Pasca Akuisisi oleh Migme, Shopdeca dan Sportdeca Tetap Fokus di Pasar Indonesia
Tantangan yang harus dihadapi adalah memperkenalkan pengguna Migme kepada layanan Shopdeca dan Sportdeca
Akhir tahun 2015, Migme bermanuver untuk fokusnya di e-commerce lewat akuisisi Shopdeca dan Hipwee dengan total nilai akuisisi mencapai $2 juta (Rp27 miliar). Melalui akuisisi ini, ada beberapa perubahan yang terjadi dalam tubuh Shopdeca tetapi fokusnya sebagai perusahaan curated lifestyle e-commerce tetap sama. CEO Shopdeca Andreas Thamrin menegaskan meski ada potensi untuk ekspansi setelah peleburan selesai, pihaknya memutuskan untuk bisa membuktikan bisnisnya berjalan dengan tetap fokus di pasar Indonesia lebih dahulu.
Kepada DailySocial, Andreas mengatakan, “Perubahan setelah akuisisi [pada Shopdeca dan Sportdeca] lebih bersifat organisasi. Kami sekarang menjadi bagian dari keluarga yang lebih besar. Kalau dulu Shopdeca hanya 20 orang, sekarang setelah menjadi bagian Migme [bertambah] 200 orang. Secara resource juga jadi lebih lengkap.”
[Baca juga: Ketika Pendiri Memutuskan Menjual Startup-nya]
“Dari sisi operasional, dengan adanya resource tambahan dari Migme, ada hal-hal yang bisa kami optimalkan. Contohnya, waktu kami hanya 20 orang tidak ada staf yang bisa memonitor dan mengoptimalkan serverusage kami di AWS. Karena sekarang ada Migme dengan role seperti ini, mereka bisa bantu untuk monitor dan pastikan uptime-nya,” lanjut Andreas lebih jauh.
Bergabungnya Shopdeca menjadi keluarga besar Migme juga diikuti dengan Sportdeca yang proses peleburannya disebutkan Andreas sudah selesai sepenuhnya. Andreas enggan mengungkap jumlah pasti dari peleburan Sportdeca. Sementara Shopdeca sendiri disebutkan nilai akuisisinya mencapai $710.000 (Rp 9,2 miliar).
Tantangan, peluang, dan target untuk tahun depan
Satu tahun berjalan setelah akuisisi, ada beberapa peluang baru terbuka bagi Shopdeca dan Sportdeca. Salah satu di antaranya adalah menjangkau jumlah pengguna yang lebih banyak. Tantangannya adalah memperkenalkan pengguna Migme di Indonesia kepada layanan e-commerce Shopdeca dan Sportdeca.
Andreas mengatakan, “Satu hal yang menjadi bagian dari [potensi] aliansi dengan Migme adalah jumlah pengguna aplikasi Migme di Indonesia yang belum ‘berkenalan’ dengan Shopdeca [dan Sportdeca]. Ini bisa menjadi satu lagi potensi yang bisa kami garap, [tetapi] ini juga menjadi challenge yang lebih besar”
“Secara historical, pengguna Migme range-nya itu dari Java based handset (feature phone) sampai smartphone. Jadi, kami harus cari cara innovative untuk memperkenalkan dan on-boarding Migme user tersebut ke [sektor] e-commerce,” tambah Andreas.
[Baca juga: Industri E-Commerce di Indonesia Yang Tak Perlu Dicemaskan]
Di sisi lain, peluang untuk ekspansi pasar di luar Indonesia sebenarnya telah terbuka, mengingat basis pengguna Migme tidak hanya berasal dari Indonesia. Pun begitu, Andreas menegaskan bahwa pihaknya akan tetap fokus di pasar Indonesia terlebih dahulu untuk membuktikan bisnisnya bisa berjalan dan fokus untuk mengejar growth di tahun berikutnya.
Andreas menegaskan, “Tetap fokus dulu di Indonesia ya [bisnis Sportdeca dan Shopdeca]. Memang ada market lain yang jumlah pengguna Migme-nya cukup banyak seperti di India, tetapi kami harus [bisa] buktikan dulu [bisnis Shopdeca dan Sportdeca] bisa jalan di Indonesia.”
“[Tahun depan] Kami menargetkan growth tentunya. Tapi growth yang sustainable, bukan dengan diskon besar-besaran seperti beberapa pemain [e-commerce] di Indonesia. Shopdeca/Sportdeca memang memilih niche e-commerce, dalam hal ini gaya hidup dan olahraga. Jadi, basket size kami cenderung lebih tinggi, repeat buyer, dan margin juga cukup baik. Dengan demikian, secara sustainability juga harapannya terjaga,” tambahnya.
Sign up for our
newsletter