Bidik Segmen Khusus, BrandClozet Tak Ingin Bersaing dengan E-Commerce Fashion Besar
Dari sekian banyak industri yang tidak pernah mati, fashion menjadi salah satunya. Selain sebagai kebutuhan pokok manusia, sandang juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pribadi pemakainya. Hal ini juga berlaku untuk dunia e-commerce di Indonesia, di mana segmen e-commerce fashion terus tumbuh dan berkembang.
Mungkin kita bisa mengkategorikan busana dengan dua kategori besar seperti casual atau pun formal, yang akan terbagi dengan banyak cabang-cabangnya. Lini brand pun bermunculan dari coutoure hingga ready to wear. Beragam pakaian tersaji di butik mewah dengan harga selangit hingga yang terjual di distro-distro kecil, namun yang namanya pilihan gaya semua akan kembali lagi kepada pemakai. Setiap orang akan memiliki ciri sendiri. Tak dipungkiri manusia ingin selalu tampil beda dan unik. Tidak semua orang terseret dengan tren, sekali lagi tidak semua orang juga terpaku untuk selalu tampil posh dengan deretan nama designer terkenal dari ujung kepala hingga kakinya layaknya papan iklan gratis.
Karakter, selera, acara, hingga kocek akan menentukan gaya berpakaian seseorang dan tentu saja pilihan brand dan tujuan belanja mereka. Ini saja sudah cukup mendorong orang-orang di industri ini untuk terus berkarya, melahirkan brand dan lini fashion mulai dari yang besar atau kecil. Semua punya peluang untuk berkembang.
Timbulnya distro-distro pakaian di setiap kota menunjukan sebuah pasar yang selalu membutuhkan alternatif serta pilihan dalam gaya berbusana. Kalau bicara soal distro, kita berarti bicara mengenai butik-butik kecil sebagai alternatif belanja, dengan harga pakaian yang relatif murah dan terjangkau.
Di bidang fashion sendiri, UKM-UKM kecil ini pun tak semuanya memiliki toko online. Padahal peluang pemasaran yang lebih luas terbuka bagi mereka. Platform seperti marketplace hadir untuk memberikan peluang kepada UKM tersebut untuk lebih memperluas jaringan pasarnya melalui internet. Selain marketplace, e-commerce fashion yang hadir lebih dulu pun juga banyak melakukan kerja sama dengan brand untuk bergabung kepada mereka, membantu menjualkan produknya.
Akhir tahun lalu, tepatnya tanggal 6 Desember 2013, hadir satu lagi e-commerce fashion: BrandClozet dengan gimmick marketing yang mengusung kampanye selama tujuh hari. Produk pakaian yang ditawarkan di situs ini merupakan merek-merek dari berbagai distro di Jakarta dan Bandung, juga merek internasional seperti Nicole Lee dan Pierre Cardin. Setiap produk tersebut akan ditawarkan dengan diskon hingga 70 persen. Kampanye hanya berlangsung selama tujuh hari untuk setiap produk yang sedang dipromosikan.
“Diskon akan disesuaikan dengan barangnya, kalau produk last season tentu saja diskonnya besar. Sedangkan produk baru tak mungkin didiskon hingga 70 persen,” ujar Detty Wulandari, sang penggagas BrandClozet.
Promosi dengan kampanye berjangka waktu tertentu serta diskon bukan hal yang baru di dunia perdagangan elektronik. Termasuk kampanye meng-online-kan UKM juga bukan hal yang sekali dua kali kita dengar, ini sudah menjadi nafas yang selalu dihembuskan para penggiat e-commerce. BrandClozet masuk di tengah-tengah pasar persaingan yang ketat tersebut.
“Kami tidak ingin bersaing dengan pemain besar tersebut yang memiliki dana besar. Karena BrandClozet murni hadir untuk mengembangkan UKM di Indonesia. Menggandeng pemilik brand, di distro-distro kecil untuk memasarkan produknya,” tegasnya.
Detty lebih lanjut menjelaskan, produk yang ditawarkan memasang harga yang kompetitif, karena target BrandClozet sendiri adalah remaja dan mahasiswa. “Mereka enggak peduli dengan brand besar, yang mereka ingin justru penampilan yang unik. Kalau bisa orang enggak tahu yang dipakai dan nanya ‘baju lo keren deh, beli di mana?’,” ujarnya.
BrandClozet menargetkan kampanye 15 merek yang bergabung tiap bulannya pada tahun ini, naik dari lima di tahun 2013. “Mungkin angkanya terlalu kecil, tapi kami memang melakukan pendekatan pada brand langsung, dan kebanyakan dari mereka UKM yang tak paham soal tetek bengek toko online. Buat mereka yang penting perputaran uang dan selalu ada uang masuk. Artinya barang yang terjual, karena mereka menjalankan bisnis dan harus bayar gaji orang, termasuk membayar penjahitnya,” jelasnya panjang lebar.
Detty menjelaskan bahwa seluruh urusan toko online diambil alih oleh BrandClozet, mulai dari pemotretan produk, transaksi, hingga pengiriman barang.
Kampanye tujuh hari itu juga termasuk cara agar tidak memberatkan pihak brand tersebut. “Ada hal yang memberatkan UKM saat harus bergabung dengan toko online, yakni barang mereka [ditahan] hingga tiga bulan dan belum tentu stoknya juga habis terjual, padahal mereka butuh uang masuk terus. Kalau tak terjual yang rugi mereka. Nah tujuh hari itu waktu untuk menahan barang tersebut di BrandClozet, jadi mereka juga mendapat hasil yang cepat,” jelas Detty.
Baru berjalan sebulan, tanpa iklan dan hanya promosi dari mulut ke mulut, Detty mengatakan pageviews BrandClozet sudah mencapai 200 ribu dengan banyak transaksi terjadi di luar dugaaannya. Dia mengatakan cukup senang dengan pencapaian ini. "Bahkan untuk produk yang harganya jutaan pun terjual."
“Pemilik brand dan distro tersebut rata-rata sudah punya barisan pelanggannya yang kuat. BrandClozet cuma minta mereka memberitahu pelanggannya bahwa produknya bisa didapatkan secara online,” ujar Detty menjelaskan alasan BrandClozet mendapatkan begitu besar animo.
Detty yang percaya dengan rekomendasi dari mulut ke mulut ini pun mengatakan kepada DailySocial bahwa meski BrandClozet masih baru dan namanya belum dikenal luas, Ia pribadi telah diundang ke ajang Hongkong Fashion Week sebagai calon buyer dalam waktu dekat ini.
Ia juga tidak mau menunggu pasar Indonesia matang dan siap untuk e-commerce. “Pasar di Indonesia memang belum siap. Ekosistemnya juga belum mapan. Tapi masak kita mau tunggu e-commerce di Indonesia mapan dulu. Sementara pemain-pemain besar dari luar negeri saja sudah colongan hadir di sini. Karena mereka lihat ada potensi.” ujarnya optimis.
Menurutnya ia tidak keberatan tumbuh perlahan tapi terus besar seiring jalan, sebab Detty mengatakan bahwa memang tujuannya adalah membangun komunitas. Serta di tengah masalah kepercayaan yang masih rentan, ia menegaskan, ”Garis depan sebuah e-commerce adalah customer service-nya. Pelanggan itu bukan angka, makanya saya bilang jangan pernah mendiamkan komplain. Setiap komplain dan pujian harus selalu ditanggapi.”