1. Startup

Lika Liku Platform OTT Video Lokal

Pandemi mendorong konsumsi platform VOD yang lebih tinggi, konten original masih menjadi kunci

Konsumsi tayangan dari saluran TV masih mendominasi buat sebagian besar orang Indonesia. Mengacu data Nielsen, pada tahun lalu total belanja iklan mencapai Rp181 triliun berdasarkan gross rate card.

Belanja iklan TV menempati porsi terbesar 85% senilai Rp143 triliun, naik 14% dari tahun lalu. Posisi berikutnya ditempati belanja iklan media cetak Rp22 triliun, iklan digital Rp13,3 triliun, dan belanja iklan radio Rp1,7 triliun.

Secara kategori, layanan online menjadi penyumbang belanja iklan terbesar dengan total belanja Rp10,3 triliun, naik 2%. Disusul oleh kategori perawatan rambut Rp9,2 triliun, pemerintah dan organisasi politik Rp8,8 triliun, perawatan wajah Rp8,1 triliun, dan rokok kretek Rp7,2 triliun.

Angka ini memberikan gambaran jelas bahwa pola mengonsumsi tayangan TV masih memiliki pengaruh signifikan buat bisnis perusahaan, karena massa masyarakat ekonomi menengah ke bawah lebih banyak ketimbang menengah ke atas.

Buat negara dengan penetrasi TV yang masih tinggi, seperti Indonesia dan kebanyakan negara di Asia Tenggara lainnya, strategi beriklan ke TV adalah cara termudah, sekaligus termahal untuk mengakusisi pengguna baru karena membutuhkan brand awareness.

Data Nielsen menjadi gambaran awal bagaimana perjalanan platform OTT streaming video berupaya mengubah pola konsumsi konten dari TV yang selalu gratis untuk berbayar lewat smartphone dengan koneksi internet.

Tidak bisa disangkal, Netflix sebagai brand yang kuat, diasosiasikan sebagai pemain OTT tersohor yang punya pengaruh kuat. Hal ini menginspirasi  munculnya berbagai pemain OTT lokal dengan cita rasa yang kurang lebih mirip dengan yang Netflix sajikan.

Mereka yang muncul dan gugur

Bisnis OTT video dikenal sebagai bisnis internet yang sulit dan punya rentetan sejarah kegagalan yang begitu panjang. Hal ini terlihat dari pemain yang hadir di Indonesia bisa dihitung jari untuk mereka yang sudah berusia lebih dari lima tahun.

DailySocial mencatat berbagai macam pemain OTT video lokal yang telah beroperasi, yaitu Genflix, Vidio, GoPlay, KlikFilm (rumah produksi Falcon Pictures), MaxStream dan UseeTV Go (Grup Telkom), Mola TV, dan FirstMedia X. Stasiun TV Free-To-Air (FTA) juga ikut merilis platform-nya sendiri, seperti Vision+ dan RCTI+ (MNC) dan Zulu (Net TV).

Vidio, Genflix, UseeTV, dan FirstMedia X tergolong lebih tua ketimbang koleganya karena mereka telah beroperasi sejak 2014. Mereka masih beroperasi karena punya ekosistem yang berkaitan erat dalam rangka memperkaya konten.

Vidio, misalnya, ada di bawah naungan Grup Emtek yang punya jaringan tayangan TV luas sehingga lebih mudah didigitalkan ke dalam platform. Vidio ditempatkan sebagai bentuk diversifikasi bisnis grup, sehingga tidak menjadi isu jika belum menjadi bisnis yang menguntungkan dalam waktu dekat.

Di dalam katalognya, Vidio menyajikan tayangan internasional seperti film dan serial dari beragai negara Asia, dari Korea Selatan, India, dan Hollywood. Tersedia pula tayangan TV nasional dan internasional, edukasi, religi, animasi anak, hingga ribuan pertandingan olahraga dari berbagai cabang. Tayangan film lokal juga diperkaya keluaran terkini hingga film-film nostalgia.

