INAICTA, Kawah Kreativitas Developer Muda Indonesia
Banyak cara bisa ditempuh untuk memajukan industri digital di Indonesia. Salah satunya bisa melalui ajang kompetisi. Kompetisi selain dapat merangsang kreativitas anak muda Indonesia, juga dapat menjadi wadah entrepeneur pemula untuk menghadirkan karyanya agar lebih terekspos dan dikenal. Lomba karya cipta terbesar ICT yang saat ini ada di Indonesia adalah INAICTA atau Indonesia ICT Award, yang pada tahun ini merupakan tahun ke tujuhnya. Tahun ini INAICTA 2013 mengusung tema “Teknokreasi: A Nation of Possibilities” yang pendaftarannya sudah dibuka sejak Februari 2013 dan ditutup 31 Juli 2013 lalu.
Saat ini INAICTA telah memasuki tahap penyeleksian karya. “Tahun lalu peserta lomba tercatat lebih dari 1000 karya. Kita mencatat pertumbuhan yang signifikan di kategori games dan kategori-kategori digital media dan animasi. Mungkin total untuk area ini ada sekitar 45 persen dari total seluruh karya yang terkirim,” jelas Andreas Surya, ketua panitia INAICTA 2013.
Menurut Andreas, untuk ajang kali ini terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari kalangan perguruan tinggi dan pelajar. Terlihat dari hasil rekapitulasi tim kepesertaan INAICTA 2013 yang mencatat 1000 akun pendaftar, kategori games untuk umum dan pelajar adalah yang paling banyak diminati peserta. Kategori favorit adalah Aplikasi, pesertanya juga mahasiswa universitas maupun pelajar (SMU/SMK).
Selanjutnya kategori favorit lainnya adalah kategori Digital Interactive Media, Small Medium Enterprise Application, dan Reseach and Development Projects. “Semoga ini indikasi baik, bahwa ICT semakin dilirik generasi muda,” papar Andreas.
Banyaknya jumlah pendaftar bisa jadi merupakan sebuah indikasi positif serta tolak ukur besarnya potensi Indonesia di dunia digital.
Meningkatnya animo peserta, serta karya yang dikirimkan, INAICTA pun tak tanggung-tanggung membagi menjadi 21 kategori dan lebih dari seratus nama juri telah ditentukan oleh panitia untuk menyeleksi karya yang telah masuk. Dewan juri di antaranya adalah Yoris Sebastian (OMG Consulting), Andrew Darwis (Kaskus), Narenda Wicaksono (Nokia), Adi Panuntun (Sembilan Matahari), Angkie Yudistia (Thisable Enterprise) dan Dennis Adishwara (Layaria).
Lonjakan terbesar dari jumlah karya peserta tahun ini adalah dari kategori games yang tahun lalu dimasukkan ke dalam kategori Creative and Innovative New Media.
“Dari sisi kategori, tahun ini kategori games kita kembangkan dan menjadi salah satu highlight. Ada 4 kategori games: Games Umum, Advergames, Edu Games, dan Games dari kelompok Perguruan Tinggi atau Pelajar,”urai Andreas.
Selain meningkatnya jumlah peserta, salah satu anggota dewan juri, Narendra Wicaksono, melihat bahwa ada beberapa peserta tahun lalu yang kembali mengikuti ajang ini dengan karya yang lebih bagus.
Itu sebabnya, sebuah ajang kompetisi bisa menjadi sebuah penggerak kreativitas dan ide. Seperti yang Narendra jabarkan tentang peserta tahun lalu yang hadir kembali dengan karya yang lebih baik. Dengan begitu ajang kompetisi juga bisa menjadi sebuah wadah menimba ilmu serta pengalaman bagi pengembang dan pengusaha digital untuk terus berinovasi menghasilkan karya-karya yang lebih baik.
Banyak minat peserta yang mengembangkan game dapat terlihat kalau tren yang sedang dan akan berlangsung ke depan adalah lahirnya pengembang atau startup game lokal.
Dennis Adhiswara, melihat bahwa minat pada scene game indie lokal sangat tinggi. Namun ia mengkritisi bahwa, sayangnya yang masih mendominasi adalah tema wayang dan Batik. “Tema kewayang-wayangan dan kebatik-batikan terlalu sering diangkat oleh developer game yang ingin mengangkat budaya lokal. Budaya lokal tidak hanya wayang dan batik, bukan?”
Dennis pun memprediksikan bahwa tahun ini kemungkinan online video dan game indie akan menjadi tren bagi pengembang. “Dengan semakin mainstreamnya 3D printing, akan semakin banyak muncul penemu gadget dari kelas rumahan,” tambahnya.
Lalu bila ditelisik dari sisi pengembang yang memiliki kecenderungnya untuk mengembangkan game, apakah ini juga akan menjadi indikasi timbulnya startup lokal yang mengembangkan game indie? Kemungkinan besar jawabannya iya, namun dengan ketidakpastian yang tinggi yang menjadi karateristik sebuah startup, pertanyaan apakah startup seperti ini nantinya akan sukses?
Sebagai pelaku industri digital Dennis mengungkapkan dengan lugas bahwa, “Jujur, saya tidak tahu sebelum karya tersebut dirilis ke publik. Seringkali karya yang baik secara teknis justru tidak populer di masyarakat, begitu pula sebaliknya.” Tetapi ia menekankan bahwa dalam tahap awal sebuah startup harus tahan mental dan tidak gengsi dalam berkolaborasi.
Intinya, pelaku industri digital sepakat untuk selalu berusaha dan berinovasi dalam memajukan industri digital di Indonesia. Mayoritas pelaku, termasuk Andreas, yakin akan potensi besar bangsa ini yang masih harus terus digali, untuk terus mengejar tataran ideal. “Idealnya industri digital Indonesia fokus di area yang memang kita bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri; serta agar industri ini semakin ramah pada para inovator,” pendapat Andreas.
Ini juga yang mendorong INAICTA ke depannya akan fokus dan berupaya unfuk memfasilitasi para pemenang dan nominator agar lebih mudah dan siap masuk ke pasar.