Project Athena, Gagasan Intel Agar Laptop Mampu Memberikan Daya Tahan Baterai Sesuai Skenario Penggunaan Sehari-hari

Minimal hingga 9 jam, dan itu selagi laptop dipakai streaming video, browsing, serta membuka sejumlah aplikasi lain di background; bukan berdasarkan pengujian yang kelewat ringan seperti yang ada sekarang

Bagi sebagian konsumen, salah satu atribut laptop yang paling mereka prioritaskan bukanlah desain ataupun performa, melainkan daya tahan baterai. Masalahnya, klaim daya tahan baterai yang diberikan pabrikan umumnya jauh dari kenyataan, sebab sering kali pengujian yang mereka lakukan hanya melibatkan aktivitas-aktivitas ringan dan tidak bisa mewakili yang biasa konsumen praktekkan.

Jadi jangan kaget kalau misalnya daya tahan baterai laptop baru yang Anda beli tidak seawet yang diklaim produsennya, sebab skenario penggunaannya sudah sangat berbeda. Apakah harus selamanya kita tidak bisa percaya dengan klaim pabrikan? Tidak apabila Intel berhasil mewujudkan gagasannya yang dijuluki Project Athena.

Diumumkan pada ajang CES di bulan Januari kemarin, penjelasan mengenai Project Athena sebenarnya terdengar sangat abu-abu. Tagline yang mereka gunakan adalah "innovation rooted in human understanding", dan jujur saya sendiri merasa gagal paham. Beruntung ada Engadget yang baru-baru ini berhasil mengorek lebih dalam mengenai Project Athena.

Dari kacamata sederhana, misi yang hendak dicapai Project Athena adalah meningkatkan daya tahan baterai laptop dan mengujinya dalam skenario yang bisa mewakili aktivitas konsumen sehari-hari. Jadi ketimbang menguji dengan memutar video secara nonstop dalam tingkat kecerahan layar minimum, produsen laptop bakal menguji dengan cara streaming video selagi browsing dan menjalankan sejumlah aplikasi lain di background – jauh lebih mirip dengan yang kita lakukan sehari-harinya.

Menurut Intel, laptop dengan sertifikasi Project Athena (tentunya ini masih nama sementara) harus sanggup menawarkan daya tahan baterai paling tidak hingga 9 jam pemakaian. Fast charging juga merupakan suatu keharusan; pengisian selama 30 menit harus sudah cukup untuk penggunaan selama sekitar 4 jam.

Tentunya semua itu harus dibarengi dengan performa yang mumpuni, jadi jalan pintas menggunakan prosesor bervoltase rendah jelas bukan solusi yang ideal. Di saat yang sama, laptop-nya sendiri juga masih harus tipis dan ringan seperti ultrabook, yang berarti menjejalkan baterai berkapasitas masif juga bukan solusi yang tepat.

Lalu bagaimana caranya pabrikan laptop bisa mencapai ini semua kalau tidak diperbolehkan berkompromi dengan performa dan portabilitas? Optimasi komponen jawabannya, dan di sini Intel bakal memberikan bantuan dalam bentuk Project Athena Open Labs, semacam pusat riset yang akan dibuka di tiga negara (Amerika Serikat, Taiwan dan Tiongkok) pada bulan Juni mendatang.

Di Open Labs itu, produsen-produsen komponen dipersilakan datang membawa produk-produknya untuk dioptimalkan bersama Intel. Di situ mereka bakal memikirkan bagaimana cara menekan konsumsi energi tanpa berdampak signifikan terhadap performa, entah dengan bantuan AI maupun trik-trik lainnya.

Terakhir, Project Athena bukan lagi sekadar konsep di atas kertas. Intel optimis bahwa pada babak kedua 2019, bakal ada setidaknya 10 laptop Project Athena yang dirilis oleh sejumlah pabrikan. Kita tunggu saja barangkali ada yang tidak sabar menyingkap teaser-nya pada ajang Computex tidak lama lagi.

Sumber: Engadget.