Sinergi Kopi dan Teknologi, Tak Sekadar Pengejawantahan Konsep "New Retail"
Semakin banyak investor teknologi yang tertarik berinvestasi di industri gerai kopi
Industri coffee chain mulai tumbuh di Indonesia. Tak hanya merk internasional yang membanjiri kota-kota besar di Indonesia, nama-nama lokal pun mulai tumbuh. Beberapa menawarkan kopi dengan berbagai macam pilihan, sementara yang lain mulai menambahkan teknologi untuk memberikan pengalaman lebih dalam berinteraksi dengan kedai kopi.
Tanda-tanda teknologi mulai akan disematkan sudah mulai terlihat di tahun 2018 kedia dua nama pemain coffee chain berhasil mengamankan pendanaan dari venture capital dengan nafas teknologi. Fore Coffee mendapatkan suntikan dari East Ventures dan Kopi Kenangan mendapat suntikan dana dari Alpha JWC Ventures.
Ada juga Anomali Coffee yang sudah mulai menerapkan sistem pemesanan menggunakan aplikasi. Jalan terang menuju kedai kopi bernafaskan teknologi yang mulai dikenal sebagai konsep new retail.
"Semenjak investasi kami di Kopi Kenangan, mulai banyak pelaku bisnis F&B, termasuk kopi, yang mendekati VC [Venture Capital] untuk modal usaha, nampaknya kami telah membuka tren dan kesempatan baru untuk berkembang bagi pelaku bisnis serupa," terang Co-Founder dan Manager Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.
Alpha JWC Ventures Oktober silam menyuntikkan dana tak kurang dari Rp121 miliar untuk Kopi Kenangan. Tak hanya membantu mengenai finansial perusahaan modal ventura itu juga menjanjikan dukungan teknologi dan akselerasi bisnis untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan tentunya meningkatkan pengalaman pengguna.
Kondisi tidak jauh beda juga dilakukan oleh East Ventures. Mereka berinvestasi ke Fore Coffee, coffee chain yang didukung oleh Otten Coffee ini menjanjikan pelayanan pembelian kopi yang lebih baik, tentunya dengan pendekatan teknologi. Terbaru, Fore Coffee baru saja mengantongi pendanaan senilai 118 miliar Rupiah dari sejumlah investor, termasuk East Ventures dan SMDV. Setelah pendanaan ini, Fore Coffee juga berusaha menerapkan sejumlah inovasi teknologi dalam bisnisnya.
"Kami memilih artisan kopi karena pentingnya menumbuhkan demand dan mendidik pasar untuk konsumsi kopi jenis Arabica, dibanding kopi Robusta. Karena dengan begitu, Indonesia akan mampu meningkatkan kesejahterahan petani kopi lokal berlipat- lipat dengan effort yang sama," ujar Partner East Ventures Melisa Irene.
Ia melanjutkan, "Tujuan utama pendekatan new retail adalah agar mempermudah customer untuk mendapatkan produk atau jasa yang mereka inginkan. Sekian tahun perusahaan- perusahaan berbasis platform digital sudah membangun dasar yang kuat hingga kami rasa infrastuktur digital Indonesia sudah cukup kokoh untuk kita mulai menyusun kategori pokok di atasnya. Kategori kopi, kami rasa strategis, karena ini adalah produk dengan nilai tinggi yang berpotensi untuk dikonsumsi setiap hari oleh kalangan middle class."
New retail tak hanya soal teknologi
Konsep new retail tidak hanya berkaitan dengan teknologi. New retail adalah sebuah konsep yang menyeimbangkan antara pelayanan dan pengalaman pembeli. Tak hanya soal memesan atau membayar melalui aplikasi, tetapi juga menyediakan kebutuhan pengguna.
Hal ini diamini Founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata. Ia menyampaikan bahwa konsep new retail setidaknya harus memiliki skala distribusi yang sesuai. Karena akan sangat sulit membuat ekosistem new retail di Jakarta tanpa distribusi yang sesuai.
Jefrey kepada DailySocial lebih jauh juga menjelaskan bahwa menerapkan sistem new retail tidak semudah menciptakan sistem jual beli. Ada aspek-aspek lain yang juga harus dipenuhi seperti penerimaan masyarakat dan ketersediaan gerai yang mumpuni.
"Tidak seperti kebanyakan orang pikir, untuk mewujudkan konsep ‘new retail’ itu tidak semudah menciptakan aplikasi jual beli, ada banyak hal yang harus diperhatikan, seperti jumlah toko yang memadai, produk yang dapat diterima berbagai lapisan masyarakat, serta sistem dan tim yang memadai untuk melayani puluhan ribu pelanggan setiap harinya. Apakah semua pelaku F&B (termasuk kopi) bisa melakukannya? Tidak. Inilah mengapa kami memutuskan untuk mendukung Kopi Kenangan: visi besar mereka didukung oleh kapabilitas yang memadai," imbuh Jefrey.
