Perkembangan Beleid yang Memayungi Ekosistem Fintech Indonesia
Aturan fintech akan segera diperbarui dengan menambah beberapa aspek teknis
Survei Nasional Literasi Keuangan ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Lantas jika dibandingkan dalam tiga tahun terakhir, ada peningkatan 8,33% untuk literasi atau pemahaman masyarakat tentang layanan keuangan; serta peningkatan 8,39% terkait akses masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengakui, peningkatan tersebut adalah hasil kerja keras bersama antar berbagai pihak, meliputi pemerintah, otoritas, industri, dan komponen lainnya. Tak terkecuali inovasi, khususnya di bidang teknologi, berbagai aplikasi keuangan yang telah meluncur beberapa tahun terakhir nyata-nyata memberikan dampak yang sangat terasa bagi masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi: menyimpan, mengirim, hingga menginvestasikan uang mereka.
Terkait digitalisasi layanan keuangan, peran otoritas jelas dominan. Industri ini memang diregulasi secara ketat. Sesuai yang diamanatkan UU No. 21 Tahun 2011, pemerintah membentuk OJK dengan tujuan mengatur dan mengawasi berbagai kegiatan di sektor jasa keuangan. Sejauh ini berbagai jenis layanan teknologi finansial(fintech) terus diakomodasi dalam ruang lingkup aturan OJK.
Dimulai dari fintech lending
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 Tahun 2016 menjadi salah satu ujung tombak perkembangan fintech di Indonesia. Beleid tersebut mengatur layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sejak diterbitkan, hingga kini tercatat 158 pemain p2p lending yang terdaftar di otoritas, 33 pemain lainnya sudah mendapatkan status berizin. Banyaknya pemain yang terjun di sektor ini tidak terlepas dari besarnya minat masyarakat dalam mendapatkan alternatif kredit dari lembaga nonbank.
Seperti diketahui, akses layanan finansial dari perbankan belum bisa sepenuhnya dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Misalnya terkait kredit, di lingkungan perbankan variabel skoring yang digunakan meliputi aspek-aspek yang mengakomodasi kalangan tertentu saja, misalnya terkait pekerjaan, pendapatan bersih, status pendidikan, dll. Sementara pinjaman mikro yang datang dari fintech variabelnya lebih sederhana, misalnya menggunakan catatan tagihan listrik, histori belanja di e-commerce dll.
Dari 158 pemain yang ada, bentuknya memang berbeda-beda. Ada yang memberikan pinjaman ke personal seperti UangTeman dan KreditPintar, ada yang fokus memberikan pinjaman modal kepada pemilik warung seperti AwanTunai, ada yang memberikan modal usaha dengan sistem berkelompok seperti Amartha, ada yang memberikan pinjaman untuk pembelian di layanan e-commerce seperti Akulaku, dan masih banyak lagi.
Welcome to Premium Content
Become a DailySocial.id Subscription, you can get unlimited access to discover the best minds of innovation and to perceive the finest tech journalism products in Indonesia. Learn more
Single Article
Access anytime, only this article.
Starting at
Rp 7,000 /article
Subscription
Unlimited access premium content.
Starting at
Rp 150,000 /month
Login or create account to access premium content

Sign up for our
newsletter