26 June 2020

by Lukman Azis

5 Tips Memilih Kamera Mirrorless Untuk Video YouTube

Jangan habiskan budget hanya untuk kamera saja

Beberapa waktu yang lalu, teman saya meminta rekomendasi kamera mirrorless. Kebutuhannya adalah untuk membuat konten video di platform YouTube. Channel sudah berjalan dan tujuannya meningkatkan kualitas videonya.

Bicara soal memilih kamera mirrorless untuk video, tentunya berbeda dengan kamera foto. Lebih kompleks dan banyak aspek yang harus diperhatikan, misalnya kemampuan autofocus-nya, ketersediaan port mikrofon dan hot shoe, hingga aksesori pendukung yang diperlukan. Beberapa fitur video berikut, bisa memudahkan proses produksi (syuting) dan post processing (editing).

1. Layar yang Bisa Diputar ke Depan

Photo by Olenka Sergienko from Pexels

Pertama layar yang bisa diputar ke depan, baik itu mekanisme fully articalated yang harus ditarik dulu sebelum bisa diputar atau tilting 180 derajat yang bisa langsung di flip menghadap ke depan.

Fitur ini cukup penting, terutama bila Anda bermain solo dan membuat konten vlogging. Untuk memastikan komposisi rapi dan fokusnya tepat saat membuat konten seorang diri. Kalau jenisnya

2. Port Mikrofon, Hot Shoe, dan Mikrofon Eksternal

Setelah membeli perangkat kamera, aksesori wajib yang dibutuhkan adalah mikrofon eksternal. Sebab, elemen audio sama pentingnya dengan visual dan kita tidak bisa kalau hanya mengandalkan mikrofon internal.

Untuk memasangnya, maka kamera kita harus memiliki port mikrofon dan hot shoe, dua kelengkapan ini merupakan satu kesatuan. Rekomendasi dari saya untuk mikrofon eksternal yang murah di bawah satu juta ialah Rode VideoMicro Compact dan Saramonic SR M3.

3. Video 4K dan Picture Profile

Photo by Torsten Dettlaff from Pexels

Photo by Kyle Loftus from Pexels

Kemampuan video dengan resolusi tinggi ini memberi manfaat saat post processing, terutama bila editing kita pada resolusi 1080p. Sebagai contoh, ketika saya lagi membuat video review smartphone dan ingin mendapatkan detail yang super closeup, biasanya terkendala dengan 'minimum focus distance' lensa. Tidak bisa terlalu dekat ke objek, dengan merekam di 4K kita bisa perbesar hingga 50 persen.

Selain itu, kita juga bisa reframing komposisi dan membuat gerakan panning, tilting, zoom in dan zoom out lewat Adobe Premiere Pro misalnya. Stock footage dengan resolusi 4K sendiri juga berharga sebagai aset stock video.

Nah beberapa kamera juga dibekali dengan picture profile flat, yang mana menangkap detail lebih banyak. Serta, memberikan keleluasaan color grading dan mempercantik video sesuai preferensi kita.

4. Rekomendasi Kamera Mirrorless

Photo by Fujifilm North America from Pexels

Ini bagian paling penting, memilih sistem kamera yang tepat. Sebab, nantinya kita tidak bisa dengan mudah pindah begitu saja setelah terjebak dengan ekosistemnya.

Kalau dari Sony, menurut saya yang paling ideal menimbang dari fitur dan harga adalah Sony A6400. Kalau budget belum cukup bisa cari kamera second bergaransi, bila masih belum masuk setidaknya pilih generasi sebelumnya yaitu A6300 second karena sudah tidak ada yang baru atau A6100 tapi banyak fitur yang dipangkas.

Lanjut ke Canon, rekomendasi saya EOS M6 Mark II karena merupakan lawan sepadan dengan Sony A6400. Sistem Dual Pixel autofocus sangat cepat dan bisa merekam video 4K/30p tanpa crop. Bila budget belum masuk, minimal EOS M50.

Dari Fujifilm, yang sepadan melawan Sony A6400 dan Canon EOS M6 Mark II adalah Fujifilm X-T30. Tapi, X-T30 tidak cocok untuk perekaman video durasi lama karena body yang mungil ada batasan durasi perekaman. Bila budget ada pilih X-T3 yang kemampuan videonya tak diragukan lagi tapi kalau budget mepet Fujifilm X-T200 juga cukup menjanjikan.

Beralih ke Panasonic Lumix dengan sensor Micro Four Thirds, yang sepadan dengan tiga kamera yang saya sebutkan diatas adalah Lumix G95. Tapi, bila budget tidak cukup Lumix G85 juga masih terbilang mumpuni.

5. Aksesori Lain

Photo by Brett Sayles from Pexels

Banyak para content creator yang melakukan kesalahan di awal dengan menghabiskan budget untuk membeli kamera saja, padahal proses untuk membuat video juga membutuhkan banyak aksesori pendukung. Mulai dari mikrofon eksternal, tripod, lightning, lensa fix untuk main bokeh, laptop, hingga software untuk mengedit video.

Meski begitu, jangan menunggu alat sampai lengkap baru bikin video. Sebaliknya maksimalkan apa yang kita miliki saat ini, tetap konsisten, sambil pelan-pelan upgrade peralatan seiring pertumbuhan channel kita.