18 Tahun Berdiri, Bagaimana Strategi Bisnis Lyto Sekarang?

Lyto tetap menarget gamer PC karena ARPU yang lebih besar.

Dalam 10 tahun terakhir, ada cukup banyak perubahan yang terjadi di industri game. Genre dan model bisnis baru mulai bermunculan. Tak hanya itu, platform yang digunakan oleh para gamers pun mulai berubah. Sekarang, platform mobile memberikan kontribusi besar pada pemasukan industri game global. Menurut Newzoo, 2,8 miliar dari 3 miliar gamers di dunia akan bermain di platform mobile. Tentu saja, perubahan ini akan mempengaruhi para pelaku industri game, tak terkecuali perusahaan game Indonesia.

Awal Mula Lyto Indonesia

Lyto Indonesia adalah salah satu perusahaan game Indonesia yang berumur panjang. Berdiri pada 2003, Lyto kini sudah berumur 18 tahun. Dalam waawancara dengan Hybrid.co.id, COO Lyto Indonesia, Kenken Rudy Salim mengungkap bahwa selama ini, Lyto telah meluncurkan sekitar 24-25 games. Sayangnya, kebanyakan dari game itu harus tutup. Saat ini, Lyto hanya menaungi sembilan game, yaitu enam game PC dan tiga mobile game.

Kenken menceritakan, ketika didirikan, salah satu visi Lyto adalah untuk memberikan hiburan pada remaja dan dewasa muda. "Di Indonesia, hiburan untuk golongan di rentang umur 17-25 tahun itu agak kurang," ujarnya. "Karena itu, mereka malah pergi ke tempat karaoke, dugem, atau bahkan narkoba dan tawuran." Keberadaan game online bisa menjadi salah satu hiburan alternatif bagi remaja dan dewasa muda.

Warnet juga pernah menimbulkan budaya buruk. | Sumber: Marketeers

Namun, Kenken mengakui, bermain game online terus-menerus juga memberikan dampak buruk. Contohnya, ketika komunitas warnet yang menjamur karena infrastruktur internet yang belum memadai. "Jadi, warnet sering buka paket malam sampai subuh. Hal ini memberikan efek buruk. Kalau sekarang, ada hiburan yang lebih baik," katanya. "Kalau diatur, game bisa memberikan dampak baik. Karena, segala sesuatu yang berlebihan memang memberikan dampak buruk." Dia menjadikan esports sebagai contoh dampak positif dari dunia game.

Strategi Lyto Sekarang

Seiring dengan berubahnya industri game, Lyto pun harus menyesuaikan diri. Kenken lalu menceritakan strategi yang Lyto terapkan untuk bisa beradaptasi dengan industri game saat ini. Dia menyebutkan, salah satu hal yang paling diperhatikan oleh Lyto adalah komunitas gamers. Menurutnya, keberadaan komunitas game yang kuat bisa membuat sebuah game bertahan lama.

"Dari dulu, kita sudah punya komunitas," ujar Kenken. "Game-game kita bisa tetap bertahan berkat adanya komunitas para pemain." Dia mengungkap, walau sekarang mobile game menjamur, hal itu bukan berarti tidak ada lagi orang yang senang memainkan game PC. Game PC tetap diminati. Hanya saja, dia mengakui, regenerasi pemain PC menjadi lebih lambat.

"Karena dulu, PC jadi platform pertama bagi para gamers Indonesia untuk bermain game," kata Kenken. "Sekarang, budayanya sudah berbeda. Gamers biasanya mulai mengenal game melalui mobile, baru gamer beralih ke PC." Menurut Kenken, perubahan budaya game ini memang hal yang lumrah. Dia bercerita, pada era 2000-an, budaya game di Indonesia juga tidak sama dengan budaya gaming saat ini. Di tahun 2000-an, kebanyakan gamers mulai bermain game di konsol. Setelah itu, mereka baru mulai bermain di PC.

Ragnarok Online jadi salah satu game Lyto pada tahun 2000-an.

Walau punya mobile game, Lyto lebih menargetkan gamers PC. Sementara dari segi umur, gamers yang menjadi target pasar Lyto adalah mereka yang berumur 17 tahun ke atas. Kenken mengaku, keputusan mereka untuk menargetkan gamer PC dengan umur 17 tahun ke atas memang membatasi pasar mereka. Namun, mereka percaya, target pasar mereka tetap ada. Selain itu, dia menyebutkan, salah satu keuntungan menargetkan gamers PC di umur 17 tahun ke atas adalah daya beli yang lebih besar.

"ARPU (Average Revenue per User) dari mobile game dan game PC seperti langit dan bumi," ujar Kenken. "Di mobile, ARPU sekitar US$4 saja, kita sudah happy. Kalau di game PC, bisa 10 kali lipat dari mobile game, sekitar US$40-60." Karena itu, dia menjelaskan, untuk bisa mendapatkan untung dari mobile game, game tersebut harus bisa menarik banyak pemain. "Misalnya, kalau di mobile, kita perlu mendapatkan 10 ribu pemain. Kalau di PC, jika kita mendapatkan seribu pemain saja sudah senang," cerita Kenken.

Atlantica Rebirth dan Angel Squad

Salah satu game yang saat ini ada di bawah naungan Lyto Indonesia adalah Atlantica Rebrith. Sebenarnya, sebelum diluncurkan oleh Lyto pada April 2021, game tersebut pernah diluncurkan pada 2008 dengan nama Atlantica Online. Menurut laporan Suara, popularitas game itu sempat bertahan selama lebih dari 10 tahun.

"Atlantica tutup service bukan karena nggak laku," ujar Kenken ketika ditanya mengapa Lyto mau meluncurkan kembali game 'lawas.' "Atlantica cukup potensial dan pasarnya pun masih bagus." Atlantica Online pertama kali diluncurkan di Indonesia pada 2008. Game itu menjadi populer di warung internet pada 2010. Sayangnya, game tersebut harus tutup pada 2016.

Dengan peluncuran kembali Atlantica Rebirth, Kenken berharap, orang-orang yang sempat tertarik untuk memainkan game itu, tapi enggan karena mereka merasa sudah tertinggal jauh, akan mau mencoba game tersebut. Alasan lain mengapa Lyto tertarik meluncurkan Atlantica adalah karena komunitas dari game tersebut juga masih hidup. "Kalau rekam jejak dari sebuah game sepi, ya kami nggak akan luncurkan kembali," tambahnya.

Lyto kembali merilis Atlantica Rebirth karena komunitasnya yang masih kuat.

Lyto tak hanya berkutat dengan game PC, tapi juga mobile game. Salah satu mobile game baru dari Lyto adalah Angel Squad Mobile. Game tersebut memiliki genre shooter RPG. Kenken mengungkap, salah satu hal yang membedakan Angel Squad Mobile dengan game shooter lainnya -- seperti PUBG Mobile atau Free Fire -- adalah karena Angel Squad memiliki artstyle anime. Selain itu, di Angel Squad, para pemain juga bisa mengumpulkan para karakter, yang disebut Angel.

Angel Squad Mobile merupakan game free-to-play alias gratis untuk dimainkan. Model bisnis yang Lyto gunakan untuk mendapatkan untung dari game tersebut adalah in-app purchase. "Revenue-nya darimana? Dari pemain yang beli Angels, akesori, dan weapon," ujar Kenken. "Kekurangannya adalah pemasukan dari game ini tidak akan sebesar game yang PVP. Memang, game-game kompetitif biasanya punya pemasukan yang lebih besar."