Potensi Sinergi Startup dan Perusahaan Ritel Merealisasikan “New Retail” di Indonesia
Menghasilkan pengalaman baru konsumen dalam berbelanja
New retail adalah istilah yang dipopulerkan raksasa e-commerce Alibaba untuk menggambarkan perpaduan ritel online dan offline melalui digitalisasi proses perdagangan atau disebut dengan retail value chain. Tujuannya menghadirkan pengalaman pengguna (User Experience/UX) yang lebih baik untuk kepentingan pedagang, konsumen, sekaligus berbagai mitra yang terlibat dalam proses bisnis.
Berdasarkan studi CGAP, konsep new retail mendemokratisasi beberapa dimensi di bisnis perdagangan, meliputi: (1) rantai pasokan dan logistik distribusi, (2) layanan nilai tambah bagi produsen/pengecer, (3) pengalaman berbelanja yang terintegrasi bagi konsumen.
Dengan sumber daya dan kemampuan finansial yang dimiliki, Alibaba mengembangkan semua aspek tersebut secara mandiri. Namun bagaimana jika dihadapkan dengan kondisi sebaliknya, saat transformasi digital dihadapkan pada proses bisnis legasi, perubahan tidak bisa dilakukan cepat – dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada.
Peluang sinergi
Realisasi new retail, khususnya di Indonesia, bisa dilakukan dengan jalinan sinergi antara startup teknologi dan perusahaan ritel. Sinergi tersebut dapat dimulai dengan mengidentifikasi aspek paling fundamental dari new retail itu sendiri, yang tak lain adalah membangun data warehouse. Data yang terkumpul nantinya digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti analisis prediktif.
Jika ditinjau lebih dalam, ada beberapa data yang bisa dimanfaatkan dalam proses bisnis retail guna membantu sistem pengambilan keputusan, meliputi data pembayaran/transaksi, data produk, data promosi, dan data logistik/rantai pasokan.
Tidak hanya proses digitalisasi seperti yang sudah banyak dilakukan peritel tradisional, data-data tersebut harus dapat diintegrasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan insight komprehensif. Misalnya antara data produk, tren transaksi, dan sistem logistik untuk membantu peritel memastikan stok bahan makanan selalu dalam kondisi prima.
Secara teknis, harus ada konektivitas yang baik antara aplikasi point of sales yang menerima transaksi dari konsumen, aplikasi stok barang di unit pergudangan, hingga aplikasi rantai pasokan yang menghubungkan peritel dengan mitra-mitranya.
Penggunaan alat-alat digitalisasi secara signifikan akan mengonversi tatanan data yang diproduksi atau dikelola peritel. Platform yang ada saat ini juga umumnya bersifat terbuka, memungkinkan adanya integrasi dengan layanan digital lainnya. Ambil contoh aplikasi pencatatan keuangan yang dapat terintegrasi dengan sistem kasir atau dasbor transaksi dompet digital melalui sambungan API.
Riset yang dilakukan Accenture juga memperlihatkan adanya tren akselerasi transformasi digital yang dilakukan di sektor ritel dan FMCG selama masa pandemi. Ada sepuluh aspek yang ditangkap, mulai keinginan untuk mengurai data konsumer menjadi pengetahuan, peningkatan manajemen penjualan, hingga peningkatan ekosistem mitra.
Survei DSResearch terhadap perusahaan FMCG/ritel lokal juga memperlihatkan hasil yang kurang lebih sama. Visi transformasi yang dicanangkan untuk menghadirkan terobosan membuka potensi produk/layanan baru dan menyesuaikan dengan tren kebutuhan konsumen.
Bentuk kolaborasi
Mempelajari bentuk transformasi digital dari laporan DSResearch di atas, ada beberapa model yang dapat diadopsi perusahaan ritel ketika berkolaborasi dengan startup. Bentuk pertama adalah adopsi sistem, sederhananya peritel hanya perlu menjadi pelanggan premium dari layanan digital yang disediakan startup. Beberapa platform memberikan keleluasaan untuk melakukan kustomisasi kebutuhan di tataran terbatas.
