Platform Database Digital untuk Pekerja Kreatif HAHO Incar Satu Juta Pengguna di Tahun 2019
Saat ini tengah mencari pendanaan baru untuk mendukung target akuisisi pengguna
HAHO memang terbilang masih baru di industri digital Indonesia. Kendati demikian, startup yang didirikan Anthonius Andy Permana ini memiliki visi memajukan industri kreatif Indonesia hingga ke kancah internasional.
Di sela perhelatan World Conference of Creative Economy di Nusa Dua, Bali pada 7 November 2018, DailySocial berkesempatan untuk berbincang dengan Andy, sapaan akrabnya.
HAHO adalah database solution yang menyediakan informasi dan profil lengkap para pekerja kreatif di Indonesia, atau mereka yang termasuk ke dalam 15 sub sektor Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF).
HAHO berdiri setelah melalui proses panjang, mulai dari ideation di 2015, concepting, hingga akhirnya layanan ini meluncur dalam bentuk website dan aplikasi Android di akhir 2017. Untuk aplikasi iOS sendiri ditargetkan meluncur pada awal tahun depan.
Kepada DailySocial, Andy mengungkap keinginannya untuk menjadi platform solutif bagi pekerja seni. Ia menilai saat ini masih terdapat gap cukup besar dalam mempertemukan supply dan demand di industri ini.
“Bisa dikatakan HAHO itu semacam ‘Linkedin’ untuk pekerja seni. Memang ada yang pasang profil di Linkedin, tetapi informasinya tidak lengkap. Makanya, pekerja seni ini tidak punya digital identity yang profesional karena tidak ada channel untuk pasang experience portfolio. Media sosial itu tidak proper,” jelas Andy.
Selain itu, lanjutnya, pasar Indonesia dinilai masih sangat sempit dalam mendefinisikan pekerja seni, yakni hanya sebagai aktris dan aktor film. Padahal, pekerja seni memiliki definisi luas sebagai orang yang bergelut di industri kreatif, seperti musisi, event, magician, stand up comedian, hingga barista sekalipun.
Di aplikasi HAHO terdapat empat menu utama, yakni Talent, Company, Jobs Vacancy, dan Project (mulai dari film, event, musik, dan lain-lain). Saat ini, HAHO telah berkolaborasi dengan rumah produksi ternama, yaitu Starvision.
“HAHO itu two-sided network yang mempertemukan supply dan demand. Siapapun bisa mencari talent di sini, karena kami sediakan profiling dengan lengkap. Contoh, teman saya mau adakan fashion show yang mana mereka butuh model dengan tinggi 170 cm. Tidak mungkin reach satu-satu,” ungkapnya.
Mencari pendanaan baru demi raihan satu juta pengguna
Di tahun depan, Andy berencana untuk mendongkrak jumlah pengguna HAHO dari 60.000 saat ini menjadi satu juta di tahun depan. Untuk mencapai target ini, pihaknya membutuhkan investasi dalam mendukung kegiatan promosi dan marketing. Misalnya, strategi membership dan kolaborasi dengan lebih banyak rumah produksi (PH) dan Event Organizer (EO).
“Kita mengadopsi model bisnis seperti di Linkedin dan IMDB, misalnya dengan membership subscription. Tapi kalau user-nya baru puluhan ribu, it’s useless. Nah, kami tengah mencari pendanaan baru because we have to burn money untuk acquire user,” tuturnya.
HAHO telah menerima pendanaan pre-early seed funding dari angle investor. Untuk selanjutnya, Andy saat ini telah menjajaki pendanaan baru untuk seed funding dengan pemodal ventura (VC).
Sebetulnya, kata Andy, banyak model bisnis yang bisa diimplementasikan ke HAHO. Tapi menurutnya saat ini HAHO belum masuk fase untuk menghasilkan pendapatan. Kalaupun sudah, pendapatan ini dari lini bisnis HAHO yang lain, yakni penjualan tiket. Untuk lini bisnis ini, HAHO bekerja sama dengan Go-Tix dari Go-Jek.
“Target 1 juta pengguna di 2019 memang ambisius, tetapi harus terukur. Kami (perlu) bakar uang untuk akuisisi. Intinya, kami punya impactful tagline, yakni enpowering do generation to be discovered easily worldwide. Kami ingin talent Indonesia bisa bersaing, tak hanya lokal, tetapi juga internasional. Kami ingin industri digital membuat impact semakin luas.”