15 May 2018

by Wiku Baskoro

Menilik Strategi Samsung untuk Galaxy A6 dan A6 Plus

Menonjolkan gaya hidup sebagai daya jual.

Sejak awal menyetujui untuk ikut undangan media experience seri Galaxy A6 dan A6+ (plus) di Bali, saya memiliki niat untuk mencari jawaban atas beberapa pertanyaan tentang perangkat ini. Tentang posisinya di antara seri smartphone Samsung lainnya, kebingungan tentang segmen pasar, prosesor dan tentu saja fitur-fitur yang ada.

Setelah acara rilis tanggal 8 kemarin, pada hari selanjutnya rekan media, termasuk saya, diajak untuk ikut acara media experience, yang diawali dengan tanya jawab bersama dua perwakilan dari Samsung yaitu Jo Semidang, IM Marketing Director SEIN dan Denny Galant, Head of IM Product Marketing, plus sedikit ngobrol dengan perwakilan Samsung saat experience berlangsung.

Memperbaharui cara penamaan perangkat 

Dari acara QnA dan ngobrol singkat setidaknya ada beberapa hal yang bisa (dan tidak bisa) menjawab berbagai pertanyaan saya di awal artikel. Pertama-tama, kita bisa jadi harus menarik topik ke non teknis melihat perubahan strategi yang ingin dilakukan Samsung untuk penamaan perangkat mereka, tidak lagi berdasarkan besaran layar tetapi dua versi dengan penambahan keterangan plus untuk yang layar lebih besar. Jadi angka 6 pada Galaxy A6/A6+ bukan merujuk pada besaran inci tetapi menjadi versi 'murah' dari duo A8.

Selanjutnya adalah tentang strategi pemasaran, bagaimana Samsung mengfokuskan pada komunikasi fitur dari masing-masing seri, tak hanya tinggi-tinggian spesifikasi. Galaxy A6/A6+ ini berulang-ulang dijelaskan (baik pada saat tanya jawab maupun saat wawancara - door stop) ditujukan untuk pengguna millennials yang mementingkan lifestyle alias gaya hidup, berbeda dengan segmen yang disasar seri J (yang paling tinggi) misalnya.

Fitur yang disematkan dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan dari target yang ingin di sasar, meski di beberapa sisi ada kesamaan dengan seri di bawah seri A6, baik dari spesifikasi dan harga, namun Samsung bersikeras bahwa seri A6 ini lebih menonjolkan efek gaya, beda dengan seri J misalnya yang bukan dikomunikasikan sebagai smartphonestylish. Dan apabila dibandingkan dengan A8, maka segmen yang ingin disasar beda lagi. A8 kelasnya lebih tinggi dari A6.

Selain dari komunikasi marketing, beberapa fitur yang disertakan juga dikatakan Samsung telah berdasarkan riset. Ketika ada rekan media yang bertanya tentang mengapa A6/A6+ ini tidak memiliki fitur tahan air seperti A8, maka jawabannya adalah (lagi-lagi dari sisi marketing). Galaxy A8 ditujukan untuk konsumen yang mementingkan fitur tahan air sedangkan segmen yang disasar seri A6 belum mementingkan hal tersebut, tetapi mementingkan hal lain, misalnya kemampuan kamera (termasuk Bixby Vision dan Live Focus), audio, layar, desain, dan berbagai fitur yang dibawa duo A6.

Samsung menjelaskan bahwa perangkat A6 ini menjadi semacam tangga dari jajaran seri mid range menuju ke flagship. Mereka menyebutkan jenis segmen smartphone ini sebagai semi flagship.

Meski sedikit maklum dengan strategi perilisan seri A6, yang menurut saya lebih ke marketing, karena kalau dari spesifikasi, bisa saja dibuat lebih sederhana, J untuk low ke mid, A untuk mid range dan S untuk flagship. Namun sepertinya, untuk melayani pasar Indonesia, tidak bisa sesederhana itu. Kita bisa melihat OPPO yang sampai merilis lebih dari 5 varian untuk satu seri, pilihan Samsung untuk tetap sederhana dalam merilis seri produk juga bisa jadi terpentok oleh persaingan. Meski dalam sesi tanya jawab Samsung enggan disamakan dengan brand lain, yang berlomba-lomba menjual smartphone berharga murah dengan spesifikasi yang cukup tinggi, namun saya tidak bisa tidak untuk tetap melihat bahwa A6 dan A6+ ini hadir untuk menghadang gempuran produk smartphone baru yang memiliki rasio layar kekinian, dual camera atau bahkan untuk bersaing dengan smartphone selfie (karena di A6+, kamera depannya sudah 24 MP).

Menitik beratkan pada strategi pemasaran

Mendengar penjelasan saat QnA, saya kira tidak berlebihan jika saya menyebutkan bahwa Galaxy A6/A6+ ini memang akan berkutat lebih di strategi pemasaran, bukan spesifikasi. Karena dijelaskan Samsung sendiri bahwa komunikasi yang mereka lakukan adalah yang akan berfokus pada pengalaman yang didapat daru duo seri A ini, mengkomunikasikan tentang value atau benefit dari perangkat termasuk dari brand-nya. Fitur seperti low light camera, desain metal, dukungam Dolby Atmos (dalam bentuk software) di sisi audio, serta layar infinity adalah beberapa keunggulan yang akan dipromosikan untuk perangkat ini, kalau dari sisi kamera ada fitur live focus untuk A6+, Bixby Vision yang saya kira bisa menggaet para traveler millennials, AR stiker, bahkan sampai dengan 3 slot untuk dua SIM dan satu penyimpanan eksternal. Untuk spesifikasi prosesor, besaran RAM, pilihan perbedaan prosesor untuk kedua perangkat ini bahkan baterai sepertinya tidak akan ditonjolkan dalam materi untuk promosi dua perangkat A6. Lagi-lagi, gaya hidup dan fitur-fitur yang menunjang dan pengalaman menggunakan fitur tersebut, yang akan ditonjolkan.

Tentang prosesor yang berbeda

Untuk masalah prosesor, bagi kami penikmat gadget dan pewarta teknologi, bisa jadi agak mengernyitkan dahi ketika dijelaskan bahwa Galaxy A6 menggunakan prosesor Exynos 7870 dan Galaxy A6+ menggunakan Snapdragon 450. Mengapa tidak dibalik? Mengapa harus dibedakan? Dan mengapa harus 450 bukan 6xx? Jawaban Samsung bisa jadi cukup normatif (cari aman), mereka menjelaskan bahwa berdasarkan riset akhirnya RnD mereka memutuskan bahwa untuk spesifikasi dan fitur yang ada di dua perangkat, masing-masing sudah sesuai dengan prosesor yang dipilih, target konsumen juga menjadi bahan riset dalam menentukan pilihan prosesor untuk dua perangkat ini.

Sedikit menggali, saya mendapatkan informasi bahwa untuk perangkat dua kamera, dalam hal ini A6+, prosesor yang lebih sesuai adalah yang SD 450 karena telah mendukung untuk performa atas dual camera. Saya menanyakan hal ini di sela-sela experience dengan perangkat dan penjelasan yang saya terima seperti yang saya sebutkan di awal paragraf ini. Meski demikian, jika melihat situs resmi Samsung, Exynos 7870 ini telah mendukung dual camera 8MP + 8MP.

Strategi pemasaran menjadi kunci lagi, bahwa menurut data yang dimiliki Samsung, pengguna yang menjadi sasaran dari perangkat ini tidak terlalu mementingkan detail dari spesifikasi, tetapi fitur yang bisa dilakukan smartphone. Meski prosesor menjadi kunci atas apa yang dilakukan perangkat, namun bisa jadi Samsung telah memperkirakan hal ini, jadi berbagai fitur yang disematkan di A6/A6+ telah disesuaikan dengan prosesor yang ada, meski tidak paling canggih tetapi cukup untuk menjalankan fitur yang disodorkan perangkat.

Komunikasi yang masuk dalam strategi pemasaran adalah garis merah yang saya dapatkan dari penjelasan Samsung untuk mengenalkan dan memasarkan A6/A6+ ke konsumen. Samsung akan bekerja cukup keras untuk mengkomunikasikan ini, tentunya ditengah gempuran perangkat-perangkat lain yang dengan caranya masing-masing mencoba menggaet konsumen, yang bisa jadi juga menjadi sasaran Samsung untuk perangkat dua A6.

Akankah Samsung akan berhasil?

Sebenarnya jika menyamaratakan bahwa konsumen tidak peduli spesifikasi (besaran kamera, tipe prosesor, besaran baterai dll), bagi saya tidak fair juga, karena banyak pula konsumen yang mencari perangkat berdasarkan spesifikasi. Tetapi menyamaratakan bahwa spesifikasi di atas segalanya juga kurang tepat, kerena kebutuhan konsumen tentu saja berbeda-beda.

Samsung tentunya punya keunggulan dari sisi brand (yang telah besar di Indonesia), mereka pun memiliki tim RnD yang tentunya memiliki data tentang konsumen mereka (baik konsumen setia atau calon konsumen baru). Belum lagi biasanya meraka memiliki promo bonus dengan ekosistem perangkat Samsung. Di sisi lain, tentu saja kita tidak bisa menampikkan bahwa strategi brand-brand lain juga cukup menggoda konsumen. Pilihan untuk di segmen menengah itu cukup banyak, masing-masing dengan godaan yang berbeda-beda, mulai dari dual camera, rasio layar 18:9, kamera selfie mumpuni, fitur-fitur software, sampai dengan desain yang tidak hanya nyaman di genggam tetapi mencuri perhatian dengan warna dan bawah.

Ada brand yang memiliki data bahwa konsumen lokal sensitif dengan harga, ada brand yang memiliki data bahwa fitur adalah daya tarik utama. Masing-masing dengan strateginya sendiri dan cara promosi (komunikasi) yang sama-sama ingin mencuri perhatian konsumen.

Tentunya menarik untuk melihat bulan Juni nanti ketika A6/A6+ dijual ke publik. Apakah akan ada antrian yang dibagikan sebagai bagian pemasaran? Ataukah akan ada promo penjualan online dengan berbagai bonus? Atau Samsung akan menitikberatkan pada para toko offline sebagai pintu utama penjualan? Dunia gadget dan segala keramaiannya, bisa jadi tidak pernah semenarik saat ini. Mari kita ikuti terus 'kisah-kisahnya'.


Spesifikasi yang saya kutip dari rilis Galaxy A6/A6+ bisa dilihat di gambar berikut. Untuk harga sendiri: Samsung Galaxy A6+ 4.899 ribu dan Samsung Galaxy A6 3.799 ribu.