Kunjungi Indonesia, Simak Paparan Sam Altman Soal Kecerdasan Buatan
Pendiri OpenAI ini membuka potensi kolaborasi, termasuk Indonesia, untuk mengembangkan AI dengan pemahaman bahasa dan dialek khusus
Untuk memperluas pemahaman masyarakat di Indonesia mengenai kecerdasan buatan (AI), KORIKA bersama GDP Venture mengundang Co-Founder dan CEO OpenAI Sam Altman, pengembang aplikasi revolusioner ChatGPT di Jakarta, Rabu (14/6).
Dalam sesi bertajuk "Conversation with Sam Altman" dengan para profesional, praktisi, dan media selama satu jam penuh, ia menyampaikan rencana OpenAI untuk mengembangkan ChatGPT yang menghadirkan informasi hingga riset untuk semua pengguna.
Inspirasi dari Y Combinator
Didirikan pada 2015, OpenAI adalah lembaga nirlaba di bidang riset dan pengembangan AI. Misi OpenAI adalah memastikan manfaat AGI (kecerdasan artifisial umum) bagi umat manusia. Teknologinya meliputi sistem bahasa alami GPT-4 dan ChatGPT, sistem generasi gambar DALL·E, dan sistem pengenalan ucapan sumber terbuka mereka, Whisper.
Praktisnya, ChatGPT memiliki beragam kegunaan, yakni dapat digunakan untuk memecahkan masalah kompleks, memberikan informasi atas pertanyaan dan permintaan, menginspirasi gagasan baru di bidang kreatif, serta membantu memahami konsep kompleks dengan menjelaskannya dengan kata-kata lebih sederhana, memberikan definisi, atau memberikan contoh yang berguna.
Altman mengungkap, pengalaman yang ia dapat selama ini sebagai Presiden sekaligus investor di Y Combinator, telah membantunya membangun OpenAI dan mengembangkan teknologi ChatGPT. Kinerja startup yang dinamis di Silicon Valley memungkinkan inovasi untuk tumbuh meski berisiko gagal. Menurutnya, kegagalan dapat melahirkan ide dan inovasi baru yang bakal sukses.
"Yang saya pelajari dari Y Combinator adalah tidak masalah jika gagal. Perlu diperhatikan, nantinya bukan cuma akses kepada modal dan pekerjaan saja yang penting, tetapi produk yang diluncurkan bisa diterima baik oleh lingkungan terdekat, seperti teman dan keluarga," kata Altman.
Keterlibatan Altman dengan Y Cominator dimulai di 2011 saat Loopt, startup yang ia dirikan, diakuisisi oleh Green Dot Corporation. Ia kemudian menjadi angel investor dan penasihat startup sebelum diangkat menjadi Presiden Y Combinator di 2014.
Di bawah kepemimpinan Altman, Y Combinator memperluas cakupan dan pengaruhnya dalam ekosistem startup, menyediakan pendanaan, bimbingan, dan sumber daya bagi banyak perusahaan sukses, termasuk Airbnb, Dropbox, dan Reddit. Altman mengundurkan diri sebagai presiden pada 2019, tetapi tetap menjabat sebagai Chairman Y Combinator.
Pada Juli 2019, OpenAI mengumumkan kemitraan dengan Microsoft di mana Microsoft menjadi penyedia cloud OpenAI. Kemitraan ini menyediakan OpenAI dengan sumber daya komputasi yang dibutuhkan untuk riset dan pengembangan teknologi AGI. Microsoft juga berinvestasi di OpenAI sebesar $1 miliar untuk mendukung riset dan pengembangannya.
"Ini adalah teknologi yang memiliki impact. Untuk itu, semakin banyak orang berpartisipasi mengakses teknologi ini, semakin baik teknologi ini akan bekerja. Secara fundamental OpenAI adalah perusahaan riset, dan menurut saya negara yang menyambut baik teknologi ini dan secara cepat akan memberikan masa depan yang baik bersama," kata Altman.
Memahami risiko AGI
Meskipun OpenAI awalnya didirikan sebagai organisasi nirlaba, pada 2019, mereka berubah menjadi entitas dengan tujuan mencari keuntungan yang disebut OpenAI LP. Perubahan ini dilakukan untuk mendapatkan sumber daya dan pendanaan yang diperlukan guna mencapai tujuan dalam riset dan pengembangan AGI .
"Kami ingin melakukan hal tersebut sebagai perusahaan nirlaba. Kami tidak mau mengorbankan misi kita, seperti akses dan pengambilan keputusan. Jadi, kami buat strukturisasi baru di mana kami akan berdiri sebagai organisasi nirlaba, tetapi ada subsidiary capital profit. Jadi, kami bisa memanfaatkan kapital, memberikan investor dan pegawai fix return, tapi lebih dari itu excess return akan diberikan kepada nirlaba," kata Altman.
OpenAI juga menekankan pentingnya keselamatan jangka panjang dalam pengembangan AGI dan perlunya mempromosikan distribusi manfaatnya secara luas. Perusahaan ini telah menerbitkan riset, berkontribusi pada komunitas kecerdasan buatan, dan secara aktif berkolaborasi dengan organisasi lain untuk memajukan bidang ini dengan cara yang bertanggung jawab dan bermanfaat.
"Terkait dengan risiko AGI, menurut saya long term dan short term risk menjadi penting. Misi kami sebagai perusahaan adalah AGI-focused. Saat ini sudah banyak perusahaan yang memikirkan short term risk, tetapi penting untuk melihat risiko tersebut dari berbagai tahap," kata Altman.
Memahami risiko-risiko ini membutuhkan riset proaktif, pengembangan kebijakan, dan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengembang kecerdasan buatan (AI), pembuat kebijakan, ahli etika, dan masyarakat secara luas. Organisasi seperti OpenAI dan yang lainnya secara aktif terlibat dalam memahami dan mengurangi risiko-risiko tersebut untuk memastikan pengembangan AGI yang aman dan bermanfaat.
"Menurut saya GPT-4 adalah model paling sejalan yang kami buat dan tidak ada existential risk. Kami menghabiskan waktu sekitar delapan bulan melakukan pelatihan, sampai pada akhirnya kami meluncurkannya," kata Altman.
Disinggung peran OpenAI untuk edukasi, Altman menyebutkan, saat awal diluncurkan, banyak guru di Amerika Serikat melarang penggunaan ChatGPT untuk siswa mereka. Namun, saat ini sudah mulai banyak guru di sekolah yang menyambut baik teknologi ini untuk membantu siswa menyerap informasi.
Terkait dengan bias dalam model bahasa AI seperti ChatGPT, penting untuk diakui bahwa model-model tersebut dapat secara tidak sengaja mencerminkan bias yang ada dalam data yang digunakan untuk melatihnya. OpenAI berupaya secara aktif bekerja untuk mengatasi persoalan tersebut dengan meningkatkan proses pelatihan, meminimalkan bias, dan mencari masukan eksternal untuk audit dan evaluasi.
OpenAI juga mengundang kolaborasi strategis dengan berbagai negara termasuk Indonesia, untuk mencerdaskan teknologi yang mereka miliki dalam hal pemahaman bahasa hingga dialek secara khusus, agar bisa lebih mudah dan relevan digunakan oleh semua orang di berbagai negara.