Di luar itu, Genflix masuk ke dalam jaringan Sinar Mas, UseeTV adalah layanan Telkom Group, dan FirstMedia X didukung Lippo Group (kini sedang proses akuisisi oleh MNC).

Bagaimana dengan yang lainnya? Baik GoPlay, KlikFilm, MaxStream, Mola TV adalah pemain yang relatif baru. Kebanyakan dari mereka hadir sejak dua tahun belakangan. Kecuali platform milik MNC dan Net TV, umumnya para pemain ini lebih berani untuk jor-joran dengan rajin produksi konten original dan mengadopsi konsep model bisnis yang sedikit berbeda.

GoPlay menjadi contoh terdekat platform OTT yang rajin memproduksi konten lokal. Mereka mengklaim memosisikan dirinya tidak hanya sebagai platform, tetapi wadah bagi para sineas lokal untuk unjuk gigi dengan produksi film berkualitas. Sejauh ini di dalam katalognya tidak ditemukan sama sekali konten negara-negara Barat, alias hanya ada konten lokal dan Asia saja.

“Sebagai platform VOD karya anak bangsa, kami memiliki ambisi untuk mengumpulkan katalog terbesar bagi film dan serial Indonesia. Saat ini kami memiliki ratusan film dan serial di GoPlay, baik original maupun eksklusif. Kami juga berkolaborasi dengan rumah produksi untuk hak eksklusif berbagai judul film Indonesia yang populer di layar lebar, seperti A Man Called Ahok dan Ratu Ilmu Hitam,” terang CEO GoPlay Edy Sulistyo kepada DailySocial.

MolaTV, di sisi lain, bisa menjadi contoh bagaimana mereka memosisikan diri sebagai layanan multiplatform televisi kabel, IPTV, dan video on-demand untuk empat kanal premium khusus olahraga. Mereka juga memuat konten film dan acara khusus anak dari berbagai genre dari Indonesia dan mancanegara.

Sementara KlikFilm menempatkan diri sebagai konten terkurasi dari berbagai negara yang secara eksklusif tidak masuk ke bioskop Indonesia. Platform tersebut sekaligus menjadi corong Falcon Pictures untuk mendistribusikan konten buatan mereka sendiri untuk tayang eksklusif. Terhitung ada ratusan film sudah diproduksi sejak mereka beroperasi di 2010.

“Selama ini, kami belum mempresentasikan KlikFilm kepada media. Sekarang kami sudah menemukan formula yang memikat untuk konsumen, dengan menayangkan film-film bagus dari luar negeri yang tidak tayang di bioskop Indonesia, KlikFilm akan menayangkannya,” ujar CEO Falcon Pictures HB Naveen dikutip dari Antara.

Seluruh konten hanya bisa dinikmati dengan berlangganan. Harga yang dibanderol Rp7 ribu untuk jangka waktu satu minggu berlangganan.

Konsep berbeda ditampilkan Maxstream. Platform ini menggabungkan konsep video-on-demand dengan channel TV lokal dan internasional dalam satu platform. Mereka juga membuat konten original untuk menambah daya tarik. Hanya saja layanan ini terbatas untuk pelanggan Telkomsel.

Dibalik optimisme yang tinggi, terdapat nafas yang tersengal-sengal hingga terpaksa harus gulung tikar. Dalam catatan DailySocial, ada beberapa platform lokal dan regional yang terpaksa tutup. Setelah Tribe dan Oona TV yang melambaikan bendera putih, teranyar Hooq bakal resmi tutup pada akhir April 2020.

Country Head Hooq Indonesia Guntur S. Siboro menjelaskan, jelang tanggal penutupan tiba, layanan Hooq masih bisa dinikmati. Ia belum memastikan bagaimana masa depan katalog Hooq. Layanan Hooq di dalam platform Grab juga telah dihapus per 14 April 2020.

Acara Hooq di Indonesia beberapa waktu lalu

Oona masuk ke Indonesia pada 2018 dengan badan hukum PT Oona Media Indonesia (OMI), sebagai anak usaha NFC Indonesia. Metranet, anak usaha Telkom Indonesia, digaet sebagai mitra eksklusif OMI. Di Hong Kong, Oona bermitra dengan perusahaan patungan Omni Channels Asia (TV4 Entertainment dan Multi Channels Asia) untuk menghadirkan beragam channel di Indonesia.

