Legion of Champions Series III 2019: Antara Tradisi Baru dan Harapan Gamer League of Legends

Legion of Champions dilaksanakan bukan hanya untuk mencari pemenang, tapi merupakan cara Lenovo dan Intel membangun komunitas.

Layaknya acara turnamen game yang diadakan di negara-negara Asia Pasifik, tim penyelenggara memeriahkan sesi upacara pembukaan Legion of Champions Series III 2019 di Bangkok dengan sejumlah atraksi. Setelah para eksekutif memberikan sambutannya, acara dihidupkan oleh aksi para cosplayer di panggung utama serta konser musik 'mini' dari grup idol Thailand, Sweat 16.

Di sesi pembukaan itu, terjadi peritiwa menarik yang bagi saya merepresentasikan semangat pro gamer sejati. Saat berjalan ke panggung, seorang cosplayer kehilangan keseimbangan akibat tersandung sepatu hak tingginya. Sesudah mencoba bangkit dan gagal, sang gadis tanpa ragu menanggalkan sepatunya, lalu lanjut melangkah ke depan dan berpose dengan gagah bersama kawan-kawannya. Pelajaran yang saya petik di sini: seberapa pun parah dan tak terduganya sebuah rintangan, kita harus tetap fokus pada tujuan.

 

Legion of Champions

Legion of Champions 2019 ialah ajang turnamen League of Legends ketiga yang diadakan Lenovo dan Intel. Acara ini merupakan cara sang produsen PC mengokohkan eksistensinya di ranah gaming, karena Anda mungkin sudah tahu, brand Legion baru berusia dua tahun - melakukan debutnya di CES 2017. Berbicara soal skala, LoC Series III 2019 tentu saja lebih besar dari dua perhelatan sebelumnya, dilihat dari perspektif partisipan maupun jumlah hadiah.

Event tahun ini diikuti oleh beberapa pendatang baru, yaitu perwakilan dari India, Jepang dan Korea; menambah jumlah negara peserta menjadi 11 wilayah, dengan talenta lebih dari 60 gamer profesional. Mereka semua akan memperebutkan potongan terbanyak dari total hadiah sebesar US$ 35 ribu. Pemenang pertama sendiri akan membawa pulang uang senilai US$ 7 ribu beserta sejumlah unit laptop gaming Legion Y530 seharga US$ 5 ribu.

Pelaksanaan Legion of Champions punya tujuan yang sedikit berbeda dari turnamen esports sejenis. Dalam sesi wawancara, Ken Wong selaku presiden dari PC and Smart Devices Lenovo Asia Pacific menjelaskan pada saya bahwa acara ini bukan dimaksudkan untuk sekadar mencari pemenang, tapi merupakan cara mereka membangun komunitas dan memberikan pijakan bagi para atlet esports muda buat menunjukkan taringnya.

 

Mengapa masih League of Legends?

League of Legends pernah jadi MOBA terbesar di Indonesia, namun seperti sejumlah judul di PC dan console, ia mendapatkan perlawan keras dari game-game esports mobile yang dengan singkat mencuri perhatian khalayak. Meski demikian, Lenovo dan Intel tetap 'setia' mempertandingkan permainan ini. Alasannya sederhana, League of Legends ialah salah satu game populer yang mengedepankan kerja sama tim.

Banyak orang cemas dengan masa depan League of Legends. Tapi melihat tingginya minat dan kehebohan penoton Legion of Champions Series III 2019, sentimen ini sedikit memudar. Dari sedikit riset, MOBA kreasi Riot Games itu sebetulnya masih dinikmati banyak pemain. Hanya saja, jumlahnya di tiap kawasan naik dan turun, bergantung dari tren di negara tersebut. Sebagai contohnya, ada banyak sekali gamer Vietnam menggeluti League of Legends, dan perwakilan mereka adalah salah satu tim terkuat di kompetisi ini.

Walaupun begitu, Ken Wong menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan ajang Legion of Champions di masa depan akan mempertandingkan game lain. Produsen secara konsisten terus memerhatikan perkembangan di ranah gaming, dan tak ragu buat memperluas konten turnamen lewat penambahan judul selain League of Legends.

 

Kiprah Indonesia dan harapan para pro gamer lokal

Headhunters terpilih sebagai perwakilan dari Indonesia setelah berhasil menaklukkan kompetitor-kompetitor dalam negeri di babak kualifikasi regional. Meski lelah dan tak punya banyak waktu untuk beristirahat, performa tim pimpinan Bayu 'Cruzher' Putera Sentosa di hari pertama sangat membanggakan. Menariknya, sang kapten menuturkan bahwa dalam menghadapi lawan-lawan di LoC Series III ini, mereka memutuskan buat bermain secara biasa - tanpa menerapkan strategi khusus.

Di hari pertama, Headhunters sempat kalah dari tim Flash asal Vietnam, namun berhasil bangkit dan memamerkan kepiawaiannya dengan mengalahkan Rayning Jelly Bears (Singapura). Selanjutnya, manuver mereka terlihat lebih mulus di sesi melawan Duckondrug (Malaysia) dan Yama (Jepang). Barulah di match kelima, jagoan LoL kita harus mengakui keunggulan Mortal Wisdom dari Hong Kong setelah melewati pertandingan yang panjang dan melelahkan.

Perjalanan Headhunters menuju babak puncak sendiri terhenti di hari Sabtu itu, dihadang oleh perwakilan tuan rumah, Mega Esports. Tim asal Thailand tersebut merupakan salah satu yang dijagokan, dan berhasil mendapatkan tiket ke hari ketiga sesudah menundukkan Flash (Vietnam) dan Mortal Wisdom (Hong Kong).

Dalam bincang-bincang santai sebelum hari pertandingan kedua dimulai, beberapa anggota Headhunters sempat mengutarakan apa yang jadi keinginan mereka. Mereka berharap agar frekuensi kompetisi League of Legends di Indonesia dibuat lebih sering lagi. Dengan begitu, akan terbuka kesempatan lebih luas bagi tim-tim esports untuk berprestasi serta ada lebih banyak peluang bagi talenta baru buat menunjukkan kemahirannya.

Di Indonesia, League of Legends tengah mengalami krisis. Tanpa ada jadwal kompetisi yang pasti, para pro gamer kita menghadapi dilema: haruskah mereka terus menunggu, berpindah haluan ke judul lain seperti yang sudah dilakukan beberapa atlet, atau  malah pensiun dari ranah ini. Apalagi, beberapa dari anggotanya tak lagi bisa dikatakan berada di usia paling prima...