone masih dalam masa pertumbuhan dan tidak mungkin untuk membuat langkah yang cukup signifikan dan masuk dalam top 3 dengan usaha sendiri dalam 12 bulan ke depan. Dalam beberapa tahun mungkin, siapa tahu.

Rupa-rupanya, Samsung dan Intel tengah mengembangkan Tizen, generasi lanjutan dari MeeGo, sejak September tahun lalu setelah Nokia memutuskan untuk menurunkan status MeeGo menjadi sebuah proyek penelitian, bukan lagi sistem operasi utama perangkat mobile mereka. Kerja sama semacam ini yang merupakan kondisi yang bisa mendorong Google untuk mencari dukungan alternatif.

Screenshot dari Tizen telah beredar di internet baru-baru ini dengan berbagai komentar yang mengatakan bahwa Samsung kemungkinan akan menunjukkan telepon berbasis Tizen di acara Mobile World Congress di Barcelona pada bulan Februari. Meskipun masih tahap awal, jika Samsung bisa memamerkan sebuah produk nyata yang menggunakan Tizen bulan Februari, mereka mungkin dapat merilis ponsel ini pada pertengahan tahun.

Tentu saja, Tizen akan menghadapi masalah terbesar yang dihadapi setiap platform baru, yaitu kurangnya dukungan pengembang. Tanpa pengembang tidak akan ada aplikasi dan kurangnya aplikasi akan menghalangi konsumen dari adopsi smartphone. Ini bukan tentang seberapa banyak jumlah aplikasi, tetapi aplikasi mana yang tersedia pada platform tertentu.

Sebuah pusat perbelanjaan membutuhkan tenant utama yang berfungsi sebagai daya tarik pengunjung dan pembeli. Tanpa hal ini pusat perbelanjaan akan kosong. Hal yang sama berlaku untuk platform smartphone, bahwa tanpa aplikasi yang berarti, konsumen tidak akan tertarik. Menjadi sangat penting bagi Samsung untuk mengeksekusi hal ini dengan tepat jika ingin menggantikan Android dengan sistem operasi mereka sendiri.

Bahaya bagi Google

Kepentingan Google untuk menyelesaikan akuisisi Motorola Mobility tampaknya akan menjadi jauh lebih penting daripada yang orang bayangkan dan dengan cara apapun perlu membujuk konsumen untuk membeli ponsel Android dari Motorola.

Sementara Motorola belum mendapat strategi yang tepat di dunia Android, Google memiliki kemampuan untuk mendorong perusahaan tersebut dengan lebih keras dan memastikan penjualan ponsel Android dari Motorola lebih baik dari merk lain, demi memastikan mereka memiliki basis kokoh yang dapat diandalkan.

Saat ini, Google tidak dapat mengabaikan dominasi Samsung dan bahaya yang dapat muncul atas kondisi ini. Keberadaan lebih dari satu produsen Android yang dapat menyamai kedudukan Samsung menjadi sangat penting bagi Google jika tidak ingin Android kehilangan pangsa pasar.

Kepemilikan Motorola memang bisa menjadi langkah awal tetapi untuk mengejar posisi Samsung, Motorola harus bisa menjual ponsel sebanyak empat sampai lima kali lebih banyak daripada kondisi sekarang. Pada kuartal terakhir kemarin, Motorola hanya menjual 5,3 juta ponsel Android, sangat jauh jika dibandingkan dengan Samsung yang berhasil menjual 35 juta unit. Hal ini cukup mengkhawatirkan.

Bisa jadi strategi Google membeli Motorola Mobility adalah untuk mendapatkan portofolio paten mereka dan berjanji bahwa akan menjalankannya sebagai perusahaan independen namun kedepannya proses pembelian ini mungkin menjadi strategi paling penting bagi platform Android milik Google, jika mereka dapat mengeksekusinya dengan baik.

Versi asli dari posting ini telah diterbitkan sebelumnya di blog pribadi Aulia.

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again