8 dari 10 Pekerja di Indonesia Merasa Siap untuk Bekerja Jarak Jauh dalam Jangka Panjang
Kaget dan panik, mungkin itulah yang dirasakan banyak pekerja di Indonesia ketika pemerintah mulai menerapkan kebijakan PSBB pertama kalinya pada bulan April 2020. Dalam sekejap saja, rutinitas bekerja sehari-hari langsung berubah menjadi tren baru bekerja dari kediaman masing-masing.
Sebagian orang tentu menemui tantangan tersendiri selama mengadaptasikan diri dengan kebiasaan baru ini. Melihat pandemi yang tak kunjung berakhir, kita perlu menanyakan ini kepada diri masing-masing: "Sudah siapkah kita melanjutkan tren bekerja jarak jauh untuk jangka panjang?"
8 dari 10 pekerja di Indonesia rupanya menjawab siap. Angka ini didapat dari riset Indeks Kesiapan Bekerja Jarak Jauh yang diprakarsai Dell belum lama ini, yang menyurvei lebih dari 7.000 pekerja dengan usia 18 tahun ke atas di kawasan Asia Pasifik dan Jepang, 1.030 dari antaranya berasal dari Indonesia. Hasil surveinya menunjukkan bahwa 81% pekerja di Indonesia merasa siap untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang.
Data yang dikumpulkan juga mencakup tentang kesiapan mereka untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang, serta apa saja faktor-faktor penting yang mereka butuhkan agar bisa sukses bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. Secara umum, lebih dari separuh pekerja di Indonesia (55%) merasa perusahaan tempat mereka bekerja sudah mendukung cara bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. Sentimen ini konsisten di ketiga kategori utama survei, yaitu gender, kelompok umur, dan skala organisasi.
Martin Wibisono, Direktur Commercial Client Dell untuk kawasan Indonesia dan Filipina, mengatakan bahwa konsep bekerja jarak jauh sebenarnya bukan konsep yang asing bagi sebagian besar tenaga kerja Indonesia. Hanya saja tetap ada kekhawatiran apabila tren ini berlanjut dalam jangka panjang. Jadi walaupun pekerja di Indonesia merasa siap, mereka tetap mengharapkan dukungan yang lebih besar dari perusahaan mereka, terutama sumber daya teknologi dan yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM).
Masih banyak tugas yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi oleh karyawan mereka, serta untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan agar para karyawan tersebut bisa sukses bekerja jarak jauh dalam jangka panjang.
Dari sisi sumber daya teknologi, hanya 54% pekerja di Indonesia yang sepakat bahwa perusahaan tempat mereka bekerja telah melakukan semua yang mereka bisa untuk menyediakan sumber daya teknologi yang dibutuhkan. Tantangan terbesar yang mereka rasakan adalah stabilitas jaringan remote, termasuk bandwith internet (41%).
Mereka juga sering kali masih harus menggunakan perangkat pribadi untuk bekerja (32%), dan ini patut mendapat perhatian khusus dari perusahaan jika mempertimbangkan berbagai risiko keamanan TI yang bisa muncul. Para pekerja juga mengalami kesulitan mengakses sumber daya internal perusahaan (28%) begitu kebijakan PSBB diberlakukan.
Dari sisi SDM, sekitar 45% pekerja merasa perusahaan tempat mereka bekerja telah berupaya maksimal dalam menyediakan dukungan SDM yang dibutuhkan. Tantangan terbesarnya sendiri adalah kurangnya sesi pelatihan dan pengembangan, termasuk pelatihan untuk alat-alat digital (48%). Berikutnya adalah kebijakan dan pedoman untuk bekerja jarak jauh yang tidak terbarui (43%), dan kurangnya akses ke perangkat digital untuk melakukan penilaian kinerja, pengajuan cuti, dan lain sebagainya (40%).
"Saat ini bekerja sudah tidak terpaku pada satu tempat dan waktu, tapi fokus pada hasil kerja," jelas Martin. "Organisasi-organisasi di Indonesia harus siap untuk membantu semua karyawan mereka mewujudkan peran profesional dan personal secara efektif, di mana pun mereka bekerja – inilah cara bekerja yang baru."
Terkadang, solusi yang dibutuhkan bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti saling berbagi pengalaman pada saat sesi video conference rutin berlangsung setiap minggunya, bukan sebatas membahas hasil dan progres pekerjaan saja. Budaya baru ini pun juga sudah Dell terapkan sendiri di kalangan internal.
Terlepas dari siap atau tidaknya kita beradaptasi dengan cara bekerja jarak jauh, salah satu kekhawatiran terbesar yang dirasakan adalah kaburnya batasan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, terutama di kalangan pekerja Gen X (34%) dan Millennial (32%). Sementara kalangan Gen Z khawatir mereka akan bosan menjalani cara bekerja jarak jauh dalam jangka panjang (35%).
Gambar header: Depositphotos.com.