22 November 2018

by Yabes Elia

Bagaimana Event Esports Berperan Sebagai Sarana Marketing dan Branding?

Adakah hitung-hitungan RoI yang bisa digunakan?

Di 2018 ini, selalu ada saja event esports yang berbeda setiap bulannya. Namun demikian, membuat event esports tatap muka, atau yang biasa disebut offline, butuh dana yang tidak sedikit juga.

Dari sejumlah obrolan off-the-record saya dengan beberapa penyelenggara ataupun sponsor event, ajang kompetitif tatap muka tadi yang berskala nasional atau lebih besar, kebanyakan - jika tidak bisa dibilang semua - butuh dana sampai miliaran Rupiah (sayangnya, saya tidak dapat merinci lebih spesifik tentang detail turnamen atau penyelenggaranya).

Karena besaran dana tadi, tentunya dibutuhkan para sponsor untuk saling bahu membahu menanggung besaran biayanya. Untungnya, event esports sendiri bisa berperan sebagai sebuah sarana pemasaran (marketing) ataupun penjenamaan (branding) buat semua yang terlibat di sana.

Kali ini, saya telah mengumpulkan 3 narasumber dari perspektif yang berbeda-beda yang akan berbagi pendapatnya mengenai peran event esports sebagai sebuah sarana marketing dan branding.

Peran Event Esports untuk Publisher Game dan Sponsor

AoV World Cup 2018. Sumber: Garena

Sebagai salah satu publisher game yang paling aktif mengembangkan ekosistem esports di Indonesia, tentunya tidak sah jika saya tidak mengajak Garena untuk membagikan pendapatnya di sini.

Ada 3 game yang mereka rilis sendiri yang (pernah) digarap cukup intensif esports-nya oleh Garena, League of Legends (LoL), Point Blank (PB), dan Arena of Valor (AoV).

Adalah Wijaya Nugroho, Business Development - Esports, Garena Indonesia, yang akan mewakili Garena Indonesia untuk menjadi salah satu narasumber kita kali ini.

Ia mengatakan "Garena melihat bahwa esports lebih dari sekedar sarana marketing/branding dari produk game. Esports juga merupakan salah satu sarana dari publisher/developer game untuk give back ke komunitas game itu sendiri dan menjadi katalis pertumbuhan industri game."

Wijaya juga melanjutkan, "contohnya saat ini, stakeholder dalam industri (game dan esports) tidak hanya developer, publisher ataupun pemain, tetapi juga telah melebar ke pihak lain seperti video platform providers, tournament organizer, dan bahkan perusahaan-perusahaan lain yang menjadi sponsor dalam event-event dan klub esports."

Sumber: ESL

Selain itu, buat developer ataupun publisher gameesports juga sebenarnya dapat memperpanjang umur (life-cyclegame itu sendiri; meski memang tidak mutlak menjadi satu-satunya faktor yang berpengaruh. Bagi Garena, esports dapat memperpanjang umur produk dengan menciptakan engagement antara game dengan pemainnya.

Ditambah lagi, Wijaya mengklaim, "perkembangan produk game Garena tidak terlepas dari peran para permainnya."

Buat komunitas game itu sendiri, mekanisme esports secara otomatis mampu membentuk pemain loyal yang terus mengikuti pertandingan di berbagai tingkat turnamen yang diadakan. Garena juga percaya bahwa esports juga bisa menjadi ruang bagi para gamer untuk mengembangkan bakat dan minatnya masing-masing.

Meski begitu, banyak juga developer/publisher game yang masih percaya bahwa umur satu produk game lebih bergantung pada kualitas game itu sendiri; terlepas dari ada atau tidaknya esports-nya. Bagaimana Garena menanggapi pandangan tersebut?

Wijaya pun berargumen, "kita mungkin perlu mencoba membayangkan seperti apa industri game apabila tidak ada esports, mungkin tetap sama seperti tahun-tahun yang lalu: gamer hanyalah gamer, tidak ada tontonan pertandingan, tidak ada tim professional, tidak banyak brand lain yang masuk.

Memang benar bahwa tidak semua game memerlukan esports, tetapi tidak berarti esports tidak diperlukan. Esports telah membentuk ekosistem yang ada sekarang dan mengembangkan pasar industri game menjadi seperti apa yang kita ketahui saat ini."

Itu tadi pendapat dari Garena tentang peran esports bagi developer/publisher game yang bersangkutan. Lalu bagaimana peran esports buat brand yang menjadi sponsor event?

Sumber: Lenovo

Saya pun menghubungi Lenovo untuk mewakili brand yang kerap menjadi sponsor ajang esports. Mereka juga bahkan menjadi sponsor salah satu organisasi esports terbesar di Indonesia, EVOS Esports.

Diantika, Consumer Marketing Lead Lenovo Indonesia, yang akan mewakili Lenovo untuk berbincang-bincang dengan saya di sini. Lenovo sendiri tak hanya menjadi sponsor berbagai event esports namun juga menggelar event mereka sendiri di Indonesia, seperti League of Champion untuk LoL, Rise of Legion untuk sejumlah game seperti Dota 2, PUBG, dan yang lainnya. Mereka juga bekerja sama dengan JD.ID untuk menggelar ajang esports buat para pelajar yang bertajuk High School League 2018.

