Peran Penting Riset, Pengetahuan, dan Teknologi dalam Meningkatkan Produktivitas Budidaya
Belajar dari Co-founder DELOS Guntur Mallarangeng di sesi #SelasaStartup
Berawal dari tambak udang yang dimilikinya sejak 2016, Co-founder DELOS Guntur Mallarangeng punya cita-cita untuk membawa kejayaan Indonesia sebagai produsen budidaya udang terbesar di dunia.
Saat ini ia menilai ekspor hasil sumber daya laut, terutama udang, di Indonesia belum optimal. Ini cukup disayangkan, mengingat Indonesia merupakan negara maritim dengan kepulauan terbesar di dunia. Nilai ekspornya memang fantastis, yakni sekitar $47 miliar per tahun untuk seafood. Namun, hanya $2,5 miliar saja yang disumbang dari udang.
Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Guntur membagikan beberapa catatan menarik yang berkaitan erat dengan pengalamannya mendorong industri budidaya udang lewat riset, science, dan teknologi.
Riset, pengetahuan, dan teknologi
Menurut catatan Guntur, Indonesia hanya memproduksi sepertiga atau setengah dari produksi udang yang dihasilkan negara-negara, seperti India dan Ekuador. Padahal, Indonesia punya lebih dari 50.000 km garis pantai, sedangkan India hanya ribuan km.
Mengapa Indonesia bisa tertinggal jauh? Ada beberapa faktor, utamanya karena produktivitas pada garis pantai yang dimanfaatkan masih rendah. "Hal ini justru menjadi peluang untuk mendorong industri budidaya secara berkelanjutan, scalable, dan menjadi yang terbesar di dunia," ucap Guntur.
Untuk meningkatkan produktivitas budidaya, ia menyebut riset, pengetahuan, dan teknologi menjadi kekuatan budidaya tambak. Mengingat budidaya berkaitan dengan pemeliharaan makhluk hidup, riset dan pengetahuan berperan penting untuk memahami seluk-beluk industri ini.
"Skill set apa yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah ini? Kemampuan operasional, teknologi dan pengetahuan, serta dukungan modal yang bagus mengingat industri ini punya risiko gagal usaha yang tinggi. Di DELOS, kami menempatkan orang untuk science dan research sehingga penemuannya di industri budidaya dapat kami manfaatkan untuk mengatasi tantangan ini," tambahnya.
Akses modal usaha
Menurut Guntur, sebesar 70% tantangan budidaya terjadi pada proses pengelolaan hingga infrastruktur yang membutuhkan modal besar. Ini merupakan kendala usang yang kerap dialami pelaku budidaya sehingga tak sedikit dari mereka terpaksa merogoh kocek sendiri. Karena hal ini pula, mereka sulit untuk meningkatkan skala bisnis dan mengatur target jangka panjang karena lebih fokus untuk mendapat pemasukan.
"Usaha tambak kurang dilirik investor maupun industri keuangan karena sejumlah faktor, seperti risiko gagal tinggi dan kurangnya pemahaman tentang model bisnis. Investor biasanya mau berinvestasi di usaha yang punya aset besar. Industri budidaya yang berjalan saat ini cukup fragmented dan kebanyakan pengusaha budidaya mendanai sendiri atau berkelompok," paparnya.
Dalam hal ini, platform memiliki peran untuk menjembatani investor dengan pemilik usaha sehingga mereka dapat meningkatkan produktivitas sembari melakukan transfer knowledge ke orang lain.
Science dan data-driven
Guntur berujar pengetahuan dan teknologi menjadi aset penting dalam mengembangkan industri budidaya. Pengembangan teknologi dan riset dapat dimanfaatkan untuk membuat keputusan berbasis data.
Dalam konteks pemberian akses modal usaha, aset-aset tersebut dapat membantu platform aquatech untuk melihat sejumlah indikator dari pengusaha budidaya, misalnya risiko gagal budidaya, kinerja operasional, maupun produktivitas. Aset ini yang mungkin tidak dimiliki oleh bank atau institusi keuangan sehingga mereka kurang memahami industrinya.
"Kami ingin mengubah cara pengusaha budidaya untuk mengambil keputusan yang biasanya cenderung berdasarkan 'gut feeling' menjadi science dan data-driven. Ini membantu untuk menerjemahkannya ke dalam bentuk teknologi yang dibutuhkan." Tutupnya.