Sebuah langkah unik diambil oleh Wakuliner, platform cloud kitchen dan katering pertama dan terlengkap di Indonesia. Di usia yang terhitung muda, 3 tahun, Wakuliner mengumumkan perubahan nama dan logo baru menjadi “Waku”. Apa alasan dibalik keputusan Wakuliner melakukan rebranding di usia 3 tahun ini?

CEO Wakuliner, Anthony Gunawan menjelaskan ada 3 alasan utama yang mendasari keputusan rebranding yang dilakukan Wakuliner. “Tentunya rebranding ini sudah kami rencanakan sejak beberapa waktu lalu. Setelah mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang, beberapa points of view dan saran-saran dari para shareholder dan stakeholder di Wakuliner, maka kami putuskan untuk melakukan rebranding. Alasan yang pertama yaitu kami sedang fokus melakukan ekspansi lebih luas ke Indonesia dan mulai adanya interest dari pasar international terhadap kami. Kami telah berekspansi ke Surabaya dan sekitarnya sejak bulan Mei lalu dan beberapa minat ditunjukan oleh para investor dari luar Indonesia seperti Korea, China, dan US. Kami juga mendapatkan tawaran berkolaborasi di Eropa”, ujar Anthony.

Alasan kedua yaitu perlu konsep yang lebih fresh, modern, dan simple. “Nama Waku akan lebih mudah diingat dibanding Wakuliner. Ini akan mempermudah usaha branding kami ketika memasuki pasar baru dengan profil demografi yang baru juga.” jelas Anthony. Alasan ketiga yakni logo baru Waku lebih menegaskan bahwa bisnis ini fokus di kuliner atau food and beverages dengan adanya aksen topi koki. Logo terbaru juga memperkenalkan warna oranye yang merepresentasikan pelayanan hangat, antusias dan proaktif. Warna hijau khas Wakuliner tetap dipertahankan karena brand image wakuliner adalah hijau segar yang melambangkan kehidupan dan kesegaran, yang mana merepresentasikan produk Waku yang selalu segar dan baru.

Rebranding ini akan menjadi energi baru dan memperkuat komitmen bagi tim Waku dalam meningkatkan performa dan pelayanan. “Dengan brand baru ini, kami sedang menuju titik profitablity & sustainability very soon, dan terus dengan semangat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui makanan.” ujar Anthony.