Mengintip Gaming Gear Pilihan 3 Sosok Esports Indonesia

Antonius Willson (shoutcaster FPS), Rizky Varizh (Dota 2 player), dan Gary Dastin (VALORANT Player) berbagi alasan atas gaming gear yang mereka gunakan.

Beberapa waktu lalu saya sempat membahas soal tips aim dalam bermain game FPS di PC. Pada artikel tersebut, saya membahas berbagai macam hal, mulai dari Grip Style, Aim Style, melatih Muscle Memory agar lebih mudah mendapat momen Clutch, sampai cara memilih Mouse yang tepat.

Memang, dalam gaming kompetitif, memaksimalkan performa menjadi teramat penting. Bagaimanapun, hanya yang terbaik yang bisa mendapat gelar juara, hadiah turnamen yang jumlahnya bisa mencapai angka miliaran rupiah. Jika fisik sudah terlatih, kemampuan bermain sudah prima, juga sudah kuat menghadapi tekanan mental, lalu hal apalagi yang harus dikejar?

Melengkapi permainan dengan gaming gear yang tepat bisa membantu Anda meraih performa bermain yang maksimal. Saya juga sempat membahas soal bagaimana dampak penggunaan gaminggear terhadap performa pemain esports. Kali ini, mencoba melihat lebih dekat, mari kita intip apa gaminggear yang digunakan sosok esports Indonesia, beserta alasannya.

Antonius Willson (Son) - CS:GO/VALORANT Shoutcaster

Sumber: Dokumentasi Pribadi Antonius Willson

Walau lebih dikenal sebagai seorang shoutcaster untuk game FPS seperti CS:GO, VALORANT, ataupun PUBG Mobile, namun saya merasa perlu untuk menyertakan sosok yang satu ini ke dalam daftar. Salah satunya karena Willson atau Wooswa juga merupakan pemain game FPS yang cukup kompetitif. Pada zaman CS:GO, ia sempat mencapai Rank Supreme Master First Class (SMFC) satu Rank di bawah The Global Elite, rank tertinggi di CS:GO. Pada VALORANT, ia juga sudah mencapai Rank yang Diamond 1 saat saya hubungi sore, 13 Agustus 2020, tadi. Maka dari itu, tidak heran jika ia jadi picky dalam memilih gaming gear. Berikut jajaran perlengkapan yang ia gunakan.

Perlengkapan Utama

  • Mouse - G Wolves Skoll - DPI 800
  • Mousepad - Steelseries QCK+ NIP Special Edition - Cloth Surface
  • Keyboard - Leopold FC900R - Red Switch
  • Monitor - Viewsonic XG2705 - 144Hz
  • Headphone - Sennheiser HD6XX

Aksesori Tambahan

  • Microphone - Antlion Modmic
  • Palmrest - CoolerMaster

Saat ditanyakan apa saja alasan ia memilih masing-masing perlengkapan tersebut, Willson menjelaskan dengan cukup terperinci soal apa saja yang jadi preferensinya.

Pertama soal Mouse. Ia mengatakan bahwa alasan utamanya memilih G Wolves Skoll adalah karena bobot, tipe sensor, serta tipe switch tombol klik. “Gue memilih G Wolves Skoll karena gue suka Mouse dengan bobot yang ringan. Selain itu gue juga suka Mouse dengan sensor serta tombol klik yang akurat. Penting banget pakai mouse dengan tipe sensor optik, jangan yang laser. Kenapa? Supaya ketika lu melakukan gerakan besar tiba-tiba, sensor Mouse masih bisa mendeteksi gerakan tersebut.” Willson memperjelas.

Soal DPI, Willson mengatakan bahwa Ia sendiri menemukannya dengan cara mencoba-coba. “Gue sih enggak pakai hitungan atau apapun itu ya. Pakai DPI 800 juga nggak pakai ‘rocket-science’. Jadi gue coba-coba atur, sampai ketemu yang pas. Kebetulan ternyata angkanya di-800. Pada Mouse sebelum-sebelumnya gue juga selalu pakai DPI 800.”

