Assassin's Creed Valhalla Diumumkan, Lebih RPG daripada Seri-Seri Sebelumnya

Combat-nya lebih brutal, tapi diplomasi dan role-playing tetap penting

Dua judul Assassin's Creed terakhir, yakni Origins dan Odyssey digarap dengan arahan yang agak berbeda dari seri-seri sebelumnya. Singkat cerita, kesan assassin pada karakter di kedua game tersebut lebih memudar ketimbang di game-game sebelumnya, akan tetapi di saat yang sama combat-nya juga terasa semakin memuaskan.

Seandainya kedua game itu sama sekali tidak menerapkan elemen stealth dan tidak mencoba memperlakukan lakonnya sebagai seorang assassin, saya pribadi tidak akan keberatan. Namun apa daya branding "Assassin's Creed" sudah terlalu kuat dan sayang untuk ditinggalkan. Mustahil Ubisoft membuang salah satu franchise terpopulernya begitu saja.

Pada seri terbaru Assassin's Creed yang bakal dirilis di musim liburan tahun ini, Valhalla, kesan assassin itu boleh dibilang sudah hampir tak terasa lagi. Bagaimana tidak, lakonnya merupakan seorang prajurit Viking yang sangat jago bertarung. Viking dan stealth sepintas terdengar bertolak belakang, dan itu membuat saya jadi makin penasaran dengannya.

Setelah menonton trailer sinematiknya, kita langsung tahu bahwa game mengambil setting abad ke-9. Sang lakon, Eivor, sedang berupaya memimpin clan-nya untuk kabur dari kampung halamannya, Norwegia, menuju ke dataran Inggris. Kondisi Inggris sendiri kala itu jauh dari kata ideal, dengan satu per satu kerajaan Anglo-Saxon berjatuhan.

Lalu bagaimana Ubisoft menyisipkan elemen assassin ke Eivor? Lewat senjata Hidden Blade tentu saja, meski sekarang wujudnya tak lagi tersembunyi seperti di seri-seri sebelumnya. Pun demikian, senjata ini tetap berguna di saat-saat darurat dan tetap bisa mengejutkan lawan-lawannya, seperti yang ditunjukkan oleh trailer-nya.

Yang lebih menarik menurut saya adalah bagaimana combat di Assassin's Creed Valhalla bakal semakin dimatangkan lebih jauh lagi. Hampir semua senjata dapat dipakai sepasang oleh Eivor (dual-wield), termasuk kapak, pedang, dan bahkan perisai. Valhalla sejatinya ingin menunjukkan betapa serba bisanya pejuang Viking dalam bertarung.

Combat di Valhalla dipastikan bakal terkesan lebih brutal. Kendati demikian, diplomasi masih menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Sejak Odyssey, seri Assassin's Creed memang sudah memberikan bobot ekstra terhadap variasi dialog, dan ini bakal pemain jumpai lagi di Valhalla. Keputusan-keputusan yang pemain ambil bakal berdampak besar terhadap progress permainan.

Seperti di Origins dan Odyssey, mitologi kembali dipakai sebagai bumbu penyedap narasi dalam Valhalla; spesifiknya mitologi Norse dengan dewa-dewa familier seperti Odin, Thor, Loki, Freya, Heimdall, dan masih banyak lagi. Juga tidak kalah menarik adalah, pemain bebas memilih memainkan Eivor sebagai karakter laki-laki atau perempuan.

Valhalla juga bakal memperkenalkan fitur baru, yakni fitur Settlement, yang bakal mengajak pemain untuk memperkuat teritorinya dengan membangun barak, merekrut prajurit, dan lain sebagainya. Settlement juga bakal menjadi gerbang kustomisasi karakter, semisal untuk menambahkan tato pada Eivor.

Assassin's Creed Valhalla bakal menjadi salah satu judul debutan Xbox Series X dan PlayStation 5, akan tetapi Ubisoft tetap akan merilisnya di Xbox One, PS4, PC maupun Google Stadia. Di PC, Valhalla pada awalnya akan dijajakan secara eksklusif melalui Uplay Store dan Epic Games Store.

Ya, Steam lagi-lagi tidak menjadi pilihan salah satu judul AAA. Beberapa game blockbuster sebelumnya sudah mengambil rute serupa; dirilis eksklusif melalui Epic Games Store selama beberapa bulan, sebelum akhirnya didistribusikan lewat Steam.

Sumber: Ubisoft dan Gamespot.