Go-Jek dan Blue Bird Umumkan Kemitraan Baru Lewat Go-Blue Bird
Pemanggilan taksi Blue Bird lewat menu tersendiri, sementara ini tersedia untuk pengguna Android dan melayani lima wilayah
Menjelang pemberlakuan revisi PM Perhubungan No. 32/2016, hari ini (30/1) Go-Jek dan Blue Bird meresmikan kemitraan strategisnya lewat peluncuran layanan terbaru Go-Blue Bird yang ditanam dalam aplikasi Go-Jek. Sebelumnya, kedua perusahaan ini memang telah menjalin kemitraan lewat layanan Go-Car beberapa bulan lalu.
Peluncuran ini juga dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, dan Staf Ahli Menkominfo Bidang Teknologi Herry Abdul Aziz.
Sekarang, konsumen akan memiliki dua pilihan berkendara saat ingin menggunakan taksi online dari Go-Jek, entah memilihnya lewat layanan Go-Car atau Go-Blue Bird. Yang berbeda terletak di sisi tarif. Bila memilih Go-Car, tarif akan mengacu berdasarkan standar Go-Jek, sementara kalau memilih Go-Blue Bird akan mengikuti argo taksi konvensional. Go-Blue Bird juga akan didukung dengan sistem pembayaran yang tersedia di Go-Jek, yakni Go-Pay.
"Ini simbol Go-Jek yang pro kompetisi sehat. Kami tidak sekadar kompetisi tapi juga merangkul semua pihak terbantu karena teknologi," ucap CEO Go-Jek Nadiem Makarim.
Direktur Blue Bird Adrianto Djokosoetono menambahkan layanan Go-Blue Bird ini menjadi strategi perusahaan untuk memberikan layanan terbaik terhadap pelanggan dengan memiliki multi channel access. Peluncuran Go-Blue Bird menjadi senjata perusahaan memperkuat layanan, sehingga konsumen jadi makin mudah mendapatkan jasa Blue Bird.
Mengenai perbedaan tarif dengan Go-Car, Adrian mengatakan Go-Car dan Go-Blue Bird memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau Go-Blue Bird lebih cocok dipakai untuk mampir-mampir, perjalanan yang fleksibel, atau tidak menuju satu tujuan. Di sisi lain, Go-Car memiliki tarif flat.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan kolaborasi lainnya dengan perusahaan transportasi, Nadiem memastikan bahwa saat ini perusahaan masih fokus kerja sama dengan Blue Bird.
Saat ini Blue Bird memiliki sekitar 35 ribu armada di 18 lokasi di Indonesia, sementara aplikasi Go-Jek telah diunduh lebih dari 40 juta kali. Untuk tahap awal, layanan ini tersedia di lima wilayah, yakni Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, dan Semarang.
Layanan Go-Blue Bird akan dihadirkan secara bertahap. Pengguna Android akan menerima lebih dahulu dibandingkan pengguna iOS.
Strategi Blue Bird tingkatkan pemesanan
Dikutip dari Bisnis, kemitraan dengan Go-Jek menjadi salah satu strategi Blue Bird yang ingin fokus mengembangkan diversifikasi saluran pemesanan taksi tahun ini.
Sepanjang tahun lalu perusahaan menghadapi tantangan yang cukup berat dari pertumbuhan transportasi berbasis aplikasi, berimbas pada penurunan kinerja. Belanja modal yang disiapkan untuk tahun ini sekitar Rp1 triliun, angka itu turun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Tahun ini capex kami tidak akan terlalu ekspansif, kami akan concern dengan capex untuk pengembangan teknologi. Kami ingin lebih agresif untuk kembangkan teknologi, anggaran kemungkinan akan sedikit di atas Rp1 triliun," ucap pihak Investor Relation Blue Bird Michael Tene.
Tak hanya kerja sama dengan Go-Jek, Blue Bird juga akan mengembangkan fitur lainnya untuk aplikasi yang dimiliki perusahaan, My Blue Bird. Perusahaan berencana mengembangkan fitur Easy Ride yang memungkinkan konsumen membayar secara non tunai meskipun memesan taksi melalui pemberhentian di pinggir jalan tanpa memesan dari aplikasi. Rencananya fitur tersebut akan diluncurkan pada kuartal kedua tahun ini.
Blue Bird juga berencana membuka pemesanan semua layanan Blue Bird dari aplikasi, mulai dari bus, limousine, dan mobil sewa Golden Bird.
"Fokus kami sekarang sebenarnya untuk memastikan transformasi bisnis kami bisa berjalan, sehingga membuat keuangan sehat, market share terjaga, dan secara jangka panjang bisa survive," terang Direktur Blue Bird Sigit Priawan Djokosoetono.
Kolaborasi yang baik
Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan kerja sama antara kedua perusahaan ini membuktikan bahwa taksi konvensional dan perusahaan transportasi berbasis teknologi dapat berkolaborasi. Dia pun mengibaratkannya dengan satu titik yang telah mencair.
"Ini satu titik yang mencair. Saya katakan ini tidak mudah. Tapi satu titik yang mencair. Sangat bagus kedua perusahaan ini saling berkoalisi agar saling bertumbuh," kata Budi.
Terkait revisi PM Perhubungan Nomor 32/2016, menurutnya selama ini pemerintah telah melakukan penyesuaian aturan dengan sangat hati-hati. Dia berharap aturan tersebut nantinya dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan transportasi di Indonesia.
"Kami lakukan deregulasi dengan sangat hati-hati. Sebab taksi sudah menjadi pekerjaan yang menghidupi banyak orang. Kami coba cari formulasi dengan menetapkan tarif batas atas dan bawah, agar tidak ada lagi dikotomi konflik horizontal."
Dia melanjutkan, "Pelaku usaha bisa bersama-sama berbisnis dengan baik. Masyarakat juga tidak dibodohi dengan trik tertentu. Tidak ada keinginan mencederai kenikmatan, mengalahkan satu dengan yang lainnya."