PasarMikro Ingin Berdayakan Fungsi Tengkulak dan Ciptakan Inklusi Keuangan bagi Petani
Telah menerima pendanaan awal dari Gayo Capital dan 1982 Ventures
Masih rumitnya rantai pasok bisnis agro di Indonesia menjadi salah satu alasan kehadiran platform PasarMikro di Indonesia. Perusahaan ingin membawa posisi pedagang, seperti tengkulak atau yang juga dikenal dengan istilah pengepul, ke posisi yang lebih baik lagi.
Selama ini persepsi tengkulak, yang juga berfungsi sebagai pedagang, banyak diartikan negatif oleh masyarakat umum. Menurut CEO PasarMikro Dien Wong, persepsi tersebut ingin diubah. Bersama dengan Co-Founder Hugo Verwayen (CFO) dan Demetrius Edo Djayaputra (COO), PasarMikro ingin memberdayakan para tengkulak dan membantu akses pasar dan inklusi keuangan bagi petani. Dimulai dari telur, Pasar Mikro juga memiliki rencana menambah komoditas lainnya.
"Terkait rantai pasok kami masih melihat terdapat gap sebelum mereka memindahkan produk ke penjual di kota besar. Terdapat berbagai lapisan dari rantai pasok tersebut. Kami ingin memberi solusi terbaik melalui platform, dan kami mengajak supply chain player untuk on boarding ke dalam platform," kata Dien.
Menurutnya, peranan midddle men atau tengkulak masih dirasakan perlu oleh sebagian besar petani. Selama ini tengkulak tidak hanya membantu petani menjual produk mereka, tetapi juga berfungsi sebagai mitra dalam hal finansial dan penasihat pertanian.
Untuk memastikan tengkulak atau pengepul yang bergabung adalah yang terbaik, tim PasarMikro melakukan kurasi berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Pada umumnya para tengkulak atau pengepul tersebut adalah petani yang telah sukses dan ingin membantu petani lainnya. Tidak hanya dari sisi logistik, para tengkulak atau pengepul ini juga memiliki peranan kunci yang kerap menghubungkan para petani ke para distributor dan perusahaan yang tertarik membeli komoditas pertanian tertentu.
"Kami ingin menjadikan tengkulak atau pengepul sebagai obyek utama dalam platform dan tidak mencoba untuk menghilangkan fungsi mereka. Kami juga tidak ingin menggantikan posisi mereka. Kami ingin menghubungkan mereka dengan petani dan pedagang lainnya," kata Dien.
Sejak meluncur tahun 2020 lalu, PasarMikro telah membantu para petani untuk berdagang dan membiayai distribusi lebih dari 5.000 ton telur dan komoditas lainnya.
Pengembangan aplikasi dan rencana penggalangan dana
PasarMikro juga menyediakan berbagai layanan bagi petani dan pedagang untuk transaksi sehari-hari mereka, seperti pembukuan, peminjaman, dan marketplace bagi petani dan ekosistem untuk menjual produknya.
Aplikasi yang bisa digunakan pedagang dan petani ini diharapkan bisa memudahkan proses jual beli hingga proses bidding atau penawaran awal ke stakeholder terkait. Saat ini PasarMikro telah memiliki sekitar 600 pengguna aktif dan 160 petani. Targetnya tahun ini jumlah tersebut bisa bertambah hingga dua kali lipat. PasarMikro menargetkan wilayah Jawa Timur untuk target pasar mereka, namun tidak menutup kemungkinan ekspansi ke wilayah lainnya.
PasarMikro memiliki model bisnis pembiayaan dengan skema pembayaran tempo untuk para petani, karena mereka biasanya tidak menerima penerimaan pembayaran hasil panen tepat waktu. Sementara dengan dengan tengkulak atau pengepul mereka menjalankan skema bagi hasil.
"Ke depannya sebagai platform akan dihadirkan juga opsi berbasis fee dan langganan hanya untuk mereka yang memiliki kebutuhan lebih. Namun saat ini untuk semua pemakaian dasar akan selalu gratis," kata Dien.
PasarMikro juga telah menjalin kemitraan dengan BRI dan Rabo Foundation, sebuah dana sosial yang didukung bank pertanian Eropa Rabobank dengan misi memberikan prospek masa depan yang berkelanjutan kepada petani kecil. Tercatat sudah ada 4.500+ ton dari berbagai jenis komoditas yang diperjualbelikan dan fasilitas pembayaran tempo $6,5 juta yang telah dikeluarkan.
Perusahaan telah mendapatkan pedanaan tahap awal dari Gayo Capital dan 1982 Ventures serta beberapa angel investor. Tahun ini mereka memiliki rencana menggalang dana kembali.
"PasarMikro menjaga penyedia utama Indonesia yaitu petani dan pedagang yang sering diabaikan. Kami mengubah lanskap untuk ekonomi digital yang lebih inklusif. Kami memperkirakan bahwa digitalisasi ekosistem memungkinkan rantai nilai makanan masa depan yang terukur,” kata Dien.