Di tingkatan global, Lenovo juga dirangkul oleh Ubisoft untuk official PC dan monitor untuk game FPS Tactical mereka, Rainbow Six Siege (R6S).

Menurut Diantika, tujuan Lenovo mendukung esports karena mereka ingin berkembang bersama esports yang berkembang pesat sekarang ini. Menurutnya, gamer bertambah banyak jumlahnya dan mereka butuh perangkat yang mampu mengakomodir kebutuhan bermain game.

Lenovo juga bahkan pernah melakukan survei ke sejumlah warnet atau iCafe tentang pertanyaan apa saja yang diminta oleh para gamer dari brand. Dari survey tersebut, ada 3 jawaban tertinggi yang mereka dapatkan yaitu, kompetisi, workshop (pelatihan), dan promosi produk. Menariknya, dari 3 jawaban tadi, justru promosi produk lah yang menjadi jawaban terbanyak yang diminta gamer berdasarkan data internal Lenovo.

Dari jawaban survei tadilah, Lenovo pun menjalankan strateginya. Mereka telah menjalankan turnamen seperti yang saya tuliskan beberapa contohnya di atas. Bersama EVOS Esports, mereka juga telah mengadakan workshop di 5 kota di tahun 2017. Di workshop tersebut, EVOS Esports berbicara seputar esports seperti bagaimana caranya membangun tim esports.

Sumber: ESL

Lebih lanjut menjelaskan, Diantika malah mengungkapkan bahwa esports sendiri memang masih jadi satu-satunya sarana/strategi branding dan marketing untuk pasar gamer. Ia juga mengungkapkan bahwa pasar gamer sendiri memang sedikit berbeda dengan pasar yang lain. Gamer adalah loyalis. Mereka ingin terlibat dan mereka ingin cari tahu, belajar saat menonton pertandingan.

Sebagai contoh, Diantika juga menjelaskan strategi yang berbeda yang mereka gunakan untuk lini produk mereka yang lainnya. Strategi pemasaran di esports mereka memang dibuat untuk lini gaming Lenovo, yaitu Legion. Namun untuk lini produk mereka yang lain, Lenovo Yoga, yang diperuntukkan untuk anak muda dan profesional, mereka menggunakan cara yang berbeda.

"Activity campaign-nya berbeda." Ujar Diantika. Ia juga mengaku Lenovo memang tidak banyak menggelar event untuk target pasar Lenovo Yoga. Sedangkan target pasar Legion memang lebih banyak ke grass root. Esports memungkinkan Lenovo mendatangi langsung para gamer di tempat pasar ini berkembang cepat, yang kebanyakan berada di daerah pulau Jawa seperti Surabaya dan Bandung, karena gamers juga lebih butuh yang engage langsung dengan mereka.

Sumber: PUBG Mobile Esports

Andrew Tobias, salah seorang yang cukup lama berkiprah di esports Indonesia juga sempat saya tanyai pendapatnya. Ia telah malang melintang di industri esports Indonesia sejak beberapa tahun silam sebelum akhirnya bergabung dengan Tencent untuk PUBG Mobile sebagai Esports Manager. Meski begitu, pendapatnya di sini bukan mewakili perusahaan gaming raksasa asal Tiongkok tadi, melainkan atas kapasitasnya sebagai 'aktivis' esports Indonesia.

Hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Diantika, Andrew juga mengutarakan bahwa brand atau vendor memang butuh orang-orang, tim, gamers yang bisa membantu mempromosikan produk. "Kalau tidak ada game atau esports-nya, lalu bagaimana cara promosinya?"

Saya sangat setuju dengan semua narasumber kita kali ini. Pasalnya, industri game dan esports sendiri memang pada dasarnya tak bisa dipandang sebagai bagian-bagian yang terpisah antara para stakeholders-nya. Game, perangkat, turnamen (event esports), dan profesional players memang saling membutuhkan satu sama lainnya.

Hitung-Hitungan (RoI) Event Esports

Sumber: ESL

Di era digital ini, industri advertising berevolusi jadi lebih transparan dan tepat sasaran dibanding saat jaman iklan tradisional. Perhitungan Return of Investment (RoI) pun jadi jauh lebih mudah dan transparan dibanding era sebelumnya karena ada banyak sekali takaran yang bisa digunakan di digital advertising mulai dari CPM (Cost per Miles), CPC ( Cost per Click), CPI (Cost per Installation), CPA (Cost per Activation), dan yang lain sebagainya.

Lalu, pertanyaan besarnya adalah bagaimana cara menghitung RoI ketika sebuah brand atau vendor ingin menjadi sponsor event esports?

Muasalnya, pelaku bisnis tentunya ingin tahu seberapa besar keuntungan yang bisa ia dapatkan saat mereka menaruh investasi. Apalagi, seperti yang saya tuliskan tadi, digital advertising yang sekarang jadi mainstream untuk para pelaku bisnis mampu menawarkan kejelasan dari hitung-hitungan RoI.