Jika mengutip laman prosettings.net, G Wolves Skoll memiliki bobot 66 gram saja. Bobot tersebut tergolong sangat ringan, karena Mouse pada umumnya berbobot di antara 80-100 gram. Sensor Mouse ini menggunakan sensor optical PMW-3360, sensor yang juga digunakan oleh Mouse dari brand gaming populer seperti Zowie, Razer ataupun Logitech. G Wolves Skoll menggunakan Omron Switch sebagai tombol klik, yang juga merupakan salah satu tombol Mouse yang paling populer.

Berlanjut ke Keyboard, Willson berpendapat bahwa apapun mereknya tidak jadi masalah untuk urusan gaming. “Apapun Keyboard-nya yang penting menggunakan Red Switch!” tulis Willson menyatakan pendapatnya.

Leopold FC900R | Sumber: mykeyboard.eu

Setelahnya, ia lalu menjelaskan secara lebih lanjut. “Kenapa Leopold? Karena kebetulan gue suka sama model Leopold yang ini, karena tombol Keycaps-nya warna hitam. Soal Red Switch, ini karena gue merasa jari gue jadi pegal-pegal jika bermain dalam durasi yang panjang dengan menggunakan Blue Swtich. Selain itu, karena Red Switch punya kemampuan input tombol yang lebih mudah dibanding Blue Switch, maka tindakan di dalam game FPS seperti Strafing jadi lebih mudah.

Berlanjut ke audio, Willson terbilang punya preferensi yang cukup berbeda dibanding kebanyakan gamers. Alih-alih menggunakan Headset Gaming, Willson justru menggunakan Headphone Sennheiser seri HD6, yang dilengkapi dengan Microphone Antlion Modmic.

“Soalnya gue suka mendengarkan lagu, dan risih kalau pakai headset gaming yang cenderung tidak nyaman, juga terlalu berkilau karena RGB. Jadinya, beli Headphone musik deh… Sebenarnya headphone ini kurang oke untuk gaming, karena sifatnya yang open-back. Jadi kalau misalnya sedang berisik, suaranya di sekitar jadi masuk. Tapi kalau memang daerah tempat lu main cenderung sepi, headset ini sih pewe banget. Saking enak dan nyaman, gue kadang sampai lupa kalau gue pakai. Soal mikrofon, nothing specialsih, ini pelengkap aja, karena Sennheiser enggak punya microphone built-in.” Ucapnya.

Sennheiser HD6XX | Sumber: head-fi.org

Terakhir Willson juga menjelaskan soal preferensinya terhadap monitor, mousepad, dan juga aksesori tambahan berupa palm rest. Untuk 3 perlengkapan itu, Willson terbilang tidak terlalu muluk muluk. “Soal monitor, yang penting 144Hz brok!” ucapnya. Lanjut ke mousepad, ia mengutamakan yang punya permukaan halus dan bertipe control. “SteelSeries QCK+ terbilang sebagai gaming gear paling lama yang enggak pernah gue ganti, pokoknya NIP for live brok!” Terakhir soal palmrest, ia mengatakan bahwa aksesori itu lebih untuk kepentingan bekerja. “Karena gue juga kerja menggunakan PC, jadi fungsi palm rest adalah agar gue enggak pegal ketika kerja.”

Rizky Varizh - ThePrime Esports Dota 2 Player

Varizh (kiri pojok, pemain Dota 2 profesional untuk tim ThePrime Esports) | Sumber: ThePrime Esports

Setelah kita melihat perlengkapan dari seorang pemain game FPS, mari kita sedikit menyebrang ke genre MOBA. Sebagai narasumber, ada Rizky Varizh, pemain role Support dari tim ThePrime Esports, yang baru saja kembali lagi ke dalam skena Dota 2 baru-baru ini. Varizh sudah punya pengalaman yang cukup lama malang melintang di skena Dota 2 Indonesia. Jika mengutip laman Liquidpedia, dia sudah bermain Dota 2 secara kompetitif sejak tahun 2016 lalu. Pertama kali bermain Dota 2 bersama tim RRQ, ia sempat berpindah ke BOOM ID pada tahun 2017, sampai akhirnya bertahan bersama ThePrime Esports sejak 2018, meski mengalami banyak pasang surut.

