Analisa Industri Esports di 2021: Faktor Penghambat, Pendukung, dan Dampak Pandemi

Teknologi yang semakin canggih jadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan esports

Nilai industri esports diperkirakan akan bernilai US$3,57 miliar pada 2027. Dalam periode 2021-2027, tingkat pertumbuhan per tahun (CAGR) industri esports diperkirakan mencapai 21,3%, menurut laporan terbaru dari perusahaan analitik, ReportLinker. Dalam laporan tersebut, dibahas tentang faktor-faktor yang bisa mendorong dan menghambat pertumbuhan industri esports. Selain itu, laporan itu juga membahas kerja sama dan kolaborasi di industri esports yang terjadi pada 2021. Terakhir, dalam laporan itu tertulis tentang dampak pandemi pada industri esports.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pertumbuhan Industri Esports

Popularitas esports tidak bisa lepas dari popularitas game. Industri esports bisa muncul dan berkembang karena game kini dimainkan oleh begitu banyak orang. Dan salah satu hal yang membuat game menjadi sangat populer sekarang adalah berkat kemajuan teknologi. Seiring dengan semakin majunya teknologi, masyarakat pun semakin tergantung pada teknologi: baik smartphone atau gadget lainnya.

Bersamaan dengan berkembangnya teknologi, game juga terus berubah. Misalnya, perusahaan game kini menemukan model bisnis baru, seperti model free-to-play atau subscription. Tak berhenti sampai di situ, masyarakat ternyata tidak hanya senang untuk bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Karena itu, tidak heran jika industri konten streaming game dan turnamen esports bisa muncul dan berkembang. Buktinya, total spending konsumen akan turnamen game dan konten video akan game menunjukkan tren naik.

Hal lain yang membuat industri esports berkembang adalah bertambahnya jumlah turnamen esports yang digelar. Selain jumlah turnamen esports yang semakin banyak, total hadiah yang ditawarkan oleh kompetisi esports juga semakin besar. Misalnya, total hadiah liga resmi Mobile Legends mencapai US$300 ribu atau sekitar Rp4,3 miliar. Dalam beberapa tahun belakangan, jumlah penonton esports juga terus bertambah, yang bisa menarik para sponsor.

MPL ID adalah salah satu turnamen resmi dari publisher. | Sumber: Dot Esports

Esports juga sudah semakin diakui sebagai olahraga. Buktinya, ada beberapa universitas yang menawarkan jurusan atau bahkan beasiswa esports. Dengan begitu, gamers punya kesempatan lebih besar untuk berkarir di dunia esports, baik sebagai pemain profesional atau peran lain di belakang layar. Di masa depan, semua hal ini akan membuat industri esports terus tumbuh.

Hanya saja, esports tetaplah industri yang relatif baru. Karena itu, masih ada berbagai masalah yang harus dihadapi oleh para pelaku di dalamnya. Menurut ReportLinker, salah satu masalah yang ada di industri esports adalah ketiadaan standarisasi. Hal ini bisa membuat para pelaku industri esports -- mulai dari pemain, organisasi, sponsor, sampai penyelenggara turnamen -- kesulitan untuk bisa terus memberikan layanan atau konten dengan kualitas yang konsisten.

Masalah lain yang ada di industri esports adalah keberadaan turnamen palsu. Seiring dengan bertambahnya jumlah kompetisi esports yang diadakan, jumlah turnamen esports bohongan pun meningkat. Jika gamers tidak bisa memastikan legitimasi kompetisi esports, hal ini bisa menyebabkan masalah bagi mereka. Dan dampak turnamen esports palsu tidak hanya mempengaruhi para gamers, tapi juga penyelenggara turnamen sebenarnya.

Kolaborasi Esports Dalam 1 Tahun Terakhir

Dalam laporannya, ReportLinker membagi pasar esports ke empat kawasan, yaitu Amerika Utara, Asia Pasifik, Eropa, serta Latin Amerika dan Timur Tengah. Dari semua kawasan tersebut, Asia Pasifik menjadi kawasan dengan pasar esports terbesar pada 2020. Alasannya karena Asia Pasifik tidak hanya memiliki populasi yang besar, tapi juga jumlah pengguna internet terbanyak jika dibandingkan dengan tiga kawasan lainnya. Tak hanya itu, di Asia Pasifik, esports juga diterima dengan sambutan yang cukup hangat.

