Cerita Burgreens, Pionir Restoran Makanan Vegan di Indonesia
Segera resmikan aplikasi untuk pemesanan makanan online
Dulu, untuk menemukan restoran khusus makanan vegan di Indonesia masih sulit, bahkan Jakarta sekalipun. Alternatif yang ada pada saat itu adalah mengunjungi restoran Cina. Kesulitan tersebut akhirnya menginspirasi Helga Angelina Tjahjadi dan Max Mandias untuk mendirikan Burgreens. Kebetulan keduanya adalah konsumen makanan vegan.
Burgreens merupakan restoran makanan vegan yang dirancang khusus untuk lidah orang Asia. Meski menunya terfragmentasi, menariknya basis pelanggannya terbesar bukan vegetarian, melainkan orang-orang yang sadar terhadap kesehatan dan memilih untuk mengurangi konsumsi daging untuk alasan kesehatan dan lingkungan.
Tidak hanya menjadi restoran, visi dan misi dari Burgreens itu sebenarnya adalah gerakan sadar sosial bahwa makanan yang dipilih itu berasal dari alam dan petani lokal organik. “Sebagian besar bahan makan kami diambil dari petani lokal, salah satunya Yayasan Usaha Mulia dan BSP,” terang Marketing Manager Burgreens Irene Tjhai kepada DailySocial.
Bentuk bisnis Burgreens adalah ritel offline dengan 10 gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, dan Tangerang. Menu yang dikembangkan mulai dari makanan berat, paket katering harian, makanan beku, snack, minuman hingga makanan untuk anak.
Dalam perjalanannya, Burgreens telah menerima investasi dari ANGIN sebanyak dua kali, pada 2016 dan 2017 dengan nominal yang dirahasiakan. Perkembangan perusahaan yang pesat, akhirnya membuat Angin tertarik untuk top up masuk ke putaran terbaru.
Menurut pemberitaan di DealStreetAsia, dikabarkan Burgreens telah mengantongi pendanaan pra Seri A dari ANGIN dan Teja Ventures. Ketika dikonfirmasi ulang oleh DailySocial, Irene hanya mengatakan bahwa sebenarnya putaran tersebut masih berlangsung dan perusahaan akan mengumumkannya secara resmi.
Mulai manfaatkan teknologi digital
Irene menjelaskan sejauh ini perusahaan baru memanfaatkan kehadiran teknologi digital yang disediakan oleh mitra logistik untuk pengiriman pesanan ke konsumen. Situsnya sendiri baru menyajikan informasi mengenai menu dan direktori gerai.
Perusahaan berencana untuk merilis secara resmi aplikasinya sendiri pada dua bulan mendatang. Persiapannya sudah dilakukan sejak tahun lalu. Di dalamnya akan tersedia pilihan menu makanan sesuai preferensi lidah masing-masing, biasanya ada yang anti gluten, hanya mau vegan saja, dan sebagainya.
“Tadinya pilihan seperti itu tidak bisa jika dipesan melalui aplikasi kurir online. Tapi nanti kita bisa rincikan semua permintaan konsumen melalui aplikasi kita dan dikirim oleh kurir internal kita. Selain itu kita juga mau sediakan informasi lengkap terkait makanan organik dalam berbahasa Indonesia.”
Meski belum diresmikan, namun aplikasi ini sudah bisa diakses di Play Store.
Terpukul karena pandemi
Karena perusahaan termasuk pemain kuliner offline, secara langsung ikut terguncang karena pandemi yang saat ini masih berlangsung. Mayoritas gerainya harus ditutup pada awal PSBB diberlakukan. Meski demikian, Irene mengaku perusahaan bertekad untuk tidak mengurangi karyawan dan gaji.
“Saat PSBB, masih ada gerai kami yang tetap dibuka. Menariknya karyawan kami punya solidaritas tinggi jadi mereka memberlakukan share shift, karyawan yang kerja di gerai yang ditutup bisa kerja di gerai yang buka secara bergantian.”
Perusahaan juga terbantu dengan diberlakukannya diskon sewa dari pengelola mal. “Jujur kalau itu enggak ada, kita bakal struggling banget.”
More Coverage:
Dalam unggahan di akun media sosial Helga pada lima bulan lalu, dia menyebutkan pandemi berdampak pada menurunnya penjualan hingga 30%. Tak hanya itu harga bahan baku yang naik tajam, penurunan jumlah kunjungan ke gerai, masalah cashflow, dan keterlambatan pembiayaan yang tidak terduga.
“Hari-hari kami dipenuhi oleh pengambilan keputusan yang mendadak. [..] Kami akan mengambil beberapa keputusan yang sangat sulit dan menghancurkan hati: melepaskan anggota baru kami yang seharusnya bekerja di gerai baru kami dan menutup beberapa toko kami,” tulisnya.
Akhirnya, seiring pelonggaran PSBB oleh pemerintah setempat pada awal Juni kemarin, Burgreens kembali membuka gerai yang berdiri sendiri (stand alone) dan menerima makan di tempat (dine-in) dan takeway.
Untuk memesan makanan, konsumen tidak perlu mengunjungi kasir, cukup memindai kode QR untuk memesan menu. Saat pembayaran pun sudah non tunai, konsumen memindai kode QRIS dari nota yang bisa digunakan oleh beragam aplikasi uang elektronik, seperti Gopay, Ovo, dan Dana.