[idea@work] Social Media Officer di Balik Sebuah Akun Brand

Catatan Editorial: Kolom idea@work yang hadir atas kerja sama dengan Idea Imaji kali ini akan membahas tentang tema berkaitan dengan media sosial, terutama yang berkaitan dengan Social Media Officer untuk akun brand. Apa dan bagaimana kerjanya, bisa disimak di artikel berikut ini. Selamat membaca.

Media Sosial secara fundamental telah mengubah mengubah cara perusahaan berkomunikasi. Promosi yang biasanya dilakukan menggunakan media massa audio maupun audio visual yang memiliki feedback delay, sedikit demi sedikit mulai tergeser oleh media sosial yang kecepatan responnya mendekati real-time. Selain itu, seiring dengan meningkatnya demand pasar terhadap komunikasi yang lebih terkustomisasi, media massa kembali harus mengakui keunggulan media sosial yang lebih memungkinkan memiliki human-touch. Juga mengenai targeting dan measuring, media massa kembali harus mengakui kekalahannya di muka media sosial yang lebih memungkinkan terjadinya proses pengukuran yang lebih transparan.

Dengan segala keunggulannya, media sosial pun mulai banyak digunakan di dalam proses branding dan marketing. Hal ini juga memunculkan profesi baru di ranah komunikasi, yaitu Social Media Officer (SMO). Lebih dari lima tahun ke belakang, saya yakin mungkin profesi ini belum banyak terdengar. Teknologi yang sangat cepat berkembang dan masyarakat yang  semakin dinamis dan kritis membuat banyak perusahaan atau brand menyadari pentingnya melakukan promosi melalui media sosial. Tidak percaya? Silahkan googling lowongan pekerjaan ini.

Secara umum, Social Media Officer (SMO) bertugas untuk mengelola dan meningkatkan interaksi brand di Social Media, seorang SMO menjaga citra brand dan menjaga kedekatan emosional antara brand dengan “massa”-nya. Jika kinerja SMO ini berhasil, maka perusahaan tidak hanya berhasil menjaring customer, lebih dari itu, perusahaan akan mendapatkan komunitasnya sendiri dan membentuk barisan loyalis yang banyak diidamkan para marketer.

Tugas SMO sendiri pada dasarnya adalah perpaduan antara Customer Service dan Public Relations, hanya saja seorang SMO 'sembunyi' dibalik nama akun Facebook atau Twitter suatu brand. Seorang SMO biasanya hanya dikenal dengan nama “Admin” atau, mengutip slang ala kaskus, “Mimin” oleh fans atau followers-nya. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang SMO harus terbiasa berkomunikasi tanpa bertatap muka langsung. Keterampilan berkomunikasi non-verbal ini juga bukan sesuatu yang dapat dilakukan dengan mudah.

Albert Mehrabian, seorang profesor emeritus bidang psikologi dari UCLA, menjelaskan bahwa komunikasi melalui tulisan tidak terlalu efektif dan sangat rentan dengan salah tafsir, karena kita kehilangan 93% fungsi komunikasi kita yaitu non-verbal yang berupa suara dan gerak tubuh. Sambil tetap menjaga Budaya Perusahaan 3S (Senyum, Salam, Sapa) a la seorang customer service, seorang SMO juga harus menciptakan suasana dan interaksi yang nyaman sekaligus berkomunikasi dengan efektif dan efisien dengan fans/followers. Kesemuanya dilakukan dengan hanya melalui bahasa tulis.

Ada beberapa faktor yang mendukung SMO untuk dapat merangkul customer yang akhirnya dapat menjadi customer yang loyal pada sebuah brand. Yaitu menciptakan proximity, membangun trust, dan meningkatkan emosi.

Proximity atau kedekatan dengan fans/followers-nya dapat diciptakan dengan melakukan engagement. Proses engagement inipun harus dilakukan dengan hati-hati, supaya tidak terkesan flooding dan mengganggu. Salah satunya adalah dengan membalas semua pertanyaan atau tanggapan dengan cepat agar fans/followers merasa diperhatikan.

(Salah satu contoh soft selling yang menuntun untuk menggunakan produk meski tidak ada ajakan menggunakan brand tertentu)

Untuk membangun Trust melalui konten, seorang SMO harus mampu mempengaruhi massa agar mempercayai produk yang dipromosikan secara jujur. Setelah fans/followers merasa memiliki kedekatan dengan brand, akan lebih mudah mempengaruhi mereka untuk menggunakan produk kita dengan menggunakan soft selling, sehingga lebih efektif daripada dengan langsung menodong untuk membeli produk kita.

Namun yang perlu diingat, sebagaimana namanya, Trust harus dibangun dengan kejujuran. Hindari over-promise menyangkut manfaat sebuah brand dan jelaskan semua limitasi produk yang dipromosikan. Ingat bahwa Trust dibangun bertahun-tahun, dapat hancur seketika konsumen merasa dibohongi walau sekali saja.

Terakhir, brand hadir dalam batas alasan yang masuk akal hingga sampai kepada emosi. Seorang SMO haruslah dapat mengindentifikasi pemicu emosi dan memiliki Kemampuan untuk membangun perasaan positif tentang sebuah produk atau layanan. Terkadang tanggapan dari fans/followers tidak hanya sebatas pada produk kita, tetapi ketika customer tersebut merasa dekat dengan brand, dia juga akan menyampaikan keluh kesahnya di media sosial, tidak ada salahnya SMO memberikan tanggapan.

Tanggapan dari seorang SMO sangat berpengaruh pada psikologi si fans/followers yang pada akhirnya dapat meningkatkan emosi. Tak jarang jika ada yang menjatuhkan brand,fans/followers yang sudah terikat emosinya akan secara sukarela membantu membela.

(contoh kasus fans yang membela “brandnya”)

 Lalu apa semua hal itu dapat dilkukan oleh SMO seorang diri? Tentu tidak, keberhasilan seorang SMO harus didukung oleh tim yang solid dan mampu bekerja sama sehingga meraih efektifitas maksimum. Yang jelas, menjadi seorang SMO menjanjikan sebuah profesi yang terus menantang kemampuan service dan memperkaya ilmu.

So, tertarikkah kamu menjadi seorang SMO?

[Gambar tumbnail, Gambar post 1 dan 2]

Profil Penulis Mustika Irianti, pribadi yang tidak pernah berteman dengan jam tidur cepat ini berprofesi sebagai Project Manager di Idea Imaji. Selain memiliki ketertarikan lebih pada film animasi dan cartoon, perempuan berzodiak Sagitarius juga dikenal pendiam (uhuk) alias tidak bisa diam. Catatan hidupnya bisa diintip di tikaajahcukup.blogspot.com atau ikuti kicauannya di @tikaajahcukup.