29 October 2015

by Yoga Wisesa

Indocomtech 2015 Angkat Tema Internet of Things, Seberapa Siap Indonesia?

Evolusi adalah salah satu sifat dasar teknologi. Ia selalu berubah, dan terkadang realita kontras dari harapan serta asumsi. Belum lama khalayak dihebohkan dengan dugaan bahwa zaman keemasan PC akan segera berakhir. Lalu ternyata pemain di industri ini menyebutnya era PC+, dan sekarang para ahli melihat Internet of Things sebagai tren IT terkini di Indonesia.

Tema inilah yang menjadi fokus dalam perhelatan teknologi terbesar se-Asia Tenggara tahun ini, Indocomtech 2015. Menurut penuturan penyelenggara, transisi merupakan hal lumrah. 23 tahun silam, hardware mainframe digantikan PC, kemudian kita telah menyaksikan langsung pengaruh smartphone terhadap pasar komputer personal. Kini, objek sehari-hari mulai dibubuhkan sirkuit elektronik, sensor, software serta koneksi jaringan. Itulah awal dari bangkitnya Internet of Things.

Sebelum melangkah ke pembahasan itu, ada satu alasan mengapa Indocomtech menjadi ajang unik dibandingkan pameran IT di negara-negara lain: sisi komersial dan bisnis. Elemen bazar melekat erat di sini. Indocomtech 2015 kembali diadakan di Jakarta Convention Center, di atas lahan seluas 17.000-meter persegi, diikuti oleh 300 perusahaan, dengan target transaksi hampir senilai 650 miliar Rupiah.

Namun menurut Bambang Setiawan selaku Poject Director API, mereka ingin agar Indocomtech tak sekedar digunakan sebagai medium jualan. Selama ini, tim pelaksana menyadari bahwa mayoritas pemilik toko hanya memindahkan dagangan ke lokasi pameran. Perlahan-lahan mereka berupaya mengubah kesan tersebut, menggeser perhatian ke program-program edukasi, memamerkan produk, dan menargetkan startup lokal. Kata-kata seperti inovasi serta inspirasi seringkali diucapkan.

Info menarik:Microsoft Rilis Windows 10 untuk Perangkat Internet of Things

Kata 'things' di istilah IoT mengacu pada bermacam-macam perangkat dengan fungsi bervariasi. Misalnya implant pemantau jantung, transponder biochip hewan peternakan, hingga produk otomotif yang ditanamkan sensor. Adopsi serta pemanfaatan Internet of Things diperkirakan akan berdampak pada peningkatan jumlah data di lokasi berbeda. Tentu saja ini berbuntut pada permintaan lebih besar terhadap layanan penyimpanan, pengelolaan dan pengolahan data.

Berdasarkan prediksi analis, terdapat 26 sampai 30 miliar perangkat terhimpun dalam ekosistem Internet of Things di tahun 2020. Lalu lima tahun berikutnya, ia diestimasi telah merakyat dan memberikan manfaat. Koneksi ke jaringan setidaknya memerlukan kemampuan mengolah data lewat CPU (meski sederhana), memori dan sumber tenaga. Itu berarti IoT bisa diimplementasikan hampir ke semua ranah.

Memang sangat menjanjikan, apalagi level adaptasi penduduk Indonesia terhadap teknologi baru terbilang sangat tinggi. Dan hal ini mendorong saya untuk melontarkan pertanyaan paling umum: seberapa siap negara ini menerima konsep IoT, mungkin dari perspektif yang lebih khusus misalnya smart home atau smart city, tertutama dari aspek karakteristik masyarakat hingga infrastruktur?

Ketua Umum Apkomindo Hidayat Tjokrodjojo memberi analogi: balita sekarang sudah tidak asing dengan yang namanya tablet. Teknologi telah menembus ke golongan khalayak berumur sangat belia. Rahasianya ialah karena mereka tidak takut salah. Saat gagal, mereka tinggal kembali ke home, dan mencoba sampai bisa apapun jenis kontennya. Mungkin maksudnya, inilah contoh potensi habituasi IoT di generasi muda, namun beliau belum berkomentar soal topangan prasarana.

Gagasan 'network perangkat pintar' dahulu sempat dibahas di tahun 1982 oleh tim Carnegie Mellon University. Tapi visi akan Internet of Things baru berevolusi pesat kira-kira setahun silam, dampak dari kemunculan sejumlah teknologi komunikasi nirkabel, embedded systems sampai MEMS. Wajar jika tak semua orang familier dengan istilah ini dan mempunyai pemahaman berbeda tentang IoT. Pastinya ia bukanlah sekedar ekosistem device yang dapat terhubung ke internet.

Info menarik:Sempurnakan Google Now, Google Juga Kembangkan OS Baru untuk Perangkat Internet of Things

Sayangnya penerapan tema Internet of Things terhadap ajang Indocomtech 2015 belum terlalu terlihat. Jika pernah mengunjungi pameran ini sebelumnya, Anda tetap akan menyaksikan pemandangan akrab: booth-booth dari beragam vendor - PC dan notebook, outlet perangkat bergerak, periferal gaming, aksesori, dan sebagainya. Hanya ada sedikit booth yang benar-benar mengedepankan gagasan Internet of Things.

Salah satu dari mereka adalah smart home. Digarap oleh AR & Co sembari menggandeng Intel, Samsung dan Sonos, tim ArtX memandu saya menjajal konsep rumah pintar. Ada pintu keamanan elektronik bersandi, kamera pengawas buat melihat wajah tamu, piano digital berbekal HP Sprout, dressing room augmented reality, kamar tidur dengan ambient light, ruang hiburan berisi permainan VR (Samsung Gear VR) dan AR, sampai mobil remote control berteknologi gelombang otak. Di hall lain, saya juga sempat melihat robot telepresence.

Namun saya belum melihat adanya integrasi di antara produk. Misalnya bagaimana app smartphone dan koneksi internet digunakan buat mengendalikan fungsi-fungsi perangkat tersebut. Premis memang ada, tapi masih terasa seperti gimmick. Saya sangat merekomendasikan Anda untuk mencobanya sendiri.

Indocomtech 2015 dilangsungkan di Jakarta Convention Center, dibuka pada pukul 10:00 sampai 21:00, dilaksanakan sampai hari Minggu tanggal 1 November 2015.