Apakah TTM Dari Esia Akan Mengurangi Akses Mobile Internet?
Ditingkat persaingan yang tinggi ini, Esia meluncurkan beberapa inovasi dalam melayani user mereka, pada akhir Desember lalu Esia meluncurkan Esia Messenger setelah sebelumnya meluncurkan HP Esia Online, untuk merespon kedigdayaan BlackBerry Messenger, yang seperti ditulis Kompas, aplikasi keluaran Esia ini juga mendapatkan respons dari dunia internasional.
Pada awal bulan February ini Esia kembali meluncurkan inovasi yang diberi nama TTM yang merupakan singkatan dari Telusur TemanMu. Berbeda dengan HP Esia Online yang mengusung aplikasi berbasis internet sebagai keunggulannya TTM justru menghindari itu semua.
TTM merupakan fasilitas social network yang berbasis suara & SMS, secara sederhana nantinya user bisa saling berkomunikasi tanpa harus menelepon ke nomer telepon tertentu, cukup menelepon 141, nanti user akan mendapat Chat ID yang berfungsi sebagai identitas dan bisa diisi dengan profile user.
Cara berkomunikasinya juga bisa melalu nomor 141 untuk mendengarkan profile orang lain yang sudah bergabung dan mengajak mereka chat. Chat ID merupakan tanda pengenal pengganti nomor telepon, jadi para user nantinya berkomunikasi tanpa harus memencet nomor telepon. Chat ID ini juga bisa diisi profile pribadi yang bisa didengarkan oleh orang lain termasuk Minat, Hobby, Umur, dan Gender. User juga bisa menambahkan voice profile yang berisi pesan suara singkat mengenai diri user yang memudahkan user lain untuk saling mengenal.
Fasilitas ini, sebenarnya menutup akses internet mobile. Dengan biaya registrasi sebesar Rp1.000 dan biaya penggunaan Rp500 per menit serta biaya panggilan telepon Rp225 per sms, akan sangat terjangkau bagi para user yang telah menggunakan produk Esia, dan tentunya mereka tidak perlu terkoneksi dengan internet.
Saya jadi teringat tentang sebuah artikel di majalah bisnis (maaf keterangan edisinya saya lupa) yang menjelaskan bahwa untuk beberapa kondisi, pertumbuhan akses internet yang besar memberikan beban biaya yang besar juga bagi para provider, sedangkan pemasukan dari traffic yang besar ini masih minim, paket bundling serta promo besar-besaran dari produsen handset memang membawa growth user untuk provider, tapi biaya akses internet yang kini juga bernasib dengan tarif, dimana antara satu provider dengan provider lain saling berlomba menjadi yang paling murah, tentu menimbulkan masalah tersendiri.
Sedangkan dari sisi user, social network dan pola perilaku berteman lewat mobile device sudah tidak bisa dihilangkan, malah terus bertumbuh, namun Esia sendiri berpendapat bahwa pengguna internet yang baru mencapai 25 juta masih kalau jauh dibandingkan dengan jumlah penggua ponsel yang sudah mencapai 120 juta orang, faktor inilah yang juga mendorong Esia untuk meluncurkan fitur TTM.
Jika melihat trend panggunaan internet yang terus tumbuh, memang kemungkinan untuk para provider mengerem akses internet sangat kecil alih-alih mengerem, provider bisa jadi mau tidak mau harus mengikuti konsumen yang kini sudah sangat suka dengan yang namanya internet. Apalagi kondisi perang tarif yang sepertinya beberapa tahun kedepan akan membuat tarif semakin tidak ada harganya alias bukan lagi sebagai ladang untuk menuai keuntungan.
Tapi jika sudah memasuki ranah keuntungan, maka provider pun harus hitung menghitung, kerena traffic yang besar dari akses internet mobile tentu akan berpengaruh pada investasi infrastruktur.
Sebenarnya sudah banyak yang menyinggung tentan pengembangan konten sebagai alternatif dalam mendapatkan revenue bagi para provider, dan konten ini berhubungan dengan internet, jadi traffic yang besar bisa juga mendatangkan pemasukan yang besar pula.
Pengembangan konten juga bisa bermacam-macam, kalau saat ini provider banyak diuntungkan dengan trend RBT atau ring back tone, maka sebenarnya kalau melihat trend pertumbuhan internet mobile, aplikasi yang berbasis mobile juga bisa punya peluang yang besar, mulai dari aplikasi yang berhubungan dengan hiburan sampai dengan yang aplikasi yang mendukung proses kerja adalah peluang yang bisa digarap oleh para provider, apalagi trend apps store juga mulai menunjukkan geliatnya.
Untuk pengembang konten, para pelaku startup lokal kemampuannya tidak kalah dengan para developer luar, beberapa startup juga mengusung konten mobile sebagai fokus utama mereka, yang memang ditujukan untuk para pengguna ponsel.
Strategi Esia dengan meluncurkan TTM memang mau menangkap trend social networking yang menjadi trend di anak muda serta masyarakat umum terutama yang menggunakan Esia dengan memaksimalkan fasilitas yang ada yaitu layanan voice dan sms, bisa juga ini merupakan salah satu dari berbagai strategi yang dijalankan esia untuk subsidi silang, dan mungkin saja memupuk investasi untuk mengembangkan aplikasi berbasis internet yang lebih maju lagi.
Saya sendiri berharap ke kondisi yang terakhir, bahwa para provider sedang menabung untuk mengembangkan mobile internet ke arah yang lebih maju, sehingga ekosistem startup yang sudah mulai terbentuk bisa mendapatkan ekses, berupa peluang mengembangkan aplikasi yang bisa digunakan para provider, jadi mungkin saja tidak hanya hardware yang punya apps store yang terus berkembang, tapi apps store dari providernya sendiri juga berkembang.
Yang, pada akhirnya memberikan peluang pada para developer lokal untuk menjajal kemampuannya membuat aplikasi, sehingga mereka bisa fokus pada masalah teknis, sedangkan masalah bisnis bisa dikelola oleh provider, tentu dengan sistem yang saling menguntungkan dua belah pihak.
Bagaimana pendapat anda, apakah aplikasi berbasis voice dan SMS yang tidak membutuhkan akses internet bisa mengerem pertumbuhan internet mobile di Indonesia, atau aplikasi seperti ini hanya akan menjadi pelengkap dalam membantu pertumbuhan pengguna internet yang terus naik? Atau anda punya pendapat lain, jangan ragu untuk share pendapat anda pada kolom komentar.
Foto dari Esia