12 August 2014

by Yoga Wisesa

AMD Mengekspresikan Keraguan Mereka Tentang Masa Depan Virtul Reality

Michael Abrash dari Valve pernah menyatakan bahwa masuk ke dunia virtual reality adalah pengalaman yang ajaib, dan sekali mencobanya, kita akan menginginkannya. Ia tidak salah, hanya dengan menjajal perangkat VR publik dapat mengetahui potensi yang tersimpan di dalamnya. Walau begitu, tidak semua orang merasa yakin akan masa depan virtual reality.

Keraguan tersebut diungkapkan oleh para eksekutif salah satu produsen chip PC terbesar di dunia, AMD. Menurut mereka, banyak sekali tantangan dan problema yang harus diselesaikan. Dengan produk seperti Oculus Rift, banyak orang telah berinvestasi dengan jumlah uang yang tak sedikit demi pengembangan VR. Tapi AMD berpendapat, dengan kemampuannya seperti saat ini, Oculus belum layak menjadi produk consumer electronics.

Mengungkapkan opininya pada Gamespot, Richard Huddy dari AMD berkomentar, "Demo-demo virtual reality yang sudah pernah saya saksikan belum cukup memuaskan. Walaupun produsen dan developer berhasil menyingkirkan beberapa masalah, saya selalu merasa mual saat mengenakan device VR. Itu berarti terdapat lag di sistem, dan saya memiliki mata yang sangat sensitif."

 

Info menarik: Ingin Lebih Memahami Virtual Reality? Oculus Segera Adakan Konferensi Oculus Connect

 

Huddy mengemukakan bahwa lag tersebut disebabkan minimnya performa grafis yang mentenagai perangkat virtual reality. Menurutnya, resolusi 1080p tidaklah cukup dalam proses rendering dan mensimulasikan field of vision mata manusia. Dalam perhitungan pixel, mata kita menyajikan resolusi kurang lebih sebesar 8K. Dengan begitu, 1080p belum bisa mengelabui banyak orang - malah membuat mereka merasa mual.

"Itu juga artinya para developer membutuhkan beberapa tahun lalu lagi hingga perangkat VR siap dipasarkan secara luas," kata Huddy. "Saya tidak tahu apakah ia akan sukses atau tidak. Tapi jika saya Mark Zuckerberg, dua miliar dolar bukanlah jumlah uang yang terlalu banyak."

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa luas penggunaan virtual reality, dan apakah ia menjadi metode esensial selanjutnya dalam menikmati game? Untuk kemampuannya sekarang, Oculus Rift memang sangat meyakinkan. Talenta dari berbagai kalangan industri turut bergabung untuk berpartisipasi dengan menawarkan berbagai software, demo dan aksesori pelengkap. Tapi ia akan gagal jika tidak mempunyai pangsa pasar khusus.

Rekan Huddy dari AMD, Darren Grasby, juga mengekspresikan hal serupa, "Berdasarkan opini saya, kini publik melihat perangkat VR sebagai device yang digunakan orang ketika mereka berjalan-jalan, atau saat berdiri di luar hotel. Persepsi seperti ini malah menggelincirkan virtual reality dari fungsi sesungguhnya."

 

Info menarik: Mari Buat Headset Virtual Reality Menggunakan Kardus dan Smartphone Anda

 

Banyak orang merasa tidak biasa untuk selalu mengenakan headset di kepala mereka ketika menikmati game atau aplikasi multimedia lain. Apalagi perangkat seperti Oculus Rift akan mengisolasi kita dari dunia luar - dan beberapa orang tidak merasa nyaman dengan hal tersebut.

Tapi perlu diingat, perangkat virtual reality adalah alternatif murah dan canggih terhadap layar televisi yang yang dibanderol puluhan hingga ratusan juta rupiah. Device seperti Oculus Rift menawarkan kita pengalaman digital yang lebih baik serta fungsi yang lebih luas, hanya dengan mengeluarkan uang beberapa ratus dolar saja.

Lalu untuk komplain soal bagaimana VR membuat kita terisolasi, ini hanyalah masalah kebiasaan. Sangat mungkin bagi produsen hardware untuk mengkombinasi virtual reality dengan augmented reality di waktu yang akan datang - memungkinkan kita tetap 'terhubung' dengan dunia nyata tanpa perlu melepas device.

Lagi pula jika Oculus Rift terbukti laris, maka permintaan hardware dengan performa tinggi juga akan meningkat. Dan hal itu sangat menguntungkan bagi produsen chip seperti AMD.

Gambar header: PC Gamer.