Armada Transportasi Berbasis Aplikasi Diperbolehkan Gunakan Pelat Hitam dan STNK Pribadi
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, atas dasar prinsip dan model pengelolaan koperasi sebagai badan hukum, pengguna adalah pemilik, dan pemilik adalah pengguna
Untuk memajukan industri startup perlu adanya peran serta pemerintah. Salah satu peranan pemerintah yang sangat ditunggu adalah produksi regulasi yang bisa mengatur industri dan melindunginya untuk berkembang, termasuk regulasi mengenai transportasi online atau yang berbasis aplikasi. Khusus untuk regulasi ini, tak hanya bisnis startup yang berharap aturan ini segera keluar, para pebisnis konvensional, dalam hal ini pengusaha taksi juga berharap aturan ini segera terbit.
Seperti diberitakan Kompas, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menegaskan bahwa angkutan berbasis aplikasi seperti Uber atau Grab diperbolehkan untuk memakai kendaraan berpelat nomor hitam atau pribadi, dengan syarat pengemudi harus tergabung dalam koperasi. Selain itu Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) juga tidak diwajibkan atas nama badan hukum.
Kabar tersebut bersumber pada pernyataan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram. Menurut Agus pernyataan mengenai STNK dan pelat hitam telah diterima sebagai kesimpulan rapat.
“Prinsip koperasi tegas menyebutkan pengguna adalah pemilik, dan pemilik adalah pengguna. Karena itu, pemilik taksi online yang tergabung dalam koperasi berarti juga pemilik koperasi, bukan pekerja," jelas Agus seperti dikutip dari Kompas.
Agus lebih jauh menjelaskan bahwa aset yang dimiliki anggota koperasi yang digunakan sebagai alat produksi tidak beralih menjadi aset perusahaan. Berbeda dengan supir taksi konvensional yang merupakan pekerja dari perusahaan. Jadi jika taksi atau kendaraan yang digunakan adalah mobil milik anggota koperasi, maka harus tetap ber-STNK pribadi.
Alasan untuk memperbolehkan pelat hitam dan STNK pribadi ini adalah prinsip dasar dan model pengelolaan koperasi sebagai badan hukum. Koperasi punya tata cara yang berbeda dengan perseroan, sehingga perlakukan dalam kasus ini sedikit berbeda.
Kabar ini jelas berbeda dengan yang diutarakan Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar beberapa waktu lalu. April silam, Pudji seperti diberitakan mengungkapkan bahwa selain izin operasional, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para perusahaan transportasi online, di antaranya adalah memiliki minimal lima kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama perusahaan, memiliki pool, adanya fasilitas perawatan, dan pengemudi dengan SIM umum.
Seharusnya pemerintah segera menerbitkan aturan pasti mengenai transportasi online ini. Kondisi ini, jika dibiarkan dalam ketidakjelasan, akan membuat pengusaha, mitra pengemudi, dan semua pihak yang terlibat dalam bisnis ini menjadi bingung dan membuat kondisi usaha tidak kondusif.