Bentuk kedua ialah melalui kemitraan strategis. Di Indonesia, untuk perusahaan ritel ataupun FMCG praktik ini memang terlihat belum lazim, hanya saja beberapa sudah melakukan. Perusahaan dengan skala dan kapabilitas yang lebih besar dapat turut serta dalam pengembangan startup – umumnya melalui kepemilikan alias si perusahaan menjadi shareholder (baik mayoritas atau minoritas). Model ini memungkinkan penyelarasan visi antarperusahaan, sehingga dapat bersinergi secara lebih intim.
Ketiga adalah melalui platform sharing, beberapa startup memiliki ketergantungan kepada mitra bisnis dalam kaitannya dengan pemenuhan produk. Khususnya bagi mereka yang mengembangkan sistem berbasis online-to-offline.
Pengalaman baru konsumen
Melalui platform omni-channel, peritel bisa masuk ke platform digital untuk melayani lebih banyak pengguna. Toko yang menyediakan bahan segar, misalnya, bisa saja masuk ke ekosistem HappyFresh, bahkan beberapa layanan e-commerce populer juga mulai akomodasi layanan serupa. Selain diantarkan, aplikasi grocery juga memiliki opsi untuk diambil di toko, sehingga pengalaman offline berbelanja masih sangat mungkin terbentuk.
Ketika orang berbelanja, ada tiga pengalaman yang akan dirasakan, yakni persiapan belanja, proses belanja, dan setelah belanja. Di tahap persiapan belanja, beberapa aktivitas mulai dari mendata barang belanjaan, menemukan inspirasi untuk membeli item baru, mencari/melihat promo, sampai memilih toko ritel yang ingin dikunjungi.
Saat berada di toko ritel, mereka dihadapkan pada beberapa aktivitas. Dimulai dari mengitari rak demi rak untuk menemukan barang yang bisa dibeli. Di proses ini ada beberapa inovasi yang mungkin bisa dikembangkan, seperti aplikasi store mapping atau sesederhana aplikasi informasi produk – pengguna dapat melakukan scan ke kode yang tertera pada suatu produk untuk melihat berbagai informasi, mulai dari harga, kandungan, hingga proses distribusi (akan berpengaruh pada produk segar seperti sayuran). Dilanjutkan proses pembayaran dan klaim diskon jika sedang ada promo yang diikuti.
Setelah pulang pun masih ada beberapa pengalaman yang bisa disuguhkan. Contohnya memungkinkan pengguna untuk mendapatkan poin dari program loyalty yang dijalankan atau pengguna dapat memberikan testimoni terhadap barang tertentu. Aspek yang paling penting adalah memudahkan pengguna mengelola catatan belanja mereka dan membantu melakukan analisis pengeluaran. Di tahap ini, beberapa startup lokal sudah mencoba menghadirkan inovasi, salah satunya Pomona, memungkinkan pengguna mendapatkan poin dengan cara melakukan scan struk belanja.
Industri ritel akan bertahan
Sebuah penelitian mengemukakan pengalaman berbelanja langsung masih akan relevan di tengah perkembangan layanan e-commerce atau online grocery. Ada empat dimensi yang dipertahankan, meliputi sensoris, emosional, psikososial, dan kesan/makna.
Dimensi sensoris terkait pengalaman yang mengacu pada rangsangan bentuk, warna, sentuhan, dan lain-lain. Sementara dimensi emosional terkait pengalaman menggunakan emosi untuk menghasilkan kesukaan terhadap merek atau produk. Dimensi psikososial adalah keinginan orang untuk memanjakan diri seperti jalan-jalan sambil berbelanja. Sementara dimensi kesan/makna terkait dengan pengalaman dalam melakukan aktivitas itu sendiri.
Yang layak menjadi prioritas saat ini oleh peritel adalah bagaimana meningkatkan faktor-faktor tersebut di atas melalui ponsel yang selalu digenggam tiap konsumen. Ini dilakukan sambil mencari inovasi untuk menghadirkan pengalaman baru yang lebih berkesan, yang tujuannya untuk meningkatkan penjualan/kunjungan itu sendiri. Melakukan transformasi digital adalah jawabannya. Membentuk sinergi dengan startup digital jadi satu opsi yang dapat dipilih.
- Gambar Header: Depositphotos.com