Pada 2021, ada berbagai kolaborasi dan kerja sama yang dilakukan oleh pelaku industri esports dengan perusahaan teknologi dan game untuk mengembangkan industri competitive gaming. Misalnya, pada April 2021, Tencent Sports, Tencent Esports, dan EA Sports bekerja sama dengan The Premier League untuk memperkenalkan kompetisi esports dari FIFA baru di Tiongkok. Sementara pada Mei 2021, Nintendo berkolaborasi dengan platform esports untuk pemain amatir, PlayVS. Tujuan Nintendo menggandeng PlayVS adalah untuk menumbuhkan ekosistem esports dari game mereka di kalangan siswa SMA.

Kerja sama antara Gameloft dengan Epik Prime. | Sumber: Medium

Pada Juni 2021, Gameloft menjalin kerja sama dengan Epik Prime, platform NFT, untuk membuat collectibles bertema balapan di mobile game, Asphalt 9. Satu bulan kemudian, pada Juli 2021, Activision Blizzard menggandeng ONE Esports dan foodpanda di Thailand untuk mengembangkan skena esports Call of Duty di Asia Tenggara. Pada bulan yang sama, Intel juga menjalin kerja sama dengan International Olympic Committee. Melalui kerja sama ini, Intel mendapatkan persetujuan untuk menggelar kompetisi esports di Katowice, Polandia, sebagai acara pembuka dari Olimpiade.

Sementara pada Agustus 2021, Gameloft menandatangani kontrak kerja sama dengan ESL Gaming. Tujuan mereka adalah untuk menyediakan solusi sponsorship untuk mobile esports. Di bulan September 2021, Nintendo UK berkolaborasi dengan Digital Schoolhouse dan Outright Games untuk mengembangkan ekosistem esports dari game-game Nintendo di Inggris. Fokus dari kerja sama itu adalah untuk mengadakan turnamen esports nasional untuk murid SD di umur 8-13 tahun. Harapannya, keberadaan kompetisi itu akan membuat para siswa tertarik untuk bekerja di bidang teknologi atau esports di masa depan.

EA jalin kerja sama dengan FIFA untuk buat program baru.

Terakhir, pada September 2021, EA dan Fédération Internationale de Football Association (FIFA) mengenalkan program esports baru untuk EA SPORTS FIFA 22. Program ini diperkirakan berhasil menarik puluhan juta pemain dan penonton. Program tersebut menyajikan kompetisi 1v1 dan 2v2. Dalam kompetisi itu, para pemain akan bisa menjadi perwakilan dari diri mereka sendiri, organisasi esports, atau klub sepak bola di dunia nyata.

Dampak dari Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 memang sudah mulai teratasi pada 2021. Namun, dampaknya masih bisa dirasakan, termasuk di industri esports. Kabar baiknya, dampak pandemi ke industri esports tidak melulu buruk. Keputusan pemerintah dari berbagai negara untuk menetapkan lockdown dan social distancing mengharusnya banyak orang untuk bersosialisasi melalui platform digital atau virtual. Memang, sepanjang pandemi, game tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tapi juga media komunikasi.

Selain itu, lockdown juga membuat berbagai kompetisi olahraga tradisional ditunda atau dibatalkan. Alhasil, sebagian penggemar olahraga beralih menonton konten esports. Selain itu, keberadaan kompetisi esports untuk game-game populer, hal ini membuat para gamers menjadi semakin ingin untuk memainkan game-game tersebut.

Sayangnya, pandemi juga memberikan dampak buruk pada industri esports. Salah satu masalah yang muncul akibat pandemi adalah keterbatasan suplai peralatan gaming, seperti joypad, layar, konsol, dan lain sebagainya. Kabar baiknya, regulasi terkait lockdown tampaknya akan diperlonggar pada tahun ini. Artinya, kemungkinan, di tahun ini, industri esports tidak akan lagi terhambat oleh masalah suplai.