Startup Askara Daulat Desa Kembangkan Konsep "Farming as a Service"
Menyewa lahan yang dimiliki pihak pemerintah atau swasta, penggarapan dilakukan bersama serikat tani
Permintaan terhadap komoditas pertanian di Indonesia masih menjadi kendala. Hal ini dianggap sebagai peluang yang bisa diselesaikan melalui teknologi. Askara Daulat Desa mencoba menawarkan solusi dengan konsep Farming as a service (FaaS).
Kepada DailySocial, CEO Askara Daulat Desa David Setionegoro mengklaim Askara Daulat Desa menjadi platform pertama yang mengembangkan konsep FaaS kepada ekosistem pertanian di Indonesia.
"Konsep FaaS Askara Daulat Desa adalah kita melakukan the whole cultivation program, dari perencanaan penanaman, pembukaan lahan, eksekusi penanaman, dan pengiriman langsung ke klien," kata David.
Untuk menemukan lahan tidur yang berpotensi digarap, Askara Daulat Desa menjalin kolaborasi dengan pihak ketiga, apakah itu pemerintah ataupun pihak swasta. Untuk menggarap lahan tersebut, Askara Daulat Desa menjalin kerja sama dengan serikat tani.
Konsep ini diklaim berbeda dengan platform agritech lainnya.
"Kita tidak menjalin kemitraan dengan petani kecil karena lanskap pertanian di Indonesia berbeda dengan petani di Amerika Serikat. Kebanyakan petani hanya memiliki lahan dalam skala yang kecil. Untuk itu kami menjalin kemitraan dengan pihak ketiga, apakah itu dari pemerintah hingga swasta, untuk memenuhi kebutuhan lahan tidur. Saat ini kita masih fokus di pulau Jawa," kata David.
Bersama Co-founder lainnya yaitu Aditya Tirtatjahja (CTO), Stephen Angkiriwang (COO), dan Brian Yie (Chief Legal Officer), mereka ingin mengembangkan sektor hulu dengan lebih baik lagi. Menargetkan pasar segmen B2B, Askara Daulat Desa menggunakan strategi monetisasi berbasis komisi.
Saat ini mereka sudah melayani klien eksportir untuk penanaman komoditas ubi jalar dan ubi ungu. Tidak menutup kemungkinan ke depannya Askara Daulat Desa menambah pilihan komoditas lain, seperti kentang atau bawang merah.
"Kami memilih ubi [..] terutama untuk eksportir yang masih merasakan kesulitan. Selama ini masih sedikit pemasok di Indonesia yang menawarkan ubi dan biasanya tersentralisasi, misalnya hanya di Sumedang. Berangkat dari sana akhirnya kita mencoba untuk menggarap potensi tersebut," kata David.
Askara Daulat Desa juga mengembangkan secara khusus capture data cuaca dan profil aktual tanah. Data ini masuk sebagai metrik big data mereka, karena masing-masing daerah memiliki karakteristik cuaca dan tanah yg berbeda.
"Big data tersebut kami olah dalam sebuah algoritma, disesuaikan dengan jenis komoditas apa yang akan ditanam. Output dari tahapan ini adalah perencanaan penanaman yang [lebih] presisi," kata David.
Memperluas kolaborasi
Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Askara, di antaranya adalah memperbanyak kemitraan untuk akuisisi lahan dan melakukan digitalisasi semua proses agar lebih optimal.
Masih menjalankan bisnis secara bootstrap, Askara Daulat Desa juga belum memiliki rencana untuk melakukan kegiatan penggalangan dana.
Perusahaan mengikuti program TINC batch 7 yang diinisiasi Telkomsel. Askara Daulat Desa melihat program tersebut bisa membuka kerja sama strategis dengan Telkomsel.
Sebagai perusahaan teknologi, Askara ingin memanfaatkan jaringan dan konektivitas untuk mengembangkan teknologi IoT. Harapannya Telkomsel bisa membantu Askara Daulat Desa memperlancar jaringan yang ada di berbagai lokasi lahan.
"Telkomsel sebagai perusahaan BUMN, memudahkan kami untuk bekerja sama dengan perusahaan BUMN lainnya. Program ini membantu kita dalam hal pengembangan teknologi terkait jaringan dan konektivitas," kata David.