23 April 2015

by Yoga Wisesa

Bukan Lampu Ajaib, Tapi Flyte Bisa Terbang di Atas Sumber Listrik

Mengapa bentuk 'lampu ajaib' di film Aladdin lebih menyerupai teko? Sebenarnya itulah rupa lampu minyak zaman dulu, dengan api keluar di ujungnya. Tapi penasarankah Anda seperti apa bentuk sistem penerangan di masa depan? Seorang desainer Swedia berhasil menciptakan device berpijar yang boleh jadi adalah cara penyajian lampu futuristik.

Sejak masih remaja, Simon Morris sudah memimpikan hoverboard, dan terkagum-kagum pada teknologi 'terbang' berbasis magnet. Ia mulai membuat beragam jenis prototype, dari mulai papan luncur, sepatu, speaker, serta headphone. Namun akhirnya teknik tersebut ia terapkan ke Flyte sebagai produk konsumen. Flyte ialah lampu LED 'ajaib' yang terbang di udara, dan tidak membutuhkan sambungan fisik ke sumber listrik.

Flyte mengkombinasikan dua teknologi: daya angkat berbekal magnet dan teknik induksi atau transfer tenaga secara wireless. Meski teorinya mudah dijelaskan, proses pembuatannya tidak gampang. Tantangan terbesarnya terletak pada penyeimbangan keduanya. Baik induksi dan magnetic levitation mempunyai keterbatasan, itu sebabnya device perlu dirancang sedemikian rupa agar bekerja optimal.

Info menarik: Zedcon Dapat Mengontrol Lampu LED Berdasarkan Musik

Perangkat tersebut adalah campuran benda seni dan teknologi terapan. Flyte terdiri atas dua bagian, lampu dan base. Lampu menyimpan empat buah LED ultra-bright. Saat ditempatkan di atas base, bohlam segera berpijar sambil berputar perlahan-lahan. Lampu mampu bertahan hingga 50.000 jam - 12 jam sehari selama 11 tahun. Lalu base sendiri memanfaatkan bahan kayu ek, ash, atau walnut.

Efisien dalam penggunaan tenaga, memanfaatkan sumber daya alam yang banyak tersedia, dan diciptakan dari material terbaik ialah tiga janji Morris. Flyte mengusung jenis bulb anti-pecah, dengan sistem LED rendah energi. Wireless power reciever akan saling mendorong dengan transmiter, berkat gaya elektromagnetik dan gravitasi. Powertransmiter dilindungi oleh casing kayu.

Simon Morris menyebutkan bahwa Nikola Tesla merupakan salah satu pemberi inspirasi ide Flyte. Selain buat dudukan lampu terbang, base juga bisa dipakai mengisi ulang baterai smartphone. Kini tim sedang bereksperimen dengan levitation terbalik - seperti posisi bohlam lampu pada umumnya. Beberapa produsen telah setuju mendukung tim Morris untuk proses produksi.

Flyte dapat Anda pesan sekarang di situs crowdfundingKickstarter. Harga versi early bird memang cukup mahal, mencapai US$ 240, tapi tidakkah Anda tertarik menaruh lampu terbang keren ini di atas meja kerja?