Perspektif Fiserv Tentang Kondisi Mobile Money di Indonesia
Fiserv merupakan salah satu layanan teknologi keuangan terbesar di dunia yang mulai berekspansi ke pasar Indonesia. Dalam sebuah kesempatan, kami berhasil mewawancarai Sunil Sanchdev, Managing Director for International Payments GroupFiserv, dan Andrew Parker, Sales Director for Digital Channel in Asia Pacific Fiserv, untuk berbicara mengenai kondisi mobile money di Indonesia dan tantangan yang harus dihadapi ke depannya.
Pertama-tama, Sanchdev menjelaskan bahwa Fiserv merupakan perusahaan berusia 30 tahun dengan pendapatan sekitar $5 miliar dan memiliki lebih dari 700 produk teknologi perbankan. Dengan segudang pengalaman dalam membantu institusi keuangan di negara maju, sungguh masuk akal bila Fiserv akhirnya melirik pasar Asia Pasifik, dengan Indonesia sebagai pusatnya. Parker mengatakan bahwa mereka sedang bekerja sama dengan sebuah bank besar di Indonesia dalam mengimplementasikan layanan perbankan digital secara masif yang rencananya akan diluncurkan pada kuartal kedua tahun ini.
Mengenai klien mereka di Indonesia, Parker berujar, “Saat ini kami memiliki sekitar lima klien, mulai dari menjalankan layanan akun perbankan inti kami hingga produk perbankan digital. Kesemuanya merupakan institusi keuangan.”
Tantangan bagi mobile money
Mengenai tantangan yang dihadapi oleh pembayaran mobile dan mobile money di Indonesia, Sandchev mengatakan, “Kami memiliki hak untuk berinteraksi dengan institusi keuangan dan pihak pemerintah Indonesia. Salah satu tantangan yang kami hadapi adalah fakta bahwa meskipun aktifitas pembayaran mobile banyak dilakukan, interoperabilitas merupakan suatu hal yang penting. Dalam hal ini, beberapa sistem bekerjasama untuk mendukung keberagaman, meskipun, sayangnya, tidak ada interaksi yang tercipta antara mereka.”
“Dari sudut pandang pemerintah, saya rasa yang mereka coba lakukan adalah menciptakan platform yang komprehensif yang dapat menyatukan berbagai standar dan ekosistem tersebut, sehingga membentuk suatu nilai yang jauh lebih kuat. Bukan hanya bagi mereka yang tidak memiliki atau tidak diizinkan untuk memiliki akun perbankan, namun juga bagi pihak manajemen,” tambahnya.
Parker menekankan pada besarnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akun perbankan di Indonesia. Ia berkata, “Kemampuan untuk menjangkau kelas menengah ke bawah dan menawarkan mereka solusi untuk mengatur keuangan mereka secara digital sangatlah penting bagi pertumbuhan dan kesejahteraan Indonesia sebagai sebuah negara.”
Ia menambahkan, “Pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa dikatakan cukup lambat. Saya rasa 2015 akan menjadi tahun dimana titik perubahan banyak terjadi. Saat ini saja kita bisa lihat banyak kolaborasi yang tercipta antara perusahaan telekomunikasi dan institusi keuangan dan saya kira yang paling penting adalah dukungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Tanpa hal tersebut, tidak akan ada pertumbuhan. Kesempatan yang ada sangat besar sehingga tidak akan ada pihak yang mampu untuk menang mutlak.”