Berikut daftar gaming gear yang digunakan oleh Rizky Varizh.

Perlengkapan Utama

  • Mouse - SteelSeries Rival 110 - DPI 1000
  • Mousepad - Steelseries QcK Hard Pad - Hard Surface
  • Keyboard - SteelSeries Apex M500
  • Monitor - Viewsonic XG2401
  • Headset - SteelSeries Arctis Pro

Varizh terbilang punya preferensi gaming gear yang tidak terlalu neko-neko. Menurutnya faktor terpenting di dalam sebuah gaming gear adalah kenyamanan. Hal ini ia jelaskan pada saat menjawab soal alasan menggunakan SteelSeries Rival 110. “Soalnya gue latihan Dota bisa mencapai belasan game. Jadi, kalau pakai mouse yang bentuknya kurang nyaman di tangan atau terlalu besar, itu pasti bisa membuat tangan jadi pegal-pegal. Jadi, kenapa SteelSeries Rival 110 ini gue pilih, karena dia punya bentuk dan bobot yang pas buat tangan gue." Varizh menjelaskan

SteelSeries Rival 110 | Sumber: Steelseries Official

Pendapat Varizh soal DPI mouse yang sebenarnya menarik, juga jadi satu faktor besar yang membedakan antara pemain MOBA dan FPS. Kalau Wilson mengatakan bahwa ia lebih mementingkan tingkat akurasi dalam menggunakan mouse, Varizh lebih mengutamakan pergerakan kursor cepat dengan DPI 1000. “Gue cenderung merasa kesulitan di dalam game kalau menggunakan sensitivity mouse yang kecil. Makanya gue pakai DPI 1000, dan mousepad SteelSeries QcK Hard Pad. Karena, selain sensitivity yang kecil, gue juga akan kesulitan bermain jika mouse gue berat saat digeser.” Varizh menjelaskan lebih lanjut soal alasan pemilihan DPI dan mousepad.

SteelSeries Arctis Pro. Sumber: SteelSeries Official

Melanjutkan pembahasan soal kenyamanan dalam memilih gaming gear, Varizh juga menyatakan jawaban yang sama atas alasannya memilih SteelSeries Arctis Pro sebagai headset andalannya. “Gue pernah coba menggunakan Headset lain, dan kuping gue jadi sakit kalau bermain dalam durasi sangat lama. Makanya gue menggunakan SteelSeries Arctis Pro, karena feel-nya enak, enggak sakit di kuping, sehingga cocok dengan durasi latihan Dota gue yang memang lama. Ditambah, suaranya juga mantap.” kata Varizh.

Soal keyboard, Varizh juga terbilang berbeda haluan dengan Willson. Soal brand mungkin tidak masalah, namun ia menggunakan Blue Switch, yang terbilang hampir beda 180 derajat dengan Red Switch. Red Switch yang sifatnya linear, cenderung lebih ringan ketika ditekan. Sementara Blue Switch yang sifatnya tactile serta clicky, cenderung lebih berat ketika ditekan. Saya sempat mengutip flow-chart karakteristik switch mechanical keyboards dari GamingGem dalam artikel pembahasan saya soal gaming gear dan pemain esports. Jika Anda masih penasaran, Anda bisa melihatnya sendiri di artikel tersebut.

Soal SteelSeries Apex M500 versi Blue Switch yang dipilih Varizh, ia mengatakan bahwa ia butuh keyboard yang responsif. “Contohnya ketika main Invoker. Hero tersebut butuh menekan banyak tuts keyboard dengan cepat, dan kalau pakai keyboard lain, beberapa input kadang tidak masuk walau sudah ditekan.” perjelas Varizh. Memang responsif tidak selalu berarti cepat merespon. Blue Switch yang sifatnya tactile dan clicky juga bisa dibilang sebagai responsif, karena memberi efek suara untuk setiap tuts keyboard yang ditekan.

Terakhir soal monitor, ia menggunakan ViewSonic XG2401 dengan ukuran 24 inci dan refresh-rate 144Hz. Sepertinya hampir tidak ada perdebatan dalam urusan refresh-rate monitor untuk gaming kompetitif. Pokoknya, 144Hz adalah standar minimal. Varizh juga memberikan pendapatnya, yang menurut saya jadi sudut pandang baru soal kegunaan 144Hz dalam dunia kompetitif MOBA.

