[Manic Monday] Apa Yang Kamu Bisa Pelajari Dari Krayola
Kali ini saya mau cerita sedikit soal diri saya sendiri - lebih ke pengalaman saya beberapa tahun lalu, menjadi bagian dari band bernama Krayola. Krayola adalah band yang sebenarnya sudah ada cukup lama di dunia musik Jakarta, dan sempat sering bermain di berbagai acara pensi di jamannya. Berhubung semua anggotanya menyambi pekerjaan lain, jadi pergerakan band ini terbilang cukup lambat. Cerita yang cukup klasik di dalam industri musik di Indonesia.
Suatu hari di tahun 2007 (kapan tepatnya saya lupa), saat saya masih bekerja di sebuah perusahaan rekaman, ada temannya teman menghubungi dan menawarkan untuk ikut audisi sebuah band bernama Krayola. Saya diberi beberapa materinya untuk dipelajari, yang akan dimainkan saat audisi. Setelah sebelumnya mencoba bermain bersama sebuah band bernama Oracle (yang akhirnya ternyata musiknya tidak cocok dengan saya sendiri), saya memang sedang mencari band lain dan sempat menyebarkan ke beberapa teman untuk mencari tahu soal band yang mungkin membutuhkan seorang pemain bass.
Singkat kata, saya diterima setelah audisi tersebut, dan Krayola akhirnya mulai rekaman album pertamanya dengan serius. Saya sempat menggugat keinginan ini, karena saya bertanya, "Buat apa rekaman? Nanti rekamannya mau diapakan?" Idealisme sang vokalis, Eriz, yang menciptakan seluruh lagu-lagunya Krayola, adalah supaya mempunyai sebuah karya. Cukup seperti itu. Padahal membuat rekaman kan butuh waktu, tenaga dan pastinya biaya. Namun, kita tetap melanjutkan rencana rekaman ini, dengan bantuan rekan yang memiliki studio di Bogor.
Setelah rekaman selesai pun, akhirnya kita malah bingung materinya diapakan. Krayola akhirnya menandatangani kontrak master license dengan Spillz Records (kini non-aktif) dan sempat memasukkan salah satu lagunya ke tangga lagu indie salah satu radio, tapi alhasil EP tidak dirilis-rilis. Karena Spillz Records saat itu belum ada hubungan kerjasama dengan para operator, tidak ada cara untuk memasukkan lagu Krayola sebagai ringbacktone ataupun ke layanan digital lain, hingga kontrak habis masa. Saat kita pentas di sebuah acara mall, yang mendekati kita malah content provider, yang mencari konten untuk dijual sebagai ringbacktone.
Sampai saat ini lagu-lagu Krayola masih 'hanya' berupa file MP3 dan WAV yang kami simpan di harddisk kami, tanpa diapa-apakan lagi selain dipasang pada website Krayola dan MySpace kami. Hasil rekaman kita, yang akhirnya kurang lebih rampung setelah satu tahun, sampai saat ini belum menghasilkan apa-apa untuk kita, apalagi balik modal rekaman. Semenjak terakhir manggung di Java Rockin' Land 2009, band kami bisa dibilang vakum dan tak pernah latihan lagi sekalipun.
Pelajaran paling utama yang saya dapat sih, ya memang ada bedanya bermusik untuk hobi dan bermusik untuk karir. Kalau mau menjadikan musik sebagai karir, ya memang harus serius, direncanakan dengan matang, dan mungkin meminta bantuan seorang manajer atau tim manajemen. Keputusan membuat rekaman musiknya pun harus mengikuti prinsip ini - ya kalau rekaman untuk hobi, ya memang tidak perlu memikirkan sisi bisnisnya, tapi rekaman untuk karir ya harus memikirkan uang keluar dan uang masuk. Dan yang pasti, sebelum menginjak ranah manapun, digital maupun yang lain, tetap perlu dipikirkan strateginya, bukan hanya sekedar buat saja.