15 October 2021

by Glenn Kaonang

Ringkas dan Ringan, VR Headset HTC Vive Flow Utamakan Kenyamanan Ketimbang Performa

HTC Vive Flow lebih menyerupai kacamata ketimbang VR headset pada umumnya, dengan bobot tidak lebih dari 189 gram

Bocorannya sempat bertebaran belum lama ini, VR headset terbaru HTC akhirnya diperkenalkan secara resmi. Perangkat bernama Vive Flow ini sangatlah berbeda dari headset-headset yang pernah HTC rilis selama ini, baik dari segi bentuk maupun skenario penggunaan.

Mari kita bahas desainnya terlebih dulu, sebab ini merupakan salah satu nilai jual utamanya. Seperti yang bisa kita lihat, wujudnya jauh lebih menyerupai kacamata ketimbang VR headset pada umumnya. Bentuknya langsung mengingatkan saya pada konsep headset bernama Project Proton yang HTC ungkap tahun lalu. Namun ketimbang memadukan VR dan AR sekaligus, Vive Flow murni menawarkan VR saja.

Realitas virtual itu disajikan melalui sepasang display LCD dengan resolusi 1600 x 1600 per mata dan refresh rate 75 Hz. Field of view-nya tergolong cukup luas di 100°, dan pengaturan fokus untuk tiap mata dapat dilakukan via kenop yang mengitari kedua lensanya di sisi dalam.

Tersamarkan oleh kaca berwarnanya adalah sepasang kamera yang bertugas untuk menangani kapabilitas inside-out motion tracking. HTC bilang nantinya bakal ada dukungan hand tracking, tapi sejauh ini belum ada kepastian kapan fitur tersebut bakal tersedia.

Sebagai gantinya, pengguna butuh sebuah smartphone Android untuk mengoperasikan Vive Flow, sebab ia tidak kompatibel dengan controller milik lini Vive Pro maupun Vive Cosmos. Andai diperlukan, Vive Flow tentu juga dapat meneruskan konten dari smartphone secara wireless.

Mirroring konten ini opsional karena Vive Flow merupakan VR headset tipe standalone yang dapat beroperasi secara mandiri. Performanya ditunjang oleh chipset Qualcomm Snapdragon XR1 — versi lebih lawas dari Snapdragon XR2 yang digunakan oleh Oculus Quest 2 — plus RAM 4 GB dan penyimpanan internal sebesar 64 GB.

Ia juga dibekali modul baterainya sendiri, tapi HTC bilang daya tahannya cuma beberapa menit saja. Idealnya, kalau menurut HTC sendiri, pengguna perlu menyambungkan Vive Flow ke sebuah aksesori battery pack yang dijual terpisah, atau ke power bank apapun yang memiliki kapasitas 10.000 mAh, agar perangkat bisa beroperasi selama beberapa jam.

Kompromi soal baterai ini perlu dilakukan demi menekan bobot perangkat sebanyak mungkin. Benar saja, berat Vive Flow diklaim tidak lebih dari 189 gram (bahkan lebih enteng daripada kebanyakan headset gaming). Bandingkan dengan Oculus Quest 2, yang bobotnya sudah menembus angka 1/2 kilogram.

Kenyamanan pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci buat Vive Flow. Saat sedang tidak digunakan, kedua tangkainya bahkan bisa dilipat layaknya kacamata, sehingga ia dapat disimpan ke dalam carrying case berbentuk tabung.

Dari sini bisa kita simpulkan juga bahwa performa bukanlah aspek yang ingin diprioritaskan HTC di sini. Vive Flow tidak dirancang untuk menjalankan game-game VR dengan grafis yang memukau, melainkan untuk streaming video maupun bercengkerama di platform social VR, dan sesekali bermain game-game VR yang sederhana.

Bentuknya yang menyerupai kacamata dan tanpa dibekali strap kepala juga mengindikasikan kalau ia tidak dirancang untuk digunakan selagi penggunanya aktif bergerak. Vive Flow akan lebih nyaman digunakan selagi duduk diam. HTC bahkan mengilustrasikan meditasi sebagai salah satu skenario penggunaan Vive Flow.

HTC Vive Flow bukanlah perangkat yang bisa dibilang murah. Di Amerika Serikat, HTC mematok harga $499, jauh lebih mahal daripada Oculus Quest 2. Murah atau mahal itu memang relatif, dan bisa jadi HTC menilai harganya cukup rasional buat target konsumen mereka, yakni generasi Baby Boomer.

Sumber: Ars Technica dan The Verge.