Bagaimana cara meyakinkan sponsor baru, misalnya para pemilik brand non-endemicyang ingin terjun ke esports? Apakah event esports juga dapat membantu publishers atau developers mengenalkan game mereka ke masyarakat yang lebih luas?

Wijaya Nugroho mengatakan, "tidak semua hal dapat dikuantifikasi dalam hitung-hitungan, esports salah satunya. Dalam melakukan bisnis, kami di Garena percaya bahwa customer harus selalu ada di top-of-mind kami dan esports merupakan salah satu sarana bagi Garena untuk give back kepada komunitas game."

Sedangkan untuk efektifitas esports dalam mengenalkan sebuah game, ia menjelaskan bahwa event esports sendiri butuh beberapa faktor penunjang lain dalam menentukan efektifitasnya, seperti publikasi sebuah event yang dapat menentukan tingkat pemaparan masyarakat terhadap event esports.

"Di sinilah rekan-rekan media memainkan peran besar mereka."

GPL Spring 2018. Sumber: Garena

Terlepas dari hitung-hitungan tadi, ia juga menambahkan satu hal yang tak kalah penting yaitu esports juga bisa digunakan untuk menyingkap sisi positif dari kegiatan bermain game.Kerjasama tim, kerja keras para pemain berlatih, penyusunan strategi, kepemimpinan seseorang dalam tim, dan sejumlah hal lainnya itu bisa disampaikan ke masyarakat untuk mengubah paradigma banyak orang tentang game dan industrinya lewat esports.

Hal tersebut mungkin memang termasuk salah satu keuntungan yang tak dapat dihitung dari esports. Muasalnya, tak dapat dipungkiri, salah satu tantangan yang dihadapi oleh para stakeholders dalam memajukan industri game dan esports memang ada di paradigma negatif kaum awam tentang kegiatan bermain game.

Andrew juga mengutarakan pendapat yang serupa karena perhitungan RoI di event esports memang tricky. Ia juga menambahkan karena ada banyak faktor yang bisa berpengaruh terhadap kesuksesan event esports sebagai sarana marketing. Misalnya saja, apakah produk sponsor tersebut cocok dengan target market dari event esports?

Sumber: PUBG Mobile Esports

Meski begitu, ia menjelaskan bahwa ia sendiri merasakan ada hype yang terbangun untuk PUBG Mobile dari PUBG Indonesia National Championship (PINC) 2018 yang digelar beberapa waktu lalu.

Untungnya, Diantika dari Lenovo memberikan jawaban yang lebih konkrit soal hitung-hitungan ini.

Lenovo sendiri memiliki 3 objective yang bisa dikejar saat mereka menggelar atau menjadi sponsor event esports, yaitu:

  1. Engagement Rate
  2. Partisipasi tim
  3. Click Through Rate (CTR)

Engagement Rate tadi bisa di-set targetnya sebagai salah satu tujuan dan target dari penyelenggaraan event.

Partisipasi tim juga bisa menjadi benchmark dalam penyelenggaraan event. Misalnya pun tak semua pendaftar bisa turut serta di turnamen karena keterbatasan slot, data tersebut bisa menjadi leads baru yang sangat berharga.

Kedua hal tersebut bisa membentuk para pengguna agar menjadi loyalist brand baru, yaitu orang-orang yang memang setia menggunakan merek-merek tertentu. Buat yang memang sudah cukup lama berkecimpung di industri gaming ataupun teknologi, hal ini tentunya sudah tidak asing lagi karena memang loyalist brand itu riil di sini.

Contohnya saja baik Apple ataupun Android punya fans loyalnya masing-masing. Demikian juga antara AMD dan NVIDIA, ataupun Intel.

Ditambah lagi, brand awareness yang bisa didapat saat menjadi sponsor juga tak kalah penting karena menurut Diantika, "awareness itu yang akan menjadi jembatan ke purchase (sales)."

Sedangkan untuk CTR, yang dimaksud di sini adalah seberapa banyak orang yang masuk ke dalam landing page dari promo campaign yang memang telah disiapkan berjalan bersama dengan event-nya.

Sumber: ESL

Diantika mengakui memang saat ini belum ada measurement tools yang bisa digunakan untuk mengukur berapa konversinya. Maksudnya, apakah pembelian di saat promo tersebut memang di-drive oleh campaign tadi atau bukan.

Namun, biasanya yang mereka lakukan adalah menghitung penjualan sebelum dan sesudah campaign. Penjualan mereka memang faktanya naik berdasarkan pengamatan tadi namun boleh dibilang perhitungan ini juga masih berada di batas asumsi. Bukannya tidak valid juga, hanya saja korelasi yang masih memang belum ditunjukkan secara eksplisit.

-

Itu tadi obrolan saya dengan 3 narasumber kita soal peran esports sebagai sarana marketing/branding.

Saya tahu pembahasan kali ini mungkin masih terlalu dangkal untuk sebagian orang namun anggaplah saja ini bisa jadi pengantar untuk pembahasan-pembahasan lain yang lebih mendalam di lain waktu.