Layanan Streaming dan Harapan Industri Musik Tanah Air
Managing Director Universal Indonesia Wisnu Surjono optimis streaming dapat menjadi platform masa depan musik tanah air
Evolusi yang terjadi dengan dunia teknologi telah menciptakan pergeseran yang drastis bagi konsumen dan produsen dalam industri musik. Akui saja, industri musik saat ini telah melewati masa-masa mendapatkan keuntungan murni dari musik rekaman. Yang dibutuhkan saat ini adalah saluran distribusi berbasis teknologi yang dapat membuat industri musik tetap hidup. Menurut Managing Director Universal Music Indonesia Wisnu Surjono dalam workshop yang digelar CSIS bekerja sama dengan Kementrian Luar Negeri, pilihannya jatuh pada teknologi streaming.
Harus diakui, pesatnya evolusi teknologi telah berhasil menciptakan pergeseran drastis dalam menikmati musik. Ini juga membuat industri musik, sejauh yang saya tahu di Indonesia, mengalami kesulitan untuk mengeruk keuntungan seperti masa ketika kaset dan Compact Disk (CD) berjaya.
Managing Director Universal Musik Indonesia Wisnu Surjono pun mengungkapkan bahwa pendapatan musisi tanah air terbesar saat ini berasal dari aktivitas offline, seperti konser. Dari ranah digital, RBT yang beberapa tahun silam sempat berjaya, ternyata masih memiliki peranan. Ini tak lepas dari fakta masih mendominasinyafeature phone di Indonesia, menurut Wisnu.
Teknologi streaming dan hijaunya lahan industri musik tanah air
Pun industrinya tengah mengalami pasang surut, tetapi pada intinya musik itu sendiri tidak akan pernah mati karena musik cenderung dapat menciptakan ikatan emosional pada penikmatnya. Ini juga yang menyebabkan industrinya sendiri dapat tetap bertahan meski mengalami pasang surut di tengah evolusi teknologi yang cepat. Belum lagi perilaku pembajakan yang seolah sudah mendarah daging di tanah air.
Meski tergerus perlahan, bukan berarti tidak ada harapan sama sekali. Wisnu percaya bahwa ke depannya, melalui teknologi streaming, industri musik dapat kembali berjaya.
Wisnu mengatakan, “Realitasnya, [industri musik tanah air] lebih banyak down-nya saat ini. […] Indonesia sendiri sebenarnya masih ketinggalan [untuk teknologi streaming], sampai ketika Apple Music masuk. […] Ke depannya saya yakin, optimis, bahwa musik streaming ini akan jadi masa depan platform-nya untuk musik [tanah air].”
Pada kenyataannya, sudah sejak setahun belakangan ini, banyak pemain baru bermunculan yang menawarkan layanan streaming di tanah air. Dari luar, ada Guvera yang yakin perkembangan streaming di Indonesia terus meningkat, Deezer, dan Rdio. Sedangkan dari dalam negeri ada Ohdio dan Langit Musik yang baru saja meluncur dengan versi terbarunya.
Alasan mereka mau tetap hadir di Indonesia meski infrastruktur jaringan internet terbilang payah tidak lepas dari alasan klasik yang sering didengar, yakni potensi pasar Indonesia sangat besar. Dengan status negara berkembang, potensi pasar tersebut masih belum digarap maksimal. Ini berlaku juga untuk setiap sektor industri, terutama e-commerce, dan menjadi alasan utama mengapa banyak pemain melihat Indonesia sebagai lahan hijau mereka untuk mengeruk keuntungan.
Tantangan-tantangan yang harus dilewati
Meski potensinya belum digarap maksimal, bukan berarti melakukannya semudah membalikan telapak tangan. Ada beberapa tantangan yang harus mampu dilewati oleh para pihak terkait agar dapat membuat industri musik kembali stabil melalui ranah digital. Wisnu menyebutkan salah satu hambatan yang harus dilewati adalah infrastuktur jaringan internet Indonesia yang masih tertinggal.
“Selama ini, kalau mau streaming di jalan, lagunya masih sering putus-putus. Dengan adanya teknologi 4G dan Wi-Fi yang lebih stabil, harusnya streaming bisa lebih bersahabat nantinya,” ujar Wisnu.
Di samping infrastuktur, hak paten juga harus diperhatikan kembali karena era digital telah membuat batas legalitas menjadi sangat tipis. Harus diakui juga bahwa musik rekaman sudah tidak dapat dikembangakan lagi. Dalam artian, fungsi tradisional dari perusahaan rekaman, seperti produksi dan distribusi, perlu perubahan drastis untuk dapat mengikuti evolusi digital.
Yang mungkin paling rumit untuk dipecahkan ada di sisi pengguna akhir atau si penikmat musik itu sendiri. Sebagai negara yang sering disebut memiliki aktivitas pembajakan tinggi, pengguna perlu diberikan insentif lebih terhadap akses legal yang lebih luas dan mudah demi memerangi pembajakan itu sendiri. Jika tidak, bukan tidak mungkin masyarakat yang enggan membayar untuk konten digital, khususnya musik streaming malah semakin bertambah, bukan berkurang.