Ericsson Tuntaskan Penyelenggaraan Demo Teknologi 5G Pertama di Indonesia
Test bed radio 5G mencapai kecepatan puncak downlink sebesar 5,74 Gbps dan latensi serendah 3ms
Meski secara nyata implementasi teknologi 4G belum merata di Indonesia. Namun, vendor perusahaan teknologi dari Swedia, Ericsson telah mempersiapkan teknologi generasi kelima atau 5G di Indonesia.
Secara historis, Ericsson memang telah mengantongi paten dari teknologi jaringan, termasuk salah satunya pengembangan teknologi 5G.
Ericsson telah menuntaskan demo 5G pertama di Indonesia, termasuk 5G test bed, 5G New Radio (NR) dan penggunaan lainnya seperti tangan robot sensor gerak dan video streaming 4K secara langsung.
Test bed 5G mencapai kecepatan puncak downlink sebesar 5,74 Gbps dan latensi serendah 3ms. Konsep test bed dirancang untuk mendukung uji coba penuh yang sudah menjadi fitur penting 5G, seperti beam forming dan tracking, multi-user MIMO, transmisi multi-situs, rancangan super ramping dan dynamic TDD.
Selain itu juga mencakup kebutuhan saat uji coba pre-komersial, seperti sinyal referensi dan laporan feedback. Dengan demikian, 5G siap diuji coba dengan pelanggan dan partner dari seluruh dunia.
Latensi rendah dan reliabilitas tinggi 5G, ditambah kecerdasan dalam cloud, akan memungkinkan komunikasi manusia ke mesin yang lebih baik. Contohnya terlihat dari demonstrasi tangan robot motion-sensing yang bisa dikendalikan pengguna lewat gerakan tangan atau jari.
Aplikasi seperti ini bisa digunakan untuk berbagai tugas, termasuk operasi jarak jauh, penanganan kecelakaan di jalan atau skenario lainnya yang tidak memungkinkan kehadiran manusia.
"Yang menjadi perbedaan fundamental dari teknologi 5G, dia didesain untuk memenuhi semua kebutuhan yang sebelumnya belum mampu dipenuhi teknologi sebelumnya," terang Presiden Direktur Ericsson Indonesia dan Timor Leste Thomas Jul, Senin (3/4).
Hasil riset Ericsson memprediksi teknologi teranyar ini akan berkembang pesat dengan total pengguna lebih dari setengah miliar secara global pada 2020. Selain itu, bagi perusahaan operator teknologi 5G berpotensi untuk mendorong pertumbuhan pemasukan sebanyak 34% di 2026, jika dibandingkan pada 2016.
Di sisi konsumen, mereka akan menikmati aplikasi baru seperti augmented reality dan video streaming 4K. Sedangkan bagi industri, akan dimudahkan lewat aplikasi IoT inovatif seperti transportasi pintar dan layanan kesehatan jarak jauh, serta lainnya.
Secara global, teknologi ini belum dipakai secara komersial. Targetnya baru akan hadir pada 2020. Sebelum waktu itu tiba, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendorong perusahaan operator untuk mempersiapkan model bisnisnya. Sebab teknologi ini tidak hanya untuk akses internet saja, namun juga untuk kebutuhan bisnis.
Adopsi dari teknologi tersebut akan berdampak pada bisnis operator. Menurutnya 5G membutuhkan spektrum yang lebih luas dan biaya yang besar. Maka dari itu pihaknya mendorong operator untuk melakukan konsolidasi bisnis.
"Harapannya di 2020 nanti hanya akan ada 3-4 operator saja. Dengan demikian industri telekomunikasi akan lebih efisien sejalan dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga skala ekonominya bisa meningkat," kata Rudiantara.
Untuk mendukung teknologi 5G, pemerintah akan menyediakan frekuensi khusus 28Ghz yang akan terbagi untuk tiga sampai empat operator.
Ekosistem harus siap
Sebelum Indonesia resmi meluncurkan teknologi 5G, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengatakan bahwa semua pihak harus berpartisipasi dalam menciptakan ekosistem pendukungnya. Mulai dari spektrum frekuensi yang diberikan pemerintah, kesiapan perangkat, kesiapan pasar apakah ada contoh use case yang nyata, dan lainnya.
Menurutnya, sementara ini use case dari pemanfaatan 5G di Indonesia lebih cocok bila diimplementasikan untuk mendukung kebutuhan industri, misalnya untuk pabrik, manufaktur, kesehatan, dan lainnya.
Dia mempredikasi untuk pemakaian 5G secara komersial, kemungkinannya baru akan terealisasi empat tahun dari sekarang, atau sekitar 2021.
"Sebetulnya 5G ini titik beratnya ke arah industri, untuk pabrik besar, IoT, M2M. Kalau personal jaringan LTE sudah jauh dari cukup. Sekarang use case yang sudah teridentifikasi bisa pakai 5G itu lebih mengarah untuk industri."
Terkait pemanfaatan teknologi baru, XL saat ini sudah meluncurkan jaringan LTE sejak tahun lalu. Pengguna XL yang sudah memanfaatkan teknologi tersebut diklaim mencapai 25% dari total pengguna, adapun traffic-nya mencapai 25% dari seluruh pasar XL. Dia menargetkan adopsi pengguna untuk beralih ke LTE diharapkan bisa naik dua kali lipat pada tahun ini.