Melihat Potensi Social Entrepreneurship di Indonesia
Mulai dari popularitas crowdfunding dan crowdlending, hingga tantangannya bagi pengusaha dan investor
Dalam risetnya Asian Venture Philanthropy Network melakukan kajian terhadap tren serta potensi ekonomi sosial di Indonesia, yang mulai didomonasi oleh platform crowdfunding serta sumber dana dari investor. Berikut adalah rangkuman tren social entrepreneurship, kontribusi pengusaha lokal dan maraknya investor lokal hingga asing, yang ingin memberikan kontribusi dalam hal ekonomi sosial di Indonesia.
Bangkitnya tren crowdfunding dan crowdlending
Sejak dua tahun terakhir Indonesia mulai diramaikan dengan crowdfunding platform yang berfungsi untuk menampung dan mengumpulkan dana untuk pengguna yang membutuhkan. Salah satu crowdfunding lokal yang cukup populer di tanah air adalah Kitabisa yang menyasar program sosial dan berinvestasi kepada ekonomi sosial.
Pada akhir tahun 2016 yang lalu Kitabisa mengumumkan telah berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 61 miliar, naik tujuh kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 7,2 miliar. Adapun rincian pengelolaan dana tersebut Kitabisa mewadahi 3.227 kampanye dan menghubungkan 192 ribu donatur, dengan rata-rata donasi per orang sebesar Rp 289 ribu.
Penggalangan dana terbesar yang berhasil dihimpun oleh Kitabisa adalah masjid Chiba Jepang dengan nilai mencapai Rp 3,2 miliar. Untuk kampanye populer lainnya, seperti bencana dan kemanusiaan di Garut ketika banjir bandang sebesar Rp 883 juta dan banjir Sumedang Rp 203 juta. Ada juga untuk bantuan medis perjuangan tumor otak di perantauan sebesar Rp 471 juta.
Kemudian terkait isu nasional misalnya donasi untuk dukungan Rio Haryanto sebesar Rp 273 juta, dan kegiatan lain seperti Shelter Garda Satwa Indonesia sebesar Rp 285 juta.
Platform lain yang juga cukup aktif di Indonesia adalah GandengTangan. GandengTangan menawarkan alternatif solusi untuk membantu pelaku usaha dan gerakan-gerakan sosial untuk menggalang dana pinjaman tanpa bunga (crowdlending) melalui situs mereka GandengTangan.org.
Berbeda dengan crowdfunding, konsep crowdlending yang diusung oleh GandengTangan memberikan lebih banyak kesempatan setiap orang yang ingin berperan dan meminjamkan dana mereka, minimal Rp 50 ribu, dengan bunga 0%.
Selain Kitabisa dan Gandengtangan, iGrow juga hadir sebagai platform untuk agrikultur, yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan pendanaan untuk pertanian dari investor. iGrow didirikan oleh Muhaimin Iqbal, Andreas Sanjaya, dan Jim Oklahoma untuk menghubungkan sponsor/investor, petani, pemilik lahan, dan pembeli hasil pertanian secara bersamaan. iGrow adalah jebolan program akselerasi 500 Startups Batch 16.
Sebagai platform yang merangkul banyak pihak, iGrow mengedukasi pasar dengan memberikan bukti nyata keuntungan yang bisa dibuat dengan menanam. iGrow juga membentuk komunitas yang memperoleh asupan info-info terbaru soal program yang dilakukan.
Investor lokal dan asing mendukung social enterprise
Sepanjang tahun 2015-2016 sudah banyak investor asing dan lokal yang turut memberikan pendanaan kepada startup social enterprise. Mulai dari pertanian, kesehatan hingga UMKM, para investor tersebut cukup agresif menanamkan modalnya di tanah air. Beberapa social enterprise yang sempat mendapatkan pendanaan tersebut adalah, m-clinica dari investor Unitus Impact serta Amartha dari BEENEXT dan Mandiri Capital.
Keberadaan ekonomi sosial juga saat ini sudah banyak didukung oleh jaringan angel investor seperti ANGIN hingga organisasi internasional seperti Omidyar, Kinara, dan YCAB Ventures yang bisa membantu ekosistem untuk social impact di Indonesia.
Di akhir riset tersebut disebutkan, tantangan selanjutnya yang bakal dihadapi oleh investor dan entrepreneur adalah terkait dengan aturan dari regulator dalam hal ini pemerintah, dan bagaimana para pengusaha, investor bisa bekerja sama dengan pemerintah. Tantangan lain adalah, bagaimana para pengusaha dan investor bisa memperluas jangkauan wilayah layanan bukan hanya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, namun juga di pelosok kota di Indonesia.