24 April 2013

by guest post

[idea@work] E-Commerce dan Prosedur “Checkout” Yang Lebih Baik

Catatan Editorial: Kolom idea@work yang hadir atas kerja sama dengan Idea Imaji kali ini akan membahas tentang tema berkaitan dengan e-commerce, terutama pada proses checkout ketika konsumen membeli secara online. Pembahasan akan mencoba menggali bagaimana membuat proses checkout yang mudah dan nyaman bagi konsumen. Selamat membaca.

Di era yang serba digital ini, banyak aktivitas sehari-hari kita mengalami transisi ke ranah digital. Tak terkecuali aktivitas perdagangan yang mulai memasuki era e-commerce.

e-commerce atau perdagangan elektronik adalah kegiatan jual-beli barang atau jasa melalui perantara sistem elektronik seperti radio, televisi atau internet. Salah satu bentuk e-commerce yang paling umum ditemukan saat ini adalah webstore. Webstore pada dasarnya adalah website yang menampilkan katalog produk dan memfasilitasi para pengunjungnya untuk melakukan transaksi jual-beli untuk produk yang ditampilkan pada katalog tersebut.

Seperti teknologi lain pada umumnya, sistem webstore selain memberikan berbagai kemudahan pada penggunanya, juga mendapat tantangan baru. Tantangan tersebut terutama timbul karena terbatasnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat dalam sistem tersebut. Salah satu hambatan yang sering terjadi adalah pada proses checkout.

Proses checkout adalah titik utama dimana transaksi jual-beli pada suatu webstore terjadi. Proses ini terjadi ketika pengunjung telah selesai memilih produk yang hendak dibeli. Proses checkout ini jika dilihat sekilas memang cukup sepele. Namun bagaimana suatu webstore men-handle proses checkout dapat mempengaruhi conversion rate, atau jumlah website visit yang berlanjut ke pembelian yang terotorisasi.

Detail prosedur checkout bervariasi untuk setiap jenis webstore. Pada umumnya pada proses ini pembeli biasanya akan diminta untuk memasukan berbagai info yang dibutuhkan webstore untuk memproses transaksi yang dilakukan oleh pembeli, misalnya nama, alamat email dan detail pembayaran. Pada webstore yang menjual tangible product, biasanya webstore akan menanyakan alamat pengiriman sebagai tambahan.

Prosedur tersebut cukup lumrah dan dan dapat dimaklumi oleh pembeli karena informasi-informasi tersebut secara logika memang dibutuhkan untuk memastikan terjadinya transaksi. Namun diluar itu, terkadang webstore meminta pembeli untuk melakukan beberapa aksi tambahan. Misalnya mengharuskan pembeli untuk login atau mendaftar sebagai member jika ingin melanjutkan transaksi. Contoh lainnya adalah webstore kadang meminta pembeli untuk memasukan informasi seperti tanggal lahir, jenis kelamin, dan nama belakang, seperti form di suatu webstore di bawah ini.

Cukup trivial memang, namun mengisi kolom-kolom tersebut berarti menambah pekerjaan bagi pembeli. Tak bisakah menggabung nama belakang dan nama depan menjadi kolom “nama” saja?. Tak bisakah menanyakan informasi-informasi tambahan tersebut setelah pembeli selesai melakukan transaksi?

Anda dapat membayangkan sedang berada di sebuah toko di mana si penjaganya menanyai anda macam-macam. Cukup menyebalkan bukan? Kurang lebih seperti itulah webstore yang dimaksud.

Sistem webstore seharusnya berprinsip layaknya teknologi lain, yaitu mempermudah dan mempercepat kerja manusia. Pada proses checkout jual-beli konvensional biasanya pembeli hanya cukup mendatangi kasir, memberikan barang yang hendak dibeli, kemudian membayar sejumlah uang yang dibutuhkan. Dapat dibayangkan betapa menyebalkannya jika sang pelayan toko mengharuskan pembeli untuk menjadi anggota toko tersebut sebelum melakukan transaksi, atau menanyakan nama, tanggal lahir pembeli.

Lalu bagaimana baiknya? Penulis sekali lagi menyarankan untuk berpegang pada prinsip: “mempermudah dan mempercepat”. Untuk kasus proses checkout ini penulis memberikan saran untuk meminta informasi seminimal mungkin yang dibutuhkan untuk transaksi, lalu biarkan pembeli melakukan pembayaran dan menerima konfirmasi pembelian. Adapun jika dibutuhkan untuk memberikan penawaran tambahan seperti program membership, berlangganan newsletter dan lain-lain, alangkah baiknya dapat dilakukan setelah pembeli selesai melakukan transaksi.

Salah satu contoh proses checkout seperti yang dianjurkan oleh penulis telah terimplementasi pada situs http://www.humblebundle.com/, situs yang menggabungkan bisnis penjualan bundling game Android dan charity. Pembeli dapat menentukan sendiri harga yang rela ia bayar, dan juga menentukan proporsi dari harga tersebut yang diberikan untuk amal. Saat ini situs ini sedang melakukan penjualan.

Dapat dilihat pada gambar diatas, informasi yang diminta dari pembeli hanya jumlah harga yang diinginkan pembeli, pembagian hasil dari pembelian, alamat email dan pilihan apakan pembelian ini merupakan gift untuk orang lain. Tak ada keharusan untuk menjadi member, ataupun informasi lain yang tidak terlalu relevant dengan transaksi yang dilakukan. Adapun penawaran untuk menjadi member ataupun penawaran berlangganan newsletter dilakukan terpisah dari proses checkout, sehingga proses pembayaran yang menjadi tujuan utama dari webstore tersebut dapat terlaksana dengan efisien.

Sedikit lagi mengenai proses after-checkout. Hasrat manusia yang luar biasa untuk berbagi dapat dimanfaatkan untuk mendapat publikasi gratis. Kita bisa tambahkan tombol share di akhir proses checkout agar pembeli dapat share pembeliannya di akun media sosial yang ia miliki. Lebih jauh mengenai hal ini akan penulis kupas di artikel lainnya. Yang jelas, di era digital marketing ini, kita memang harus pandai-pandai mempromosikan diri, bukan?

Profil penulis:

Seorang suami, father soon-to-be (Amin!), dan hardcore developer. Co-Founder dan CEO IntuitiCode yang sedang sibuk mengelola Designosaurs.net e-commerce theme store. Sangat percaya bahwa open-source software akan semakin jaya, dan Desy Ratnasari akan kembali menghiasi dunia perartisan di Indonesia.