“Gue sendiri nggak menggunakan fitur tambahan apa-apa sih di dalam monitor, tapi yang pasti gue butuh animasi gerakan yang halus. Itu jadi alasan kenapa harus pakai monitor 144Hz, karena lagi-lagi, gue latihan Dota enggak sebentar. Gue merasa, layar 60Hz itu membuat animasi gerakan jadi terlihat lebih kasar, dan efeknya adalah mata gue jadi lebih cepat lelah. Sementara 144Hz cenderung lebih halus, yang membuat mata gue jadi enggak cepat lelah walaupun bermain dalam durasi yang sangat lama.” Varizh menjelaskan soal alasannya menggunakan layar 144Hz untuk bermain MOBA.

Gary Dastin (BlazeKing) - BOOM Esports VALORANT Player

BlazeKing (Kanan bawah) pemain VALORANT profesional dari tim BOOM Esports. Sumber: BOOM Esports

Sosok pemain esports ini terbilang baru mulai naik daun belakangan, setelah dia bersama tim bernama BoysWithLove, mengacak-acak skena VALORANT Indonesia. Berkat permainan apik yang ditunjukkan lewat beberapa turnamen, akhirnya Gary dan kawan-kawan direkrut oleh BOOM Esports. Padahal, Gary Dastin atau BlazeKing, sebenarnya sudah cukup lama malang melintang di dunia kompetitif FPS. Pada masanya, dia memulai karir di skena CS:GO sebagai In-Game Leader tim XCN.

Dengan pengalaman bermain yang cukup lama, mari kita intip, apa saja gaming gear yang ia gunakan, demi tetap prima di dunia kompetitif game FPS.

Perlengkapan Utama

  • Mouse - Zowie EC1-A - DPI 800
  • Mousepad - Logitech G640 - Speed - Cloth Surface
  • Keyboard - Ducky 2 Special Edition Full Size - Red Switch
  • Monitor - Zowie XL2546 - 240Hz
  • Headset - Logitech G Pro X - Closed Back On Ear

Hampir mirip seperti Willson, Gary juga terbilang agak picky dalam memilih peralatan tempur. Dia memiliki suatu preferensi khusus terhadap masing-masing gaming gear yang ia gunakan. Mulai dari mouse, Gary mengakui bahwa memilih Zowie EC1-A karena ukuran serta bentuk mouse yang pas dengan bentuk tangannya. Mengutip laman resmi Zowie, seri EC1-A memang dirancang menggunakan ergonomic design yang dikhususkan untuk pemain dengan tangan kanan sebagai tangan utama.

Beda ukuran Zowie EC1-A (L) dengan EC2-A (M) | Sumber: Zowie Official

Mouse dengan ergonomic design dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan posisi tangan kanan ketika menggenggam mouse. Umumnya mouse dengan rancangan ergonomic design akan sedikit lebih tinggi di bagian kiri mouse, dengan bagian kanan yang lebih rendah, dan berbentuk seperti huruf “C”, agar sesuai dengan posisi tangan saat menggenggam mouse. Seri EC hadir dengan dua ukuran, EC1-A yang digunakan Gary berukuran L, dengan ukuran sekitar 3 - 8 milimeter lebih besar dibanding EC2-A yang berukuran M.

Berlanjut ke mousepad, Gary menggunakan Logitech G640. Mousepad tersebut memiliki tekstur cloth surface, yang menurut ulasan dari prosettings.net dikategorikan sebagai tipe medium - fast Mousepad. Ini menjadi cukup menarik, karena Gary menggunakan sensitivity rendah, 800 DPI. Namun alih-alih menggunakan mousepad tipe control, ia malah memilih G640 yang cenderung ke arah tipe speed. “Menurut gue sih tidak ada pengaruh yang terlalu signifikan antara tingkat sensitivity dengan tipe mousepad (control atau speed). Satu hal yang pasti, gue memilih mousepad ini karena ukurannya yang besar, sehingga cocok dengan gaya main gue yang menggunakan sensitivity rendah.” ucap Gary BlazeKing menjelaskan soal pemilihan mousepad miliknya.

