PB Esports Telah Terbentuk, Apa yang Bisa Diharapkan Ekosistem Esports?

PB Esports akhirnya telah dilantik. Apa langkah kongkrit yang perlu dilakukan pengurus terhadap ekosistem?

Esports semakin berkembang. Tak bisa dipungkiri, regulasi semakin diperlukan agar ekosistem ini bisa bertahan dan tidak jadi carut marut. Sabtu lalu (18 Januari 2020), pengurus Pengurus Besar Esports (PB Esports) periode 2020 - 2024 telah dilantik. Dipimpin oleh Jendral Pol (Purnawirawan) Budi Gunawan yang saat ini juga menjabat Kepala Badan Intelijen Negara sebagai ketua umum, PB Esports diharapkan menjadi wadah demi membuat esports Indonesia jadi lebih baik.

Namun demikian, jika Anda adalah pengikut setia berbagai informasi seputar esports, Anda mungkin sedang dilanda kebingungan saat ini. Setelah IESPA muncul pertama kalinya pada tahun 2013, Indonesia belakangan memiliki berbagai macam badan baru di dalam esports. Ada Asosiasi olahraga Video Game Indonesia (AVGI) yang dibentuk Juli 2019 lalu, dan Federasi Esports Indonesia (FEI) yang dibentuk Oktober 2019 lalu.

Kini, jumlah pengurus tersebut bertambah lagi dengan kehadiran PB Esports. Dengan pengaruh yang bisa dibilang lebih besar, sebenarnya ada beberapa hal yang bisa kita harapkan dari kehadiran PB Esports ini.

Fasilitas khusus esports berstandar internasional

Walau esports bisa dipertandingkan secara online, namun tak bisa dipungkiri, presensi offline tetap menjadi satu hal yang membuat esports jadi lebih menghibur dan punya cerita. Setelah proses pelantikan selesai, Budi Gunawan sempat berbincang singkat dengan awak media. "Ini merupakan olahraga baru, banyak hal yang perlu kita siapkan. Pertama perangkat peraturannya, regulasi, kita sudah membentuk pokja (kelompok kerja). Kemudian tempat untuk training center, lalu venue, dan terakhir event. Ada beberapa event yang akan kita buat untuk dalam negeri, dan juga target untuk Asian Games.".

Budi Gunawan saat diwawancara oleh para awak media perihal program kerja untuk PB Esports. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

Melanjutkan soal Venue, Budi Gunawan lalu melanjutkan. "Untuk venue sedang kita bangun di Sentul (Bogor). Sambil itu jalan, kita juga sambil mempersiapkan di tempat lain.".

Dalam perkembangan ekosistem, kehadiran esports stadium memang bisa dibilang cukup penting. Kenapa? Salah satu alasannya, kehadiran tempat tersebut akan memudahkan penyelenggara acara esports. Reza kala masih di MET Indonesia mengatakannya sendiri ketika Hybrid mewawancaranya untuk membahas soal tantangan membuat stadion atau venue khusus esports di Indonesia.

“Dari sudut pandang penyelenggara, pastinya akan lebih mudah. Kalau tempatnya sudah khusus untuk esports, berarti spesifikasi dan layout-nya sudah dibuat sesuai dengan standar kebutuhan turnamen esports, maka penyelenggara dapat mengurangi biaya produksi. Selain itu, pemain dan audiens yang hadir juga bisa lebih nyaman dan tertata sehingga bisa lebih fokus dan menikmati acara,” ujar Reza dalam pembahasan soal venue khusus esports.

Namun demikian, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah soal lokasi. Rezaly Surya Afhany juga bicara soal hal tersebut saat membahas potensi bisnis venue khusus esports. "Contohnya ICE BSD, jauh sih, tapi itu affordable, luas, dan peralatan bisa digantung sehingga produksinya bisa maksimal, seperti PMCO (PUBG Mobile Club Open). Kalau acara dari publisher sendiri, penonton sudah pasti banyak, beranilah kalau buat di ICE. Tapi, kalau untuk eksibitor pihak ketiga seperti Dunia Games, harus dihitung benar-benar persiapannya jika mau buat di ICE. Jika kurang maksimal, bisa rugi.” Ucap Rezaly menyatakan pandangannya.

Kehadiran stadium esports, atau venue khusus esports tentu akan memudahkan para pelaku bisnis, terutama penyelenggara acara esports. Namun demikian, jika lokasinya kurang strategis, bukan tidak mungkin membuat venue khusus esports berdampak kurang maksimal terhadap ekosistem.