Aplikasi ini punya ambisi besar bermain di Indonesia, meski mereka berkantor pusat di Hong Kong. Oona mengadopsi model advertising video-on-demand (AVOD) hybrid karena dilengkapi program loyalitas yang dapat ditukar dengan berbagai penawaran. Semakin banyak iklan yang ditonton, semakin banyak poin terkumpul. Oona menawarkan tayangan TV lokal dan internasional yang dapat dinikmati secara cuma-cuma.

Pada kuartal pertama 2019, Oona ganti manajemen menjadi Oona Global Indonesia. Tepatnya 1 November 2019, seluruh operasional Oona di Indonesia ditangani langsung oleh tim di Hong Kong. Selang beberapa bulan kemudian, Oona menutup bisnisnya di Indonesia. Seluruh tim pendukung kegiatan operasional aplikasi dan TV aplikasi berbasis Android box yang ada di Indonesia telah dihentikan.

Selain Oona, ada OTT asal Malaysia yakni Tribe, layanan milik TV kabel Astro. Aplikasi ini hadir di Indonesia sejak Maret 2016 dan selang dua tahun kemudian Tribe menutup bisnisnya.

Kedua platform tidak merinci alasan mundurnya dari Indonesia. Besar kemungkinan hal ini didasari kesulitan mencari model bisnis yang tepat dan kurang modal untuk berinovasi. Dua isu yang sering terjadi di perusahaan video on-demand, termasuk dialami sendiri oleh Hooq.

Platform lainnya, Vision+, sebelumnya bernama Moviebay dan sempat berganti nama menjadi MNC Now. Platform ini tidak lagi eksklusif untuk pelanggan TV kabel grup MNC saja.

Konten original sebagai jantung pemain OTT

Strategi yang dilakukan Netflix, melalui produksi konten original, juga dilakukan platform OTT lokal agar menarik perhatian para pengguna. Biaya yang harus disiapkan juga tak tanggung-tanggung besarnya.

VP Brand Marketing Vidio Rezki Yanuar mengatakan, kekayaan konten original bagi platform OTT adalah suatu keharusan karena dipandang sebagai kekuatan brand OTT itu sendiri yang dapat menunjukkan jati diri dan kualitas.

“Secara spesifik, bagi kami, konten original adalah 'anchor content' seperti layaknya setiap siaran stasiun televisi teresterial yang memiliki tayangan sinetron atau program andalan masing-masing,” terangnya kepada DailySocial.

Bertambahnya konten original dari berbagai platform OTT akan menambah volume keragaman sehingga lambat laun akan terus mengasah kualitas tontonan Indonesia dari hari ke hari. Sayangnya, Rezki enggan merinci anggaran belanja konten Vidio per tahun. Beberapa konten original Vidio antara lain Get Married, Omen, I Love You Baby, Heart, dan Girls in The City.

GM External Corporate Communications Telkomsel Aldin Hasyim menambahkan, peranan konten original memberikan identitas dan positioning sebuah brand OTT yang sesuai dengan segmentasi pelanggannya. Mereka juga turut menyumbang sebagian besar pengguna aktif di MaxStream.

Secara berkala, MaxStream terus memperkaya konten originalnya. Namun dampak dari pandemi, perusahaan melakukan beberapa penyesuaian, bagian yang paling terdampak adalah anggaran produksi konten yang harus ditunda untuk sementara waktu.

“Selanjutnya penyesuaian dalam menggunakan anggaran belanja kami adalah memberikan promo dan program kepada pelanggan sebagai bagian dalam program Telkomsel untuk terus menghibur di rumah,” terangnya.

Konten original MaxStream yang bisa dinikmati d iantaranya Cerita Kamu, Isyarat, Journal of Terror: Afterlife, Nawangsih, Negeri 5 Menara, Cerita Dokter Cinta, dan Brata.