Mobile money: antara bank dan operator telekomunikasi
Bank memang dipandang sebagai pihak terbaik yang dapat mengimplementasikan mobile money, namun menilik kondisi di Indonesia dimana jumlah pelanggan perusahaan telekomunikasi lebih banyak dibandingkan pelanggan perbankan, Sachdev berpendapat, “Saya rasa hal ini menarik untuk diperdebatkan, karena kami telah berpengalaman untuk beroperasi di negara maju dan berkembang. Kami telah bekerja di banyak negara, baik itu yang memiliki infrastruktur keuangan yang sangat rumit maupun sangat sederhana. Dari kedua kasus tersebut, kami menyimpulkan bahwa untuk membuat mobile money bekerja dengan efektif, kerjasama antara institusi keuangan dan perusahaan telekomunikasi mutlak diperlukan, karena dalam beberapa kasus kemampuan distribusi dari perusahaan telekomunikasi jauh melampaui institusi lainnya.”
“Namun jika kita berbicara mengenai KYC (Know Your Customer), peraturan, dan anti pencucian uang, institusi keuangan serta pemerintah sangat berhati-hati mengenai bagaimana uang mengalir di antara pelaku ekonomi, khususnya bagaimana dana tersebut masuk dan keluar. Institusi keuangan menjadi yang bertanggungjawab dalam hal ini, karena mereka memang dibentuk untuk hal tersebut,” tambahnya.
Mengenai peranan perusahaan telekomunikasi, Sanchdev mengatakan, “Saat kita bicara mengenai perusahaan telekomunikasi, mustahil untuk tidak membahas mengenai siapa yang menguasai pelanggan. Namun, yang harus diperhatikan adalah bagaimana peraturan dan para penegak hukum bekerja, sehingga transparansi bagi pemerintah dan institusi keuangan serta keamanan bagi para konsumen dapat terjamin.”
“Hal tersbeut bukanlah urusan perusahaan telekomunikasi. Bisnis mereka jauh berbeda. Perusahaan telekomunikasi yang berhasil memberikan layanan keuangan pastinya sudah diverifikasi dan diberi lisensi oleh pemerintah. Namun saat kita bicara mengenai anak perusahaan, seperti Safaricom (anak perusahaan M-PESA), Safaricom tidak melakukannya sendirian. Mereka bekerjasama dengan bank-bank di Kenya untuk mendukung layanan mereka,” katanya.
Sanchdev menyimpulkan, “Saya rasa ini bukan tentang bank melawan perusahaan telekomunikasi. Selama Anda memiliki beban, serta pemerintah yang selalu ingin mengetahui bagaimana uang dipergunakan oleh para pelaku ekonomi, dan transparansi serta peraturan mengatur hal tersebut, institusi keuangan seharusnya menjadi pihak yang berhak untuk mengatur dan mendistribusikan uang melalui semua kanal yang tersedia. Siapa yang rela disalahkan jika sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya? Menurut kami, pihak tersebut adalah institusi keuangan.”
Bagaimana bank lokal menjangkau mereka yang tidak memiliki akun perbankan
Dari sudut pandang mikro Indonesia, Parker beropini mengenai bagaimana bank bisa menjangkau mereka yang tidak memiliki akun perbankan. Ujarnya, “Saat ini bank-bank lokal seperti Mandiri dan CIMB Niaga sedang mengadakan proyek e-money untuk menarik lebih banyak pelanggan. Beberapa melakukannya sendirian, sebagian yang lain bekerjasama dengan perusahaan telekomunikasi. Menurut saya, semua institusi keuangan akan melihat bagaimana mereka memecahkan solusi, bagaimana mereka melayani pelanggan. Kami ingin memastikan bahwa Anda menggunakan teknologi yang tepat sehingga Anda dapat melayani mereka yang tidak memiliki dan tidak diizinkan untuk memiliki akun perbankan. Para pelanggan mungkin saja memulai dengan dompet mobile sebelum akhirnya memutuskan untuk memiliki akun perbankan.”
“Jadi, peluangnya sangat besar. Saya rasa pihak bank baru menyadari bagaimana mereka dapat membuat hal tersebut berfungsi dan bagaimana mencapai segmen komunitas yang lebih luas, tanpa harus mengubah bisnis tradisional yang mereka miliki. Beberapa tahun ke depan akan menjadi sangat menarik,” Parker menyimpulkan.