Kopi Kenangan dan Fore Coffee yang berencana menuju moderanisasi untuk coffee chain tengah mencoba memperbanyak ketersediaan mereka. Hingga kini Kopi Kenangan sudah memiliki 29 gerai dari 100 gerai yang ditargetkan di tahun ini. Demikian juga Fore Coffee yang saat ini sudah memiliki 12 gerai dan berusaha untuk terus menambahkannya.
"Fokus inovasi Fore Coffee adalah memberikan online to offline customer experience yang berkualitas tinggi dan seamless– kopi enak, mudah ditemukan, layanan cepat, dan harga bersahabat. Inovasi minuman akan jalan terus, ekspansi outlet sudah mencapai lebih dari 12 outlet dan terus bertambah," terang Melisa.
Tahun ini setidaknya bisa menjadi awal baru bagi industri coffee chain. Dengan apa yang sudah dilakukan oleh Anomali Coffee dan rencana-rencana inovatif dari Fore Coffee dan Kopi Kenangan yang dipaparkan investor mereka.
Pihak Alpha JWC Ventures bahkan dengan terbuka sudah menyebutkan bahwa berusaha mendukung Kopi Kenangan dari segala aspek, demi ekspansi yang lebih baik. Edward menyampaikan, saat ini menambah gerai menjadi fokus utama. Ketika semua itu terpenuhi kemungkinan besar konsep new retail akan benar-benar optimal diterapkan oleh Kopi Kenangan.
"Untuk tahun depan, kami akan terus mendukung Kopi Kenangan dalam ekspansi mereka. Seperti pada portofolio kami lainnya, Alpha JWC selalu siap memberikan dukungan dalam hal strategi bisnis dan operation, manajemen sumber daya manusia, dan tentu saja, dukungan finansial," terang Jefrey.
Sedangkan pihak East Ventures menjelaskan, bahwa Fore Coffee akan memadukan aplikasi dengan ketersediaan gerai atau outlet sehingga memudahkan mereka menjangkau konsumen.
"Key enabler Fore adalah perpaduan teknologi dalam bentuk aplikasi dan retail presence. Fore membuka outlet- outlet khusus delivery, sehingga customer dari berbagai tempat yang pesan lewat aplikasi Fore atau platform pengantaran lainnya bisa mendapatkan minumannya dengan lebih cepat. Dengan adanya aplikasi pula, customer akan bisa mendapatkan offer yang sesuai dengan preference masing- masing," terang Melisa.
Aplikasi Anomali Coffee terinspirasi antrean
Anomali Coffee adalah salah satu merk coffee chain yang sudah menyediakan aplikasi untuk penggunanya. Mereka berangkat dari perasaan tidak nyaman melihat pelanggan mereka mengantre cukup panjang untuk mendapatkan beberapa gelas kopi.
Disampaikan oleh Head of Sales and Marketing Anomali Coffee Ryo Limijaya, pihaknya mengamati bahwa dari proses memesan sampai selesai proses pembayaran satu pelanggan mereka membutuhkan rata-rata 3 hingga lima menit.
Dari sana kemudian mereka mengembangkan aplikasi untuk memudahkan pelanggan mereka memesan kopi, dan datang hanya untuk mendapatkan kopi yang mereka pesan.
"Kami melihat hal ini sebagai salah satu jalan keluar atau hal yang dapat kami lakukan untuk membuat customer kami merasa nyaman dan aman untuk melakukan transaksi di Anomali Coffee karena seluruh data transaksi sudah terekam di dalam sistem. Misalnya jika muncul komplain dari customer, dari segi kami pun lebih mudah untuk mencari tahu kronologi serta langkah apa yang harus kami lakukan," ujar Ryo mengomentari konsep new retail pada bisnis coffee chain.
Sejauh ini Anomali Coffee tercatat sudah memiliki 12 outlet yang tersebar di Jakarta, Bali, Makassar, dan Surabaya. Tahun ini rencananya selain menambah beberapa outlet baru Anomali Coffee juga berencana untuk memperbaiki kualitas sambil menjajaki teknologi apa yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
"Menurut kami, trend membeli kopi melalui aplikasi mungkin akan semakin meningkat. Namun semua itu kembali lagi kepada fokus perusahaan dalam memposisikan fungsi aplikasi berdasarkan kebutuhan konsumennya. Karena masing-masing perusahaan, walaupun dalam bidang bisnis yang sama, belum tentu kebutuhan konsumennya juga akan sama untuk diwujudkan ke dalam fitur aplikasi."
"Mungkin ini adalah tantangan utama dalam trend itu sendiri, supaya jangan sampai aplikasi yang dirancang oleh perusahaan tidak menjawab kebutuhan customer sehingga pada akhirnya menjadi aplikasi yang gagal," tutup Ryo.