Aspek Legalitas dalam Pendirian Startup
Aspek legal and compliance startup mesti disiapkan ketika mulai mencari pendanaan ke "venture capital"
Startup di Indonesia sedang mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di ekosistem teknologi digital. Tidak dapat dipungkiri produk dan kultur Silicon Valley akhirnya merambah ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Siapa yang tidak kenal dengan Google, si raksasa mesin pencari. Juga kalau ingin terhubung jaringan pertemanan, Facebook adalah tempatnya. Suka berkomentar atau menanggapi komentar orang lain, timeline di Twitter selalu ramai dengan hal itu. Ingin narsis dan pamer foto keren, Instagram selalu penuh warna dengan bermacam foto dari seluruh dunia.
Ingin menjalin relasi profesional dan memperoleh insight baru untuk memperkaya pengetahuan kerja profesional, Linkedin dipenuhi bermacam profesional dari berbagai kategori pekerjaan. Bagi para backpacker, atau traveler yang mempunyai dana terbatas atau ingin mencari tempat menginap yang berbeda dari suasana hotel, airbnb menyediakan bermacam tempatnya di berbagai lokasi di seluruh dunia.
Di Indonesia, Gojek menjadi andalan untuk menembus jalan-jalan perkotaan dan memesan makanan. Suka dengan berita startup teknologi, DailySocial punya segudang beritanya. Agan-agan yang suka nongkrong online bisa berbagi “cendol” di Kaskus. Ingin belanja tapi mager (malas gerak) tinggal klik Tokopedia. Agate Studio tempatnya game creator untuk menuntaskan imajinasi dan skill mereka. Ketika ingin beli tiket, pesan hotel, dan memperoleh info tempat liburan, Traveloka mempermudah urusannya.
Teknologi digital dibuat untuk mempermudah kehidupan, akan tetapi di sisi lain tidak mudah bagi pelaku startup untuk menjalaninya. Mereka mesti growth dan scaling, lalu berinovasi agar bisa terus hidup, karena sebagian lainnya mengalami kegagalan. Sebagian lainnya tetap menumbuhkan harapan untuk mencapai status unicorn atau decacorn.
Sebagai suatu bisnis, tentu saja startup mesti melengkapi instrumen operasionalnya bertahap. Aspek legal and compliance mesti disiapkan dengan baik, karena nantinya akan menjadi mature startup hingga bergerak dalam skala corporate startup.
Proses pendirian yang dilakukan founder dan co-founder bisa dilakukan dalam bentuk yang paling sederhana. Mereka bisa mulai dengan bentuk usaha dagang, lalu bertahap meningkat setelah mencapai growth and scaling bisa membentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Bentuk usaha dagang dimulai karena founder dan co-founder tidak perlu rumit dengan urusan pajak untuk bisnisnya.
Tentu saja di awalnya founder dan co-founder adalah para "techminator". Mereka bisa saja hustler dan hacker seperti Steve Jobs dan Steve Wozniak atau berwujud pasangan hacker seperti Bill Gates dan Paul Allen, di mana mereka juga satu tipikal dengan Sergey Brin dan Larry Page. Meskipun demikian, ada juga startup yang memerlukan kehadiran hipster untuk melengkapinya.
Soal pendirian perusahaan di awal bukan menjadi prioritas utama dalam startup, karena yang utama adalah produk lalu bagaimana produk itu bisa memberikan value kepada user di ekosistem. Setelah produk digemari, maka akan memunculkan habitus untuk intention to consume atau intention to buy.
Ketika startup itu akan menjadi populer, di saat itulah mereka akan mulai mencari seed fund dari investor seperti venture capital. Sebelumnya mereka bisa saja memperoleh pendanaan dari angel investor atau menjalankan startup-nya secara bootstrapping.
Urusan legalitas menjadi penting kemudian saat berhadapan dengan investor venture capital. Jika startup sudah mempunyai bentuk badan hukum Perseroan Terbatas, ketika investment term sheet disodorkan kepada startup, mereka akan menegosiasikan jumlah porsi saham yang sesuai dengan nilai investasi di startup.
Di Indonesia, tidak ada pembagian saham Seri A, Seri B, Seri C dan seterusnya dalam hukum perusahaan. Maka jangan disamakan bentuk saham itu dengan investment round yang dilakukan startup ketika memperoleh investment round Seri A, Seri B, Seri C dan seterusnya.
Startup dengan bentuk Perseroan Terbatas masuk dalam klasifikasi perusahaan tertutup, hingga kemudian startup mencapai valuasi tertentu lalu mereka memutuskan untuk memperoleh pendanaan dengan skema Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Setelah IPO startup akan memperoleh status menjadi Perseroan Terbatas Terbuka dan diberi tambahan "tbk" di belakang nama entitas bisnisnya.
Dalam operasional startup sehari hari, tentu saja mesti memenuhi legal and compliance yang berlaku di Indonesia, mulai dari aspek perizinan, ketenagakerjaan, dan perpajakan. Lalu kemudian yang penting diperhatikan adalah aspek hak kekayaan intelektual, seperti merek, hak cipta, dan paten, karena produk-produk yang dibuat mesti memperoleh perlindungan hak kekayaan intelektual.
Seperti halnya suatu ekosistem, tidak ada yang langsung menjadi sempurna. Orang mesti memahami nature of business dan culture dari startup. Pergerakan dan pertumbuhannya memerlukan kolaborasi dari banyak pihak. Di Indonesia masih memerlukan banyak pembenahan untuk menjadikannya kemudian bisa setara dengan ekosistem di Silicon Valley pada khususnya atau di Amerika Serikat pada umumnya.
Maka dari itu, soal regulasi mesti diperhatikan dan dipahami dengan baik, seperti halnya penerbitan regulasi ride hailing, kemudian soal perpajakan e-commerce, atau juga mesti ada yang mulai membahas soal bentuk crowdfunding dengan definisi meluas untuk mendanai startup. Jadi bukan hanya sekedar crowdfunding by project.
Passion, Purpose dan Journey setiap orang berbeda beda. Demikian juga startup yang meramaikan ekosistem bisnis di Indonesia. Tentu saja startup punya value masing masing dan itu kemudian bisa memberikan impact ke ekosistem.
Ekosistem semakain ramai dan maju, orang semakin banyak terlibat, pengetahuan dan keahlian semakin merata, penghasilan makin meningkat, lalu kemudian akan menumbuhkan daya saing perekonomian yang lebih baik. Saya lebih suka menyebutnya secara kasual sebagai "startup: it means start to the up".
- Disclosure: Tulisan tamu ini dibuat oleh Doni Wijayanto. Ia saat ini menekuni bidang hukum, bisnis, dan teknologi. Bisa dikontak via email ke dnwija@gmail.com
Tulisan ini merupakan rangkaian perkenalan buku "Legal in Startup Business".