Tidak hanya sebagai bagian dari identitas, menurut Edy, kekuatan konten original bertumpu pada pengembangan cerita dan tingkat kualitas produksi yang berada di atas rata-rata serial yang ada di Indonesia sebelumnya. Para sineas lokal khawatir terhadap jumlah penonton, kompetisi dengan produksi mancanegara, persepsi terhadap kualitas film nasional, pilihan isu yang dapat diangkat, dan jumlah layar yang cukup menonjol, adalah beberapa masukan yang ia terima.

“Kami percaya pentingnya kolaborasi yang erat antara GoPlay dengan berbagai rumah produksi dan sineas berbakat akan menghasilkan karya-karya unik lokal berkualitas dan berdaya saing. Dengan sistem revenue-sharing yang sangat kompetitif dan berpihak pada sineas, kami dan partner rumah produksi berupaya memastikan agar tidak hanya konten berkualitas yang dapat dinikmati masyarakat, tetapi menumbuhkan industri film bersama dalam jangka panjang.”

GoPlay memproduksi beberapa serial original bersama sineas lokal. Beberapa judulnya adalah Saiyo Sakato, Tunnel Indonesia, Gossip Girl Indonesia, Filosofi Kopi The Series, Kata Bocah The Show, dan Bukan Keluarga Biasa. Tidak hanya serial, di bawah studio produksi GoStudio, sudah beberapa kali ikut andil dalam produksi film lokal terkemuka. Aruna & Lidahnya, Kulari ke Pantai, 27 Steps of May, Keluarga Cemara, Buffalo Boys, Kucumbu Tubuh Indahku adalah contoh keterlibatan mereka.

Berkah pandemi

Rangkuman GDP Venture bertajuk “The Impact of COVID-19 Pandemic” menyoroti berbagai kenaikan aktivitas digital dan kebiasaan baru yang terjadi sepanjang pandemi. Salah satunya adalah konsumsi video streaming.

Laporan dari Brandwatch menyatakan, pilihan platform yang dinikmati adalah Netflix (untuk responden yang tinggal di kawasan urban) dan YouTube untuk jawaban paling populer di kalangan responden. AppAnnie melihat konsumsi video streaming di Indonesia (dalam per jam) secara year to date hingga Maret 2020 mengalami kenaikan 15%.

Moengage Covid Report mencatat platform OTT yang mengalami berkah kenaikan pengguna dikuasai Netflix, iQiyi, V-Live, dan Viu. Kenaikan Netflix di Asia Tenggara didukung pengguna di Indonesia (+16% dalam 30 hari terakhir) dan Malaysia (+35%).

Sementara laporan lainnya, “Southeast Asia Online Video Consumer Insights and Analytics: A Definitive Study by Media Partners Asia”, menyebutkan Vidio paling menikmati “berkah” dibandingkan platform OTT lokal lainnya selama pandemi dan anjuran kerja dari rumah diberlakukan.

Laporan ini mencatat Vidio mengalami kenaikan konsumsi 225% setiap minggunya dalam kurun waktu 20 Januari sampai 11 April 2020. Kenaikan ini menempatkan Vidio sebagai platform OTT berkonsep freemium terdepan di Indonesia.

Secara agregat, seluruh platform OTT yang beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Singapura mengalami kenaikan konsumsi hingga 60% per minggunya. Jumlah konsumsi mingguan video streaming mencapai 58 miliar menit melalui perangkat seluler pada 11 April, naik drastis dari 36,4 miliar menit pada 20 Januari 2020.

Berkah ini juga dirasakan oleh platform OTT regional. Konsumsi iQiyi naik 500% di empat negara, yakni Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Viu naik 274% dan iflix naik 118%.  Sementara Neflix yang naik 115% di keempat negara ini.

Direktur Eksekutif MPA Vivek Couto mengatakan, momentum tersebut harus bisa dimanfaatkan platform untuk mempertahankan pelanggan yang baru diakuisisi ini agar tetap loyal. Empat negara yang dianalisis MPA diestimasi memiliki tujuh juta pelanggan pada akhir Maret 2020, menyumbang $350 juta dalam pengeluaran konsumen tahunan.

