1. Lifestyle

Bagaimana Console Menyelamatkan Hobi Gaming Seorang Ayah

Dengan console, kegiatan gaming jadi tidak lagi terisolasi.

Banyak yang beranggapan bahwa pernikahan adalah ujung dari kehidupan para gamer. Kenyataannya, ada banyak individu bisa terus ber-gaming setelah menikah, bahkan berhasil mengajak pasangannya untuk turut menikmati hobi ini. Tapi ujian sesungguhnya ialah mencari cara buat terus ber-gaming ketika mereka harus bertanggung jawab pula sebagai seorang ayah.

Kekhawatiran ini boleh jadi dirasakan oleh mayoritas gamer yang menanti kelahiran buah hatinya. Pada prakteknya, hidup akan selalu menemukan jalan. Rekan saya Glenn ialah seorang ayah sekaligus penggemar shooter akut. Ia masih setia menanti Borderlands 3 (yang tak kunjung diumumkan), menamatkan Wolfenstein II: The New Colossus jauh lebih cepat dari saya, dan sekarang sedang disibukkan oleh Assassin's Creed Origins.

Hal tersebut juga sempat menghantui pikiran saya. Beberapa bulan setelah putra saya lahir, saya mencari cara paling efektif untuk meneruskan petualangan di Assassin's Creed Origins. PC adalah platform favorit saya, dan laptop merupakan satu-satunya perangkat gaming saya punyai saat itu. Karena tidak jarang saya harus menggendong bayi, lalu menggunakan keyboard dan mouse tak lagi nyaman, akhirnya saya memutuskan untuk membeli controller Xbox One.

Solusi ini cukup efektif untuk sementara waktu. Kisah perjalanan Bayek of Siwa di era Mesir Kuno bisa berlanjut, dan bayi saya dapat tidur tenang dalam dekapan. Namun berlama-lama duduk di kursi kerja sambil menggendong bayi sembari menatap layar 17-inci dari jarak cukup jauh tentu saja memberikan dampak buruk bagi tubuh. Kendala lain: saya tidak bisa menukar waktu istirahat malam buat bermain karena pekerjaan menuntut saya untuk selalu fit di siang hari.

Jalan keluarnya datang secara tidak terduga. Awalnya, saya membeli PlayStation 4 Pro sebagai alat untuk menikmati game-game eksklusif console yang tidak dirilis di PC tanpa tahu seberapa lama saya akan bercengkerama dengannya.  Tapi kini, PS4 menjadi hardware yang paling sering dinyalakan di rumah: ketika saya bangun paling pagi di hari libur, waktu menggendong bayi menggunakan kain sling, hingga saat si kecil tidur, ketika saya dan istri ingin bermain couch multiplayer.

Console juga memberikan solusi buat hampir segala masalah kenyamanan yang sempat saya hadapi: saya bisa menggendong bayi sambil duduk di sofa, dan jika si kecil mulai tidak betah, saya tinggal menarik kursi makan untuk duduk lebih tegap. Jika perlu, saya bisa berdiri di depan TV tanpa perlu lagi memicingkan mata.

Saya akui memang ada banyak cara untuk bermain game PC di ruang keluarga. Melihat dari apa yang saya sudah dimiliki, saya bisa saja menyambungkan laptop gaming ke TV dengan HDMI. Buat saya, setup seperti ini tidak masalah, namun istri mungkin punya pendapat berbeda setelah melihat keyboard, mouse, controller dan kabel-kabel berseliweran. Apalagi, tempat tinggal kami tergolong minimalis.

Memiliki PlayStation 4 turut berjasa menggaet istri saya untuk turut menikmati hobi ini. Melihat saya asik bermain God of War, akhirnya ia juga meminta untuk dibelikan 'game casual yang bisa dimainkan berdua'. Kini ia yang tertawa paling keras jika saya melakukan kesalahan konyol dalam Overcooked, lalu ia terus menyemangati saya buat berbelanja permainan couch multiplayer lain di PlayStation Store.

Sebelumnya, saya telah menginstal sejumlah permainan casual di PC - misalnya Terraria dan Stardew Valley. Judul-judul ini berkualitas serta adiktif. Namun mungkin langkah-langkah untuk log-in ke Steam serta kendali via keyboard dan mouse yang cukup rumit jika belum terbiasa membuat istri saya enggan bermain di sana.

Untuk ber-gaming di PlayStation 4, yang perlu kita lakukan hanyalah menyambungkan kabel, kemudian menyalakan TV dan console. Dengan melawati menu yang simpel, permainan dapat segera diakses. Dan sama seperti saya, couch gaming via console membebaskan istri buat melakukan sejumlah aktivitas sembari bermain, misalnya menyusui si kecil atau sekadar memangkunya. Dan dengan console, kegiatan gaming jadi lebih tidak terisolasi.

Saat membaca artikel ini, Anda mungkin akan bilang bahwa semua penjelasan di atas hanyalah justifikasi saya untuk membeli console. Sejujurnya, dugaan Anda tidak sepenuhnya keliru. Buktinya, Glenn bisa terus menikmati game tanpa memerlukan console (walaupun saya mendengar ia sempat mempertimbangkan mengadopsi PS4 demi memainkan Shadow of the Colossus). Saya mengaku memang sedang mengicar beberapa judul first-party Sony.

Tapi bagi saya pribadi, PC tidak akan bisa tergantikan. Ia tetap menjadi platform favorit untuk bermain game secara serius dan juga berperan jadi medium melepas penat di tengah-tengah waktu kerja. Jika betul-betul merasa membutuhkannya, saya hanya tinggal membuka Steam dan menikmati satu atau dua kali match Quake Champions buat menyegarkan pikiran...

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again