1. Startup

Trans-Pacific Partnership Membuka Celah Keamanan Privasi Online

Indonesia menyatakan niat bergabung, perlu negosiasi agar tidak merugikan kedaulatan dan menimbulkan permasalah baru

Kesepakatan perjanjian perdagangan perdagangan antar negara di Lingkar Pasifik dinilai oleh banyak pengamat akan mengancam keamanan privasi dan hak pengguna Internet. Setelah delapan tahun melakukan negosiasi, beberapa waktu lalu perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP) diterbitkan dalam versi “legal review” pasca disepakati oleh 12 negara di awal bulan lalu. Salah satu poin yang dinilai menimbulkan celah privasi online adalah pada segmen e-commerce.

Dalam perjanjian TPP mengenai e-commerce dituliskan bahwa kebijakan yang melindungi data pribadi saat melintasi perbatasan dapat dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap TPP. Perjanjian juga menempatkan persyarakat bagi negara anggota untuk memungkinkan transfer lintas batas tanpa aturan khusus terkait data pengguna, termasuk melarang pemerintah setepat mewajibkan perusahaan melakukan host pada server atau data center lokal.

Terlepas dari isu tersebut, TPP sesungguhnya berusaha ingin mengatur beberapa aspek perdagangan dan kebijakan ekonomi dengan tujuan menurunkan hambatan perdagangan dan mempromosikan kegiatan ekonomi di negara anggota. Namun sejak awal dirumuskan TPP sudah menimbulkan berbagai isu. Selain terkait privasi, banyak juga yang mempertanyakan seputar hak cipta. Menurut EFF sebagai salah satu lembaga yang turut mengkritisi isi TPP, kebijakan terkait hak cipta berpotensi mengancam hak masyarakat untuk bebas berekpresi, mengakses pengetahuan, serta keamanan dalam menjangkau sumber daya online.

Negosiasi Indonesia untuk bergabung ke dalam perjanjian TPP

Beberapa waktu lalu, pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama salah satunya untuk membahas terkait rencana keikutsertaan Indonesia ke dalam TPP. Diungkapkan Tim Komunikasi Presiden bahwa Indonesia akan mendukung TPP karena dianggap akan memajukan ekonomi nasional. Menurut Jokowi, ekonomi Indonesia adalah ekonomi terbuka. Dengan bergabung pada TPP, Indonesia akan memiliki peluang mengembangkan pasar ke negara maju yang bergabung di dalamnya.

Mesekipun dikatakan bahwa Indonesia tidak bergabung saat ini juga, kritik pun muncul dari berbagai kalangan, salah satunya Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang meminta pemerintah mengkaji kembali keikursertaannya dalam TPP.

Menurut INDEF kerja sama tersebut cenderung merugikan. Salah satu peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan bahwa poin kerja sama tidak senada dengan prinsip ekonomi Indonesia yang terbuka. TPP cenderung tertutup.

Dalam TPP juga terdapat penghapusan tarif ekspor impor. Dengan ini artinya akan timbul free fight market tanpa subsidi harga atau subsidi kebijakan untuk BUMN. Tidak hanya itu, perusahaan lokal pun harus siap bertarung dengan perusahaan asing yang bisa jadi memiliki kapasitas modal dan SDM yang lebih unggul. Bhima juga turut menyoroti terkait liberalisasi akses Internet yang berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia.

Sebagai klarifikasi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjahitan menegaskan bahwa Indonesia masih akan menggodok peraturan tersebut secara internal, mungkin baru bergabung di tahun-tahun mendatang karena saat ini Indonesia ingin fokus pada pakta ekonomi regional (MEA - Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang akan segera dimulai.