1. Startup

Pengembang Indonesia, Jangan Takut Kembangkan Aplikasi Berbayar untuk iPhone

Selama ini kita tahu bahwa orang Indonesia, by nature, senang segala hal yang berbau gratisan -- apalagi bajakan. Memang tidak cuma orang Indonesia tentu yang seperti itu, tapi dibandingkan negara-negara lain dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, bisa dipahami mengapa tidak banyak piranti lunak yang dibeli secara legal, semurah apapun harga piranti lunak tersebut ditawarkan. Meskipun demikian, publikasi Distimo tentang pasar aplikasi iPhone di Asia, termasuk pasar Indonesia, menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan. Pengguna Indonesia termasuk dalam kategori tertinggi dalam membeli aplikasi di iPhone.

Menurut publikasi Distimo tersebut, dari 300 aplikasi paling populer di masing-masing negara, yang secara signifikan memiliki total volume unduhan sangat besar, terdapat 5.18% aplikasi berbayar di pasar Indonesia. Konversinya adalah di 300 aplikasi terpopuler itu, di mana kebanyakan adalah aplikasi gratis, ada 15 aplikasi berbayar yang masuk dalam daftar tersebut. Harga rata-rata dari aplikasi tersebut adalah US$1.84, lebih tinggi dari rata-rata harga aplikasi yang dibeli di USA yaitu US$1.48. Angka 5.18% ini adalah ketiga tertinggi dari negara-negara di Asia yang disurvei, di bawah Jepang dan Sri Lanka. Yang lebih mengejutkan lagi, raihan tersebut jauh lebih tinggi ketimbang negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, yang masing-masing mencapai 3.24% dan 2.53%.

Volume unduhan di platform iOS (iPhone dalam hal ini) juga tidak sedikit. Jika dirating, Indonesia masuk di tier kedua total volume unduhan, di mana Amerika Serikat, China, Jepang, Australia dan sejumlah negara di Eropa termasuk dalam tier satu. Di antara faktor yang bisa menjadi penyebab, saya mensinyalir bahwa kenyataan bahwa harga iPhone sudah cukup tinggi di Indonesia (IDR 7-8 juta) menjadi indikasi bahwa orang yang menggunakan iPhone memang mampu dan willing untuk mengeluarkan lagi uangnya untuk membeli aplikasi di App Store. Memang, kita tidak bisa menafikkan fenomena jailbreak yang mengakomodasi kemungkinan pengunduhan (hampir) semua aplikasi secara gratis, tapi fakta yang diungkap Distimo tentu tidak bisa dianggap sepele. Orang Indonesia tetap berminat untuk membeli aplikasi di App Store dengan volume yang tidak sedikit.

Buat pengembang lokal, tentu hasil riset ini suatu peluang. Di Asia sendiri, berdasarkan survei tersebut tiga kategori aplikasi berbayar paling populer adalah permainan (games), hiburan (entertainment) dan fotografi (photography). 50% dari aplikasi berbayar dikuasai oleh kategori permainan ini.  Meskipun dari data tersebut konten lokal  (baik gratis maupun berbayar) masih kurang dari 20% dari aplikasi populer yang disurvei, saya tahu beberapa pengembang permainan lokal sudah mulai menunjukkan taringnya dan saya yakin jika mereka mampu membuat permainan yang sesuai dengan selera pasar, akan mendapatkan huge market, tidak cuma untuk pasar Indonesia tapi juga pasar regional dan global. Setahu saya, Movreak yang merupakan aplikasi tentang film dan jadwal bioskop, dengan harga $0.99 cukup sukses mendapat tempat di hati pengguna iOS.

Dari laporan tersebut, kami juga mendapati bahwa bahwa pengguna Indonesia sendiri "tidak anti" terhadap metode in-app purchase. Soal ini akan kita bahas di artikel tersendiri. Jadi menurut kami, pengembang Indonesia sebaiknya tidak takut mengembangkan aplikasi berbayar untuk pasar lokal maupun global di platform iOS karena potensinya cukup (dan ke depannya sangat) besar.