25 November 2016

by Yoga Wisesa

HTC Ajak PlayStation, Google dan Oculus VR Kembangkan Ekosistem VR Bersama-Sama

HTC: Kita baru tiba di hari kelahiran VR, dan sudah sewajarnya semua pemain di industri saling bekerja sama.

Adopsi perangkat dan konsumsi konten virtual reality memang menunjukkan peningkatan yang stabil, namun masih terlalu dini untuk meramalkan masa depannya. Saat membahas tema ini, tiga nama akan selalu muncul di benak kita: Oculus VR sebagai pionir headset VR konsumen, HTC dengan Vive, dan Sony selaku pencipta PlayStation VR yang diramu eksklusif buat PlayStation 4.

Masing-masing produsen saat ini menonjolkan keunggulan produk mereka; ada yang menjanjikan performa terbaik, controller intuitif, sampai harga terjangkau. Di mata konsumen, tentu saja mereka terlihat bersaing dengan gigih. Tapi kenyataannya tak harus seperti itu, HTC memiliki inisiatif untuk mengajak para raksasa teknologi buat memajukan ekosistem virtual reality secara kompak demi memastikan kesuksesannya.

Menurut perusahaan asal Taiwan itu, ada dua cara menyuburkan pengembangan VR: produsen harus mendukung developer serta menyederhanakan pesan mengenai premis virtual reality pada konsumen. Via Games Industry, presiden Viveport Rikard Steiber menyampaikan bahwa kita baru tiba di hari kelahiran VR, dan sudah sewajarnya semua pemain di industri saling bergandengan tangan dan bekerja sama.

"Alih-alih saling berkompetisi, alangkah baiknya jika kita berupaya untuk membantu developer dalam menciptakan konten istimewa serta mendukung proses monetisasinya," kata Steiber. "Lalu kita juga harus mempermudah user mengaksesnya, karena aspek ini awalnya cukup membingungkan bagi orang awam."

Menurut Steiber, virtual reality akan tersedia di hampir semua segmen produk elektronik, seperti yang kita saksikan sendiri: smartphone, console sampai PC. Dan sebentar lagi, VR juga tidak hanya memberi manfaat di ranah gaming dan hiburan saja. Itulah salah satu hal yang memotivasi HTC menggarap Viveport, yaitu platform distribusi digital khusus konten-konten virtual reality non-gaming.

Ada hal menarik dari Viveport: online store ini meluncur pertama kali di Tiongkok, boleh jadi karena layanan Steam tidak tersedia di sana. Kemudian HTC akhirnya memutuskan buat memperluas jangkauan layanannya secara global. Dan meskipun mengusung kata Vive di namanya, Viveport bukan hanya berisi aplikasi-aplikasi eksklusif perangkat VR HTC itu. Tim pengembang berharap agar Oculus VR, Google hingga Sony tak ragu untuk bergabung ke platform tersebut.

Tapi akan seperti apa konten VR non-gaming? Steiber membayangkan virtual reality dimanfaatkan di bidang kreatif dan edukasi, memperkenalkan potensinya ke konsumen jenis baru sehingga ekosistemnya semakin kaya. Intinya, para raksasa tekonologi bisa saling melengkapi, bukan sekedar bersaing.

Sumber: Games Industry.