1. Startup

LinkAja Perkenalkan CFO Baru dan Siapkan Pendanaan Seri B di Tahun 2020

Pengembangan "use case" pembayaran yang diakomodasi LinkAja akan mengacu pada solusi kebutuhan sehari-sehari

Platform uang elektronik LinkAja akan mengejar pertumbuhan bisnis hingga dua kali lipat tahun depan. Sebagaimana disampaikan CEO Danu Wicaksana, perusahaan kini sudah mengantongi 40 juta pengguna terdaftar per November 2019.

“Kami lihat industri e-money akan semakin marak tahun depan. Kami akan lebih ekspansif, terutama dengan pencapaian saat ini,” ujarnya saat membuka acara LinkAja Outlook 2020, Selasa (17/2).

Untuk mempercepat upaya ekspansi, ungkap Danu, perusahaan bahkan menambah jumlah SDM yang ada, dari 80 orang dari awal didirikan hingga sekarang mencapai 400 orang, dengan 250 di antaranya adalah engineer.

Sementara dari sisi layanan, Chief Marketing Officer LinkAja Edward Kilian menyebutkan akan ada pengembangan use case lebih banyak di 2020, termasuk fitur/layanan untuk consumer dan merchant. Salah satu yang akan diperkenalkan dalam waktu dekat adalah layanan LinkAja Syariah.

”Layanan finansial pasti berkutat pada produk wealth, loan, dan protection. Pengembangan use case kami akan mengikuti itu dan fokus di transportasi. Bagi kami, membangun ekosistem lengkap itu sangat penting,” ucap Edward.

LinkAja akan meningkatkan jumlah titik cash-in dari saat ini yang mencapai 1 juta titik. Untuk ekosistem lokal, perusahaan akan masuk ke 35 kluster di segmen mikro dan ultra mikro.

Pasca komersial sebagai produk pembayaran elektronik pada Februari lalu, LinkAja bergegas memulai manuver untuk menjadikan platform-nya sebagai solusi bukan sebatas opsi.

Sejak awal, LinkAja membidik pasar “mass and aspirant” yang didefinisikan sebagai segmen underbanked dan unbanked yang melihat e-money sebagai solusi untuk kebutuhan sehari-hari.

Sejumlah inisiatif use case yang menjadi sasaran utama LinkAja adalah produk yang penggunaannya berkaitan dalam kehidupan sehari-sehari, seperti transportasi, pembayaran tagihan, dan pembelian bensin.

Per November 2019, pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) atau nilai transaksi yang berputar mencapai 4,8 kali per bulan dibandingkan pada awal beroperasi di Februari 2019. Kemudian, pengguna aktif bulanan tumbuh mencapai 5,1 kali dan transaksi bulanan berkisar 4,7 kali dibanding Februari 2019.

Dari kategori produk, LinkAja telah mengantongi 200 transaksi pembayaran produk telekomunikasi, 400 transaksi pembayaran tagihan, 3.000 transaksi untuk donasi dan rumah ibadah, 250 ribu merchant offline, 380 mitra e-commerce, dan tersedia sebagai opsi pembayaran di 2.500 SPBU.

Dari lini tranportasi, saat ini LinkAja sudah bisa dipakai di Gojek, Grab, Bluebird, Commuter Line, Damri, KAI Access, dan menyusul segera di MRT Jakarta.

Berdasarkan Fintech Report 2019, saat ini GoPay menjadi digital wallet paling banyak dipakai sebesar 83,3 persen, diikuti OVO (81,4%), DANA (68,2%), dan LinkAja (53%).

CFO baru dan rencana penggalangan dana

Pada paparan Outlook 2020, Ikhsan Ramdan yang didapuk sebagai Chief Financial Officer memastikan rencana penggalangan pendanaan Seri B yang akan dilakukan tahun depan.

“Kami masih tahap pertumbuhan, butuh modal untuk ekspansi. Arahan dari shareholder kami adalah membuka diri ke pihak swasta. Caranya bisa partnership atau injeksi capital,” ungkapnya.

Disinggung soal strategi bakar uang yang banyak dilakukan oleh pemain dominan, ia menegaskan bahwa strategi yang akan dijalankan perusahaan akan tetap mengacu pada visi dan misi perusahaan, yakni meningkatkan inklusi finansial.

Sementara Edward justru menilai bahwa LinkAja sebagai produk pembayaran memiliki posisi yang menguntungkan karena lebih netral. Ia mencontohkan bahwa LinkAja tersedia juga sebagai opsi pembayaran Gojek.

Kami bisa masuk lintas use case. Jadi kami tidak perlu bakar uang lebih banyak di posisi kami saat ini. Goal kami adalah bagaimana mencapai visi-misi perusahaan, bukan valuasi untuk menjadi unicorn,” tambahnya.