1. Startup

Penjelasan Atas Permasalahan SMS Premium

Ini adalah guest post dari Ario Tamat. Ario pernah bekerja di industri musik  di Indonesia sejak 2003, dan sekarang bekerja di industri film dan TV di Vietnam. Anda bisa mengenal beliau lebih jauh melalui Twitter @barijoe atau blog http://barijoe.wordpress.com.

Beberapa minggu terakhir ini, isu pencurian pulsa menjadi headline pada media di Indonesia yang pada perkembangannya Badan Regulasi Komunikasi Indonesia (BRTI) akhirnya menerbitkan surat resmi yang menyatakan bahwa semua layanan SMS premium harus dihentikan.

Sejak tahun 2002, banyak perusahaan, sebagian besar adalah startup, mengambil keuntungan dari teknologi SMS dan mulai memberikan layanan SMS premium dimana orang yang membeli atau yang berlangganan akan menerima beberapa produk virtual yang ditawarkan oleh perusahaan penyedia layanan dalam bentuk yang bermacam-macam seperti ringtone, ramalan horoscop, wallpaper handphone, kuis, dan layanan chatting.

Karena keterbatasan jumlah data yang dapat ditampung dalam protokol SMS, maka mereka menjadi lebih kreatif dalam mendesain layanan tersebut. Mulai dari membuat layanan yang berjumlah 160 karakter, atau SMS yang mengandung link WAP yang akan membawa pengguna pada konten yang diinginkan. Pelan tapi pasti Industri tersebut terus berkembang. Dengan sedikitnya regulasi dari pemerintah - dan tanpa dukungan - layanan SMS premium berkembang dan menjadi value added services (VAS) untuk industri itu sendiri.

Pada tahun 2011, perkembangan dan keuntungan dari industri SMS premium menyebabkan beberapa perusahaan menjadi, em…, lebih kreatif dalam memberikan layanan yang dibebankan biayanya pada pelanggan. Banyak pelanggan mengajukan keluhan karena mereka tidak bisa melakukan unregister dari beberapa layanan SMS premium tertentu yang menyebabkan hilangnya sejumlah pulsa - bahkan beberapa pelanggan merasa tidak pernah mengaktifkan layanan tersebut. Keluhan yang semakin menggunung membuat BRTI mengirimkan surat edaran pada perusahaan telekomunikasi untuk menghentikan SEMUA layanan SMS premium.

Inti dari surat edaran tersebut adalah:

  1. Menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast/pop screen/voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
  2. Melakukan deaktivasi/unregister paling lambat Selasa, 18 Oktober 2011 pukul 00.00 WIB untuk semua layanan Jasa Pesan Premium (termasuk namun tidak terbatas pada SMS/MMS Premium berlangganan, nada dering, games atau wallpaper) kecuali untuk layanan publik dan fasilitas jasa keuangan serta pasar modal yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan memberikan notifikasi deaktivasi dan informasi cara registrasi ulang bagi pengguna yang berminat tanpa dikenakan biaya tambahan.
  3. Menyediakan data rekapitulasi pulsa pengguna yang terpotong akibat layanan Jasa Pesan Premium yang diaktifkan melalui SMS broadcasting/pop screen

.
  4. Mengembalikan pulsa pengguna yang pernah diaktifkan dan dirugikan akibat layanan Jasa Pesan Premium

.
  5. Pelaksanaan butir 1 sampai 4 di atas wajib dilaporkan secara tertulis dan berkala kepada BRTI dimulai hari Rabu, 19 Oktober 2011 dan setiap hari Rabu pada tiap minggunya sampai dengan tanggal 31 Desember 2011.

Surat edaran ini menyebabkan timbulnya gelombang Tweet dari para praktisi di bidang telekomunikasi dan industri musik. Beberapa musisi menyebut “kematian RBT” sebagai sebuah anugerah untuk  industri, sedangkan beberapa yang lain berkampanye untuk menyelamatkan RBT di Twitter karena RBT menjadi sumber pendapatan mayoritas dari perusahaan rekaman.

Industri musik menjadi tergantung pada RBT dan layanan SMS karena penurunan penjualan secara fisik (CD/Kaset). Kedua jenis layanan tersebut akan terpengaruh oleh surat edaran dari BRTI tersebut.

BRTI lalu mengklarifikasi pada media bahwa surat tersebut tidak dimaksudkan untuk menghentikan seluruh layanan tetapi untuk mereset sistem secara keseluruhan; mencoba untuk memastikan bahwa semua orang yang tertarik dengan layanan dapat me-register kembali, sedangkan yang tidak bersedia bisa berhenti berlangganan. Yang menggelikan adalah Menteri Kominfo tidak mengetahui mengenai hal tersebut, meskipun pada akhirnya Menkominfo menerbitkan pernyataan pendukung surat edaran BRTI. [Sungguh kekacauan yang kusut - Ed]

Asosiasi perusahaan Telekomunikasi Indonesia diharapkan melaksanakan keputusan tersebut, meskipun sebagian besar anggotanya sudah meminta partner provider mereka untuk menonaktifkan semua layanan dan untuk memberikan notifikasi pada pelanggan tentang bagaimana mereka bisa mengecek apakah mereka berlangganan layanan SMS premium atau tidak.

Puncak pertumbuhan dari industri provider konten di Indonesia adalah keberadaan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan sekitar 5-10 orang per kantor. Sangat penting bagi perusahaan berbasis teknologi ini untuk selalu kreatif dengan layanan dan konten yang mereka tawarkan untuk pengguna.

Maka sampailah kepada sebuah titik dimana perusahaan telekomunikasi harus kreatif untuk mempromosikan layanan dan konten mereka. Dengan berbagai macam jalan promosi melalui SMS broadcast, autodialers, free trial periods dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan ini adalah startup dengan ide yang cukup baik.

Namun demikian, banyak dari layanan tersebut yang mengambil keuntungan dari keteledoran pengguna dalam hal berlangganan, meskipun telah ada banyak keluhan tetapi masih tetap berjalan sedemikian rupa. Jika peraturan ditegakkan sejak awal, mungkin keseluruhan industri tidak akan mendapatkan surat edaran BRTI dan layanan yang menawarkan real value untuk pelanggan akan tetap bisa digunakan.

Tidak ada seorang pun yang tahu berapa jumlah pelanggan layanan SMS premium tersebut, dan jumlah “real” pelanggannya. Di lain pihak, para pelanggan, banyak yang tidak sadar telah berlangganan layanan tersebut.

Sekarang dengan meledaknya tech startup, yang meliputi cakupan yang luas dari bisnis yang mungkin atau tidak mungkin didukung oleh peraturan yang ada, masih berapa lama lagikah kita harus menunggu sampai seperangkat peraturan siap untuk tidak hanya mendukung pertumbuhan indurstri tetapi juga melidungi pelanggan?

Track record pemerintah Indonesia pada hal ini cukup buruk - pemerintah terlambat untuk memberikan regulasi pada industri perbankan pada tahuan 90an, pemerintah pun terlambat membuat regulasi untuk industri SMS premium, dan pada kedua situasi tersebut, industri dan konsumen menjadi korban.

Apa lagi yang akan terjadi sekarang? Apakah musik digital dan industri konten SMS premium akan menjadi korban? Hasil apa yang tercermin nantinya mengenai dukungan pemerintah untuk perkembangan industri Indonesia di masa yang akan dating?

Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) mengadakan konferensi pers beberapa hari kemarin (16 Oktober) pukul 16.00 di Jakarta untuk menanggapi masalah ini.