Borneo SkyCam, Pengembang Drone Asal Pontianak
Mengembangkan unit perangkat secara mandiri untuk pemetaan, pengawasan, dan sebaran sinyal di wilayah pelosok
Kalimantan adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Demografi wilayahnya cukup unik, selain masih banyak didominasi oleh hutan, pulau ini juga berbatasan langsung dengan negara tetangga. Medan yang menantang membuat pengawasan melalui udara menjadi lebih efektif, khususnya untuk kebutuhan militer (pengawasan perbatasan) dan pertanian (pemetaan lahan). Kondisi tersebut dilihat sebagai peluang oleh tim Borneo SkyCam, sebuah startup pengembang perangkat pengawas berbasis pesawat nirawak (drone).
Peluang selanjutnya juga dilihat dari komoditas produk drone yang ada saat ini untuk kebutuhan di Kalimantan. Jika menggunakan drone biasa, ada beberapa keterbatasan yang menjadikan prosesnya kurang efektif. Salah satunya soal kemampuan baterai yang sangat terbatas, menjadikan jam terbangnya tidak bisa lama. Untuk itu Borneo SkyCam mengembangkan drone dengan kemampuan khusus untuk pengamatan di wilayah yang luas.
Salah satu pendekatan yang dilakukan ialah baterai menggunakan panel surya –cukup menjanjikan, mengingat Kalimantan terletak di garis khatulistiwa, sehingga penyinaran matahari sangat efektif selama 12 jam. Dukungan panel surya membuat drone besutan Borneo SkyCam mampu terbang dengan jangkauan eksplorasi 4000km berkecepatan 200km/jam, dengan daya tahan baterai mencapai 16 jam.
"Teknologi drone bisa dioptimalkan untuk memetakan lahan tanpa harus menelusur dengan jalur darat yang biasanya berdampak pada kerusakan hutan, karena harus membuka jalur yang belum pasti. Sampai saat ini Borneo SkyCam terus fokus kepada riset-riset pesawat nirawak dengan bahan bakar yang ramah lingkungan," ujar Co-Founder Borneo SkyCam, Hajon Mahdy Mahmudin.
Hajon berpendapat, riset seperti inilah sangat dibutuhkan Indonesia saat ini, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Dibutuhkan alat yang dapat menembus pelosok-pelosok negeri. Borneo SkyCam memanfaatkan Internet of Things (IoT) sebagai media berbagi informasi hasil penelusuran yang ditangkap.
Terutama untuk pemetaan lahan
Borneo SkyCamp didirikan Tony Eko Kurniawan, Hajon Mahdy Mahmudin, Aprianto Setya Putra, Eko Jatmiko, dan Dede Himandika sejak tahun 2012 di Pontianak. Keempatnya berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro. Awalnya Borneo SkyCam dikembangkan karena pada saat itu drone sangat langka di Kalimantan Barat. Debut yang pernah dilakukan Borneo SkyCam ialah kerja samanya dengan program TOPDAM (Topografi Daerah Militer) milik KODAM 12 Tanjungpura dan Badan Pertanahan Nasional wilayah Kalimantan Barat. Sampai saat ini Borneo SkyCam sudah melayani permintaan layanan yang lebih luas hingga terakhir ke Papua.
Drone yang sedang dibuat Borneo SkyCam memiliki lebar 3 meter. Bahan-bahan pembuat drone saat ini 80 persen merupakan bahan lokal Indonesia dan 20 persen sisanya masih impor seperti panel surya dan motor penggerak. Drone ini dikontrol dengan dua cara, remote control dan laptop, yang disambungkan dengan internet untuk kebutuhan pemantauan real-time. Sedangkan sistem yang dikembangkan ditujukan untuk pemancar sinyal ke pelosok, kebutuhan pemantauan, dan pemetaan.
Menceritakan studi kasus pemanfaatan drone yang pernah dilakukan, Hajon berujar, "Kami dari 2012 melakukan riset dan memang sudah mengembangkan sistem pemetaan. Drone kami sudah digunakan untuk memetakan 4 bandara di NTT, pemetaan wilayah di Papua, dan pemetaan beberapa perkebunan di Kalimantan. Terakhir drone yang kami produksi juga dibeli oleh salah satu kementerian untuk digunakan pemetaan lahan."
Selain menawarkan perangkat drone yang dikembangkan, Borneo SkyCam juga mengembangkan model bisnis melalui lembaga riset pesawat nirawak, jasa pemetaan, dan lembaga pendidikan robotika.