Berlanjut ke keyboard, Gary menggunakan Ducky One 2 Mini special edition yang berkolaborasi dengan HyperX. Seperti namanya, keyboard tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil tanpa tombol numpad, dan F1 - F12; yang disebut juga sebagai keyboard 60%.

Soal pemilihan keyboard Gary mengaku tidak memiliki preferensi spesial. “Keyboard memang lebih ke preferensi personal sebetulnya. Kalau gue memilih Red Switch karena gue merasa tuts-nya paling enak untuk ditekan.” ucap Gary. HyperX x Ducky One 2 Mini Special Edition ini memang tidak menggunakan switch CherryMX. Ia menggunakan switch buatan HyperX. Mengutip salah satu reviewer, switch ini dikatakan lebih halus dibandingkan Red Switch buatan pabrikan lain. Mungkin itu jadi alasan kenapa Gary menganggap tuts keyboard miliknya jadi enak untuk ditekan.

Berlanjut ke monitor, pemain FPS kompetitif sepertinya memang sangat terobsesi dengan tingkat refresh-rate… Haha. “refresh-rateis everything brooo!” jawab Gary yang menggunakan monitor Zowie XL2546 berukuran 25 inch dengan refresh-rate 240Hz. Ini cukup wajar, karena dalam dunia kompetitif game FPS, beda 1 milidetik bisa berarti kekalahan. Lalu apa bedanya antara monitor dengan refresh-rate 144Hz dengan 240Hz?

Sayangnya Gary sendiri sepertinya cukup sulit menjelaskan secara detail apa bedanya, “jelas beda kalau lu udah merasakan sih.” Ucap Gary saat ditanya beda antar keduanya. Mungkin untuk membuktikan beda fungsi 144Hz dengan 240Hz, kita bisa bandingkan refresh rate monitor dengan profesi Willson dan Gary. Willson yang mengutamakan 144Hz berakhir menjadi Shoutcaster game FPS, sementara Gary yang mengutamakan 240Hz berakhir menjadi player esports FPS. Jadi, jangan ikuti Willson kalau Anda ingin menjadi seorang player esports ya… Haha.

Zowie XL2546 | Sumber: teckknow.com

Selain itu, Gary juga menambahkan kehadiran fitur DyAC Technology sangat membantu dirinya dalam dunia FPS kompetitif. Jika Anda penasaran dengan teknologi tersebut, Anda bisa menghampiri artikel review monitor BenQ Zowie XL2746s yang ditulis oleh rekan saya, Dimas Galih.

Terakhir soal headset Gary menjelaskan bahwa alasannya memilih Logitech Pro X karena headset itu bisa terbilang adalah yang terbaik untuk gaming hingga saat ini. Menurut dirinya, dalam headset, yang terpenting adalah bisa membedakan suara kanan dengan kiri.

Logitech G Pro X | Sumber: cnet.com

Memang dalam game FPS, kemampuan headset membedakan suara kiri dan kanan menjadi sangat penting, agar pemain dapat menebak kedatangan lawan. Apakah datang dari kiri, kanan, kiri depan atau belakang, kanan depan atau belakangan? Sebuah headset untuk gaming kompetitif harus bisa membedakan suara di semua bagian tersebut.

Bersifat closed back, dengan USB external sound card, mungkin jadi alasan kenapa Logitech Pro X jadi cocok untuk pemain esports seperti Gary. Tipe closed-back membuat suara jadi kedap dan lebih fokus, sementara USB external sound card bisa membantu headset membedakan arah datangnya suara secara lebih detail.


Bagaimana? Apakah pembahasan ini sudah cukup membantu Anda dalam memilih gaming gear yang tepat? Pada akhirnya, jika kebutuhannya untuk menjadi seorang playeresports, saya cukup setuju dengan apa yang dikatakan Varizh. Selain berkualitas baik, gaming gear juga harus nyaman digunakan dalam durasi yang sangat lama. Bagaimanapun, Anda tidak bisa menjadi player esports jika cuma berlatih satu jam setiap harinya bukan?