16 October 2019

by Glenn Kaonang

Google Pixel 4 dan Pixel 4 XL Hadir dengan Sejumlah Terobosan, Tapi Juga Sedikit Tertinggal di Sejumlah Aspek

Layarnya 90 Hz, tapi chipset-nya masih Snapdragon 855 standar

Setelah segudang rumor beredar di belantara internet, Google Pixel 4 akhirnya resmi diperkenalkan. Salah satu smartphone yang paling diantisipasi di tahun 2019 ini datang membawa sejumlah terobosan, tapi di saat yang sama juga masih tertinggal di beberapa aspek.

Terobosan yang pertama adalah layarnya. Baik Pixel 4 maupun Pixel 4 XL sama-sama mengemas layar dengan refresh rate 90 Hz, fitur yang sejauh ini masih tergolong belum mainstream bahkan di kelas smartphone flagship. Panelnya sendiri merupakan panel AMOLED; 5,7 inci beresolusi 2280 x 1080 pixel (444 ppi) pada Pixel 4, 6,3 inci beresolusi 3040 x 1440 pixel (537 ppi) pada Pixel 4 XL.

Yang sangat disayangkan adalah, di saat OnePlus bisa menyajikan layar 90 Hz dengan notch kecil atau malah tanpa notch sama sekali, Pixel 4 dan Pixel 4 XL masih saja mengemas bezel yang cukup tebal. Kendati demikian, saya akui penampilannya masih jauh lebih menarik ketimbang Pixel 3 XL yang ukuran poninya sungguh kelewatan.

Namun Google punya alasan tersendiri mengapa bezel tebal itu harus eksis pada Pixel 4 dan Pixel 4 XL. Bagian tersebut merupakan rumah dari sederet sensor dan kamera untuk mewujudkan fitur face unlock, tidak ketinggalan juga radar. Ya, radar, spesifiknya yang berukuran mungil yang sudah lama Google kembangkan di bawah nama Project Soli.

Radar itu berfungsi untuk mendeteksi tangan pengguna yang mendekat, sehingga deretan sensor dan kameranya bisa langsung sigap memindai wajah pengguna secara instan. Sebaliknya, ketika ponsel diletakkan di atas meja misalnya, layarnya otomatis akan mati karena radarnya mendeteksi tangan pengguna menjauh.

Fungsi lain dari radar tersebut adalah untuk mewujudkan fitur gesture pada Pixel 4. Mulai dari mematikan alarm sampai mengganti lagu di aplikasi musik, semuanya bisa dilakukan dengan melambaikan tangan di atas layar perangkat.

Selanjutnya, mari membahas aspek yang paling diprioritaskan para konsumen seri Pixel, yakni kamera. Untuk pertama kalinya, ada lebih dari satu kamera di belakang sebuah Pixel. Ya, Pixel 4 dan Pixel 4 XL mengemas dua kamera belakang sekaligus: 12 megapixel f/1.7 dengan OIS dan teknologi Dual Pixel, serta telephoto (2x optical zoom) 16 megapixel f/2.4, juga dengan OIS.

Sebaliknya, kamera depannya justru hanya satu sekarang, bukan sepasang seperti pada Pixel 3. Meski begitu, kamera depannya yang beresolusi 8 megapixel ini punya lensa f/2.0 dengan cakupan cukup lebar (90°). Untuk video, perekaman dalam resolusi 4K 30 fps cuma dapat dilakukan dengan kamera belakangnya, sedangkan kamera depannya terbatas di 1080p 30 fps.

Kalau melihat riwayat seri Pixel selama ini, software memegang peran yang sama pentingnya dengan hardware saat berbicara tentang kamera. Pixel pada dasarnya memperkenalkan dunia kepada fitur Night Mode (Night Sight kalau di kamus Google), yang sekarang menjadi andalan produsen-produsen smartphone. Pixel 4 membawa fitur ini ke level yang lebih tinggi lagi, tepatnya level astrophotography.

Jadi bukan cuma untuk melihat dalam kegelapan, Night Sight sekarang juga berguna untuk memotret langit berbintang apabila kondisinya memungkinkan (tidak ada bulan misalnya). Kabar baiknya, kapabilitas astrophotography ini juga bakal hadir di Pixel 3 dan Pixel 3a melalui software update.

Beralih ke performa, di sinilah Pixel 4 dan Pixel 4 XL terasa agak sedikit tertinggal. Di saat ponsel-ponsel lain yang dirilis dalam dua bulan terakhir hadir mengusung chipset Qualcomm Snapdragon 855 Plus, Pixel 4 cuma dibekali Snapdragon 855 standar. Selisih performanya memang tidak jauh, tapi ini semestinya tidak boleh menjadi alasan di kelas flagship.

Menemani chipset itu adalah RAM 6 GB dan pilihan storage internal 64 atau 128 GB, tidak ada opsi yang lebih besar lagi. Untuk baterai, Pixel 4 mengemas modul berkapasitas 2.800 mAh, sedangkan Pixel 4 XL dengan 3.700 mAh. Keduanya sama-sama mendukung fast charging 18 W serta Qi wireless charging.

Komponen lain yang tak kalah esensial adalah Pixel Neural Core, sebuah chip yang didedikasikan untuk memproses fitur-fitur berbasis AI atau machine learning. Kehadiran chip ini membuat Pixel 4 tidak harus selalu bergantung pada cloud server, sehingga beberapa fitur pun bisa langsung dijalankan secara lokal di perangkat.

Karena berjalan secara lokal, prosesnya otomatis jadi lebih cepat, dan privasi konsumen pun jadi bisa lebih terjaga ketimbang selamanya mengandalkan komunikasi dengan server. Salah satu contoh kehebatan Pixel Neural Core dalam memproses secara lokal bisa dilihat pada aplikasi perekam audio baru yang tersedia di Pixel 4.

Selagi merekam audio, aplikasi rupanya juga bakal membuatkan transkripnya secara otomatis dan secara real-time, dan ini bisa berlangsung meski perangkat sedang dalam posisi airplane mode, menandakan bahwa semua pengolahannya berlangsung di secara lokal. Untuk sekarang, fitur ini cuma tersedia untuk bahasa Inggris saja, tapi Google bilang dukungan atas bahasa lainnya bakal segera menyusul.

Google menetapkan 24 Oktober sebagai tanggal pemasaran perdana Pixel 4. Harganya dipatok mulai $799 untuk Pixel 4, atau mulai $899 untuk Pixel 4 XL, dan konsumen bisa memilih satu dari tiga pilihan warna yang tersedia. Menariknya, Google menyebut kedua ponsel ini bakal dipasarkan secara global. Apakah ini berarti Indonesia bakal kebagian jatah secara resmi? Semoga saja demikian.

Sumber: Google.