“Pemain lokal utama harus didorong dengan meningkatkan konsumsi dan dalam kasus-kasus tertentu, untuk monetisasi di negara yang kami survei, mereka ingin berinvestasi untuk meningkatkan penawarannya dengan mengelola transisi siaran ke video digital. Sekarang adalah tanggung jawab dari penawaran agregator yang lebih kuat dari TV berbayar tradisional dan operator seluler dan operator virtual,” kata Couto.

Rezki tak segan berbagi data mengenai pencapaian Vidio. Dia menyebut pada Maret 2020, jumlah pengguna aktif Vidio mencapai 62 juta orang, naik 30% dari bulan sebelumnya. Diprediksi tren tersebut akan meningkat seiring anjuran kerja dari rumah dan larangan mudik yang ditetapkan pemerintah.

“Pengumpulan data masih terus berjalan, akan tetapi dapat dipastikan Vidio mengalami peningkatan jumlah pengguna yang cukup signifikan di bulan April ini, dilihat dari pencapaian Vidio yang sempat menempati nomor 1 di Top Chart App Store dan Google Play. Kami semakin optimis untuk terus menyediakan tayangan berkualitas yang dibutuhkan masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Demografi terbesar penggunanya adalah 25-34 tahun (41%), di atas 35 tahun (35%). Pria adalah pengguna terbesar 59% dibandingkan perempuan 41%. Tayangan yang paling banyak dikonsumsi pengguna Vidio adalah pertandingan olahraga (khususnya sepak bola) dan tayangan serial dan film lokal.

Di sisi GoPlay, Edy menyebutkan terjadi kenaikan engagement hingga 10 kali lipat. Tidak disebutkan jumlah pengguna aktifnya. Dari segi demografi, penonton GoPlay mayoritas berusia 18-35 tahun. Genre tayangan yang diminati adalah drama, komedi, horor, dan thriller.

“Kami rasa hal ini karena masyarakat Indonesia terus mencari cerita-cerita lokal yang unik, segar, dan beda dari biasanya, juga berkualitas. Itulah kami menghadirkan berbagai variasi konten yang ada di katalog.”

Bagi MaxStream, pada kuartal pertama tahun ini, kunjungan ke platform-nya juga mengalami kenaikan sekitar 16% dari periode sebelumnya. “Namun kami sangat berharap musibah Covid-19 di negara kita segera berakhir,” harap Aldin.

Jalan panjang berikutnya

Pukulan berat yang harus diterima Hooq memberi gambaran terang bahwa bisnis OTT adalah bisnis yang sulit. Edy melihat kompetisi di platform OTT bukan tergolong winner takes all, tapi bagaimana bisa memberikan kontribusi pada kemajuan industri perfilman Indonesia dengan unique value proposition yang ditawarkan.

“Di sisi lain, penerimaan masyarakat terhadap konten-konten VOD sudah cukup baik, didukung oleh penetrasi internet yang semakin meningkat dan gawai yang semakin canggih. Sehingga, pertimbangan untuk memilih berlangganan VOD tidak hanya berdasarkan tarif berlangganan, namun proporsi kualitas konten yang dihadirkan dan diminati masyarakat.”

Dia juga menekankan strategi GoPlay akan selaras dengan Gojek Group, khususnya dalam memastikan kepuasan pengguna berdasarkan kualitas konten yang ditawarkan selaras dengan pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.

“GoPlay juga akan terus mengembangkan berbagai fitur dan inovasi baru, serta mendukung kreativitas para sineas dan insan perfilman Indonesia melalui platform yang dapat diakases oleh ratusan juta pengguna Gojek di Indonesia.”

Aldin turut menambahkan, MaxStream sebagian salah satu layanan digital Telkomsel masih memiliki fondasi yang kuat sehingga memungkinkan platform ini tetap kreatif. Mereka juga menempatkan pemain OTT lain bukan sebagai kompetitor, melainkan partner.

“Itulah mengapa banyak konten partner kami yang juga tersedia di layanan MaxStream,” tutupnya.

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again