Riset Menunjukkan Konten Video Berita Akan Laku Keras di Asia Termasuk di Indonesia
Penelitian terbaru menunjukkan fakta yang menarik, bahwa masyarakat Asia kini sangat menyukai konten video berita. Penelitian yang dilakukan oleh GFK dan disusun oleh Deloitte, perusahaan konsultan bisnis ini, bisa saja berarti akan ada revolusi orientasi para pemilik media dalam menyajikan informasinya.
Adalah The Associated Press (AP), lembaga penyedia berita nasional dan internasional asal Amerika Serikat yang menginisiasi penelitian yang menghasilkan laporan berjudul “Tinggal Landas: Era baru berita video di Asia” ini. Survei dilakukan pada 4.500 responden berasal dari Indonesia, Cina dan Jepang.
Laporan ini menemukan bahwa permintaan berita video semakin meningkat, dan bahwa masyarakat pengguna internet Asia memiliki karakter yang unik dan khas dibandingkan negara barat dalam hal mengkonsumsi berita. Misalnya saja, sebanyak 98 responden di wilayah Asia menggunakan portal atau mesin pencari secara teratur dalam mencari berita.
Kemudian, bahwa ternyata masyarakat Asia cepat sekali beradaptasi dengan konten berita digital. 93 persen responden menyatakan bahwa video penting bagi situs berita. Untuk responden dari Indonesia, 96 persen responden menegaskan video sangat membantu mereka memahami tayangan berita yang tersaji.
“Laporan kami mengambil penelitian di tiga pasar yang sangat berbeda untuk memahami bagaimana saluran berita online bisa tampil menonjol di Asia. Penelitian ini menegaskan bahwa meskipun tidak ada ‘sebuah-strategi-yang-dapat-mencakup-semua’ bagi pendekatan para penyedia berita online di Asia, namun, ada permintaan yang sangat besar terhadap konten yang menarik,”ujar kata Maria Ronson, vice president of sales for Asia di AP, seperti yang dikutip dalam siaran persnya.
Ia pun menambahkan, “Dengan pemirsa yang memiliki kemauan untuk bereksperimen dengan berbagai sumber, terutama pada piranti-piranti terbaru, berita video menawarkan cara yang penting untuk dapat membedakan diri dari para pesaing serta membangun loyalitas.”
Hasil penelitian juga mengungkap di pasar negara berkembang Asia, banyak konsumen yang mengenal dunia online untuk pertama kalinya melalui ponsel atau tablet dibandingkan lewat komputer personal.
Dengan penetrasi tablet yang meningkat pesat di seluruh dunia, para pengguna mungkin mengharapkan ragam kekayaan konten pada perangkat elektronik mereka. Untuk hasil di Indonesia saja, 51 persen menggunakan ponsel pintar dan 24 persen menggunakan tablet untuk mengakses berita.
Dibandingkan dengan justru pengguna tablet di Jepang yang cenderung menonton berita video secara online dibandingkan melalui perangkat ponsel pintar.
Di Cina, penelitian ini menemukan 75 persen dari responden menyatakan bahwa mereka pernah mengakses berita dari perangkat ponsel atau ponsel pintarnya. Hampir sepertiga dari populasi Cina memiliki ponsel pintar dan 16 persen serta membuka aplikasi apps untuk mengetahui berita terkini. 18 persen dari konsumen di Cina menggunakan tablet, dan tiga perempatnya mengakses berita video setidaknya dua hingga tiga kali dalam seminggu.
Dalam penelitian ini juga terungkap bahwa sekitar 41 persen responden dari Indonesia, 41 persen enggan mengakses video berita karena koneksi internet yang lamban. Artinya, mereka akan menonton video berita manakala koneksi internet membaik. Ini yang menjadi tantangan bagi penyedia konten, mereka harus siap untuk memenuhi permintaan laten ini.
Sementara di Cina dan Jepang, diantara mereka yang tidak menyaksikan video online, rata-rata sebanyak 39 persen mengatakan bahwa video dengan topik yang menarik bagi mereka tidak cukup banyak tersedia, dibandingkan dengan 19 persen di Indonesia.
Menganalisa kompetisi online, juga mendapatkan sebuah temuan yang menarik, selain jaringan internet yang lama, tantangan penyedia berita untuk Indonesia adalah tampilan konten yang berbeda. Persaingan sangat ketat bagi penyedia konten berita sebab data menunjukan 78 persen responden menyatakan sering atau selalu menggunakan lebih dari satu sumber untuk satu berita. Rata-rata, konsumen berita online di Cina dan Indonesia akan menggunakan empat hingga lima situs web untuk suatu berita yang menarik perhatian mereka.
Ini sangat banyak dibandingkan rata-rata khalayak di Inggris yang hanya menggunakan dua situs saja untuk berita sehari-hari. Keinginan untuk memverifikasi berita dengan menggunakan beberapa sumber berita adalah yang terbanyak di kalangan kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi, hal mana menunjukkan bahwa seiring meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan, saluran berita harus bekerja lebih keras untuk menonjolkan diri dan mempertahankan loyalitas pelanggan.
Media sosial juga menjadi penyumbang yang penting dalam menjadi sumber berita di Asia. Tren paling kuat berada di Indonesia, 18 persen responden senang berbagi, berdiskusi, dan memverifikasi berita di antara rekan-rekan mereka. Sedangkan untuk seluruh wilayah, sembilan persen konsumen di Asia menemukan berita melalui media sosial, dan empat persen di Eropa. Hal ini didorong oleh sebuah pandangan di antara banyak konsumen Asia bahwa situs-situs media sosial memiliki informasi yang lebih mutakhir, akurat, dan menunjukkan berita mana yang lebih penting bagi masyarakat.
“Penelitian ini menggarisbawahi sebuah area kesempatan yang menarik bagi para penyedia berita. Dengan adanya pertumbuhan jaringan broadband bergerak dan ketersediaan ponsel murah di Asia, hal ini berarti puluhan juta konsumen kini dapat menemukan serta mengakses pengalaman online yang beragam,” kata Matthew Guest, media director di Deloitte. “Temuan kami sangat mendukung bahwa video online akan memainkan peran vital dalam menciptakan pengalaman berita yang menarik bagi konsumen di negara-negara yang mengalami kombinasi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan dan perkembangan pesat dalam infrastruktur komunikasi.”
Hasil laporan dapat dilihat di sini.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]