Regulasi untuk para pelaku industri esports

Soal regulasi juga jadi sesuatu yang penting di ekosistem esports. Apalagi, perkembangan industri esports yang sedang begitu pesat. Lalu, apa regulasi yang sebenarnya penting bagi ekosistem esports Indonesia. Pengakuan profesi mungkin jadi salah satunya.

Dalam hal Amerika Serikat, pengakuan status profesi biasanya berdampak kepada hak-hak yang akan didapatkan oleh sang pekerja. Contoh kasusnya adalah saat negara bagian California, Amerika Serikat, mengakui pemain esports sebagai karyawan tetap suatu perusahaan. Dampaknya adalah mereka (para pemain esports), jadi berhak atas gaji minimal atau gaji UMR dan perlindungan serta benefit untuk para pekerja tetap seperti cuti atau asuransi.

Beberapa program yang dicanangkan oleh PB Esports masa kepengurusan 2020 - 2024. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

Jujur, sampai sejauh ini saya sendiri juga belum tahu, apakah para pemain esports di Indonesia mendapatkan hak-hak kepegawaian tersebut. Namun demikian, dengan kehadiran PB Esports, yang punya pengaruh politis lebih besar di jajaran pemerintahan, harapan untuk hal ini bisa jadi lebih besar. Meski memang pembuktiannya masih harus menunggu waktu, apakah memang ada tindak nyatanya atau esports jadi sekadar jalan menuju panggung politik yang lebih megah. Jika pemain esports mendapatkan hak seperti demikian, maka membuat ekosistem esports jadi lebih stabil mungkin tak lagi hanya di angan-angan saja.

Integrasi antar-lembaga, serta pembagian kerja yang jelas

Dengan banyaknya asosiasi untuk esports, tak heran jika awak media jadi mempertanyakan soal pembagian kerja antar-lembaga. Apalagi, saat gelaran SEA Games 2019 kemarin, urusan seleksi, pembrangkatan atlet dan lain sebagainya masih diurus oleh IESPA. Terkait hal tersebut, Budi Gunawan menjawab dengan cukup singkat. "Semua akan kita satukan, kita wadahi."

Menurut bayangan saya, nantinya secara struktur PB Esports mungkin akan membawahi lembaga-lembaga lainnya seperti IESPA, AVGI, dan FEI. Saya sendiri merasa, tak ada salahnya ada banyak lembaga yang mengurusi, asalkan ada pembagian kerja yang jelas antar lembaga satu dengan yang lain.

Pengurus Besar Esports masa kerja 2020 - 2024. Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

Berdasarkan dari pemaparan mereka masing-masing, sebenarnya porsi kerja antar lembaga mungkin bisa terbilang masih tumpang tindih, seperti AVGI dengan FEI contohnya. Angki Trijaka dalam tanya jawab media saat pelantikan pengurus AVGI mengatakan bahwa mereka ingin melakukan standarisasi untuk menjadi atlet esports, mengatasi kasus poaching, ataupun jadwal turnamen yang bertabrakan. Sementara di sisi lain Andrian Pauline (AP) yang menjabat ketua umum FEI, mengatakan bahwa ia bersama FEI juga ingin melakukan standarisasi kontrak pekerja esports, termasuk pemain.

Mungkin akan lebih indah jika ketiga lembaga ini bisa benar-benar saling bersinergi dan membagi wilayah kerjanya agar tidak saling tumpang tindih. Saya membayangkan mungkin baiknya seperti ini, IESPA dikhususkan untuk mengurusi pelatnas dan hubungan internasional, karena pengalamannya dalam memberangkatkan atlet Indonesia ke beberapa festival olahraga seperti Asian Games 2018 atau SEA Games 2019.

Lalu AVGI mungkin bisa fokus pada ekosistem industri esports itu sendiri, terutama pada bagian event dan liga. Ini juga mengingat, salah satu apa yang Angki ingin lakukan adalah melakukan regulasi terkait jadwal turnamen yang saling bertabrakan. Lalu terakhir FEI, mungkin bisa fokus kepada regulasi terkait atlet dan juga para pekerja di dunia esports. Kembali lagi, ini mengingat apa yang dikatakan AP sebelumnya, terkait apa yang ingin ia lakukan lewat kehadiran FEI di esports Indonesia.

--

Pada akhirnya, banyaknya badan pengurus esports adalah bukti, bahwa industri ini berkembang begitu besar bahkan sampai menarik perhatian politisi seperti Sandiaga Uno. Ini jadi angin segar bagi ekosistem esports, karena kehadiran para politisi harusnya bisa memuluskan perkembangan ekosistem esports. Namun, dengan satu catatan, hanya jika kepengurusan ini dikerjakan dengan hati